Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Goenawan Mohamad atau akrab disapa GM lahir pada 29 Juli 1941 di Batang, Jawa Tengah. Ia merupakan budayawan, sastrawan, jurnalis, dan pendiri Majalah Tempo. Rasa cintanya terhadap sastra telah tampak sejak sekolah dasar lantaran sering mendengar acara puisi dalam RRI. Memasuki usia remaja, tepatnya pada 19 tahun, ia menggubah puisi penyair perempuan asal Amerika ke bahasa Indonesia.
GM melanjutkan pendidikan tinggi di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Selama kuliah, pada 1960-an, ia mulai dikenal dalam kalangan intelektual. Setelah itu, ketika Orde Lama mulai berakhir, ia menyusun Manifes Kebudayaan (Manikebu) pada 1964. Tidak sendiri, ia menginisiasi kelompok tersebut bersama rekan-rekannya, yaitu Trisno Sumardjo, Wiratmo Soekito, Taufiq Ismail, Arief Budiman, dan HB Jassin.
Saat itu, Manikebu dilarang Sukarno lantaran dianggap menyeleweng dan menyaingi Manifesto Politik 1964. Larangan ini mendesak GM untuk tidak menulis lagi di berbagai media umum. Akibatnya, ia memilih melanjutkan pendidikan ke College of Europe, Belgia.
Saat tiba kembali di Indonesia, ia memulai karier sebagai wartawan di harian Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) dan ditunjuk menjadi redaktur harian pada 1969-1970. Selain itu, ia juga menjadi redaktur Majalah Horison (1969-1974), mendirikan Majalah Ekspres, dan pemimpin redaksi (1970-1971).
Pada 1971, GM bersama beberapa rekannya memisahkan diri dari majalah Ekspres dan mendirikan Majalah Tempo. Secara rutin, dalam Majalah Tempo, ia menulis rubrik Catatan Pinggir untuk menyampaikan kritik terhadap agenda politik di Indonesia era Soeharto. Tak hanya itu, ia juga menjadi Pemimpin Redaksi Tempo pada 1992-1994. Namun, kritik yang sering ditujukan pada pemerintah Orde Baru membuat Tempo dianggap sebagai oposisi dan merugikan sehingga dibredel pada 1994.
Saat Tempo terbit kembali pada 1988, GM “mengawal” Tempo selama satu tahun saja. Setelah itu, tampuk kepemimpinan diserahkan kepada Bambang Harymurti. Sejak 1989 sampai sekarang, GM menjadi komisaris utama PT Tempo Inti Media Tbk. Selain itu, ia juga menjabat sebagai redaktur senior di Majalah Tempo. Saat ini, ia juga merawat Komunitas Salihara, wadah berkesenian di kawasan Salihara, Pasar Minggu.
GM telah menghasilkan beberapa karya, seperti:
- Parkesit (1971),
- Interlude (1973),
- Kesusastraan dan Kekuasaan (1993),
- Setelah Revolusi Tak Ada Lagi (2001),
- Tuhan dan Hal-hal Yang Tak Selesai (2007),
- Don Quixote (2011),
- Tujuh Puluh Puisi (2011),
- Fragmen, Sajak-Sajak Baru (2017)
- Wisanggeni (1995),
- Alap-alapan Surtikanti (2002), dan
- Penulis skenario drama tari Panji Sepuh.
Berkat kontribusinya dalam dunia sastra dan jurnalis, Goenawan Mohamad meraih beberapa penghargaan, yaitu Louis M. Lyons untuk Hati Nurani dan Integritas dalam Jurnalisme dari Universitas Harvard Nieman Fellowship (1997), Penghargaan Kebebasan Pers Internasional dari Committee to Protect Journalists (1998), dan Editor of the Year dari World Press Review (1999).
Bahkan, Goenawan Mohamad juga mendapatkan anugerah Hamengku Buwono IX dari UGM (2011) yang diberikan langsung oleh Rektor UGM, Sudjarwadi seperti tertulis dalam ugm.ac.id.
RACHEL FARAHDIBA R | MOHAMMAD HATTA MUARABAGJA
Pilihan Editor: Goenawan Mohamad Bicara Pentingnya Kepercayaan dan Etik dalam Profesi Jurnalistik
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini