Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sepucuk surat panggilan Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya diantar ke kediaman mantan pemba-lap nasional Alex Asmasoebrata di Jalan Denpasar 3, Jakarta Selatan, -Jumat pekan lalu. Isi surat yang diteken Kepala Subdirektorat IV Cyber Crime Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Roberto Pasaribu itu meminta Alex hadir dalam pemeriksaan Selasa pekan ini. “Saya belum memutuskan akan hadir atau tidak. Akan kami bahas dulu dengan tim,” ujar Alex, Jumat pekan lalu.
Menurut isi surat itu, Alex akan diperiksa sebagai terlapor kasus dugaan fitnah atau pencemaran nama melalui media elektronik. Ini surat panggilan yang dikirimkan kedua kalinya untuk Alex. Panggilan pertama dilayangkan pada pertengahan Februari lalu.
Pria yang kini terjun di dunia politik itu tidak memenuhi undangan lantaran surat panggilannya tidak mencantumkan kasus, lokasi, ataupun waktu terjadinya fitnah atau pencemaran nama tersebut. Ia lantas melaporkan penyidik Polda Metro Jaya atas surat panggilan itu ke Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan tuduhan tak profesional.
Berbeda dengan yang pertama, surat panggilan kedua kini mencantumkan keperluan Alex dipanggil menghadap penyidik atas laporan Andry Kusnadi selaku kuasa hukum Direktur Utama PT Sedayu Sejahtera Abadi, Nono Sampono. Tim Nono melaporkan pencemaran nama melalui pesan WhatsApp itu pada 28 Januari lalu. Polda Metro Jaya menerbitkan surat perintah penyelidikan pada 8 Februari 2019.
Alex mempertanyakan asal-muasal tim Sugianto Kusuma alias Aguan, pemilik PT Sedayu, memperoleh pesan WhatsApp. Dia mengatakan hanya mengirimkan pesan WhatsApp mengenai kelakuan PT Sedayu Sejahtera Abadi itu kepada seorang petinggi polisi.
Isi pesan itu, menurut Alex, soal peringatan bahwa prestasi Polri bisa dirusak segelintir oknum yang berpihak kepada pengembang “sembilan cacing”, pelesetan dari sembilan naga, termasuk Aguan.
Alex bermaksud meminta perlindungan hukum kepada kepolisian terkait dengan laporan sejumlah warga, yakni Supardi K. Budiarjo dan Nurlela. Tanah mereka di Jalan Kamal Raya Outer Ring Road, Cengkareng, Jakarta Barat, telah dibangun perumahan Golf Lake Residence oleh PT Sedayu Sejahtera Abadi.
Supardi dan Nurlela melaporkan penguasaan tanahnya seluas 10.259 meter persegi oleh PT Sedayu itu ke Polda Metro Jaya dan Kepolisian Resor Jakarta Barat pada 2010. Mereka juga melaporkan pencurian lima kontainer yang sebelumnya berada di atas lahan itu. Hampir satu dekade berselang, kasus ini tak kunjung ditangani.
Alex dalam pesan WhatsApp-nya itu juga mencantumkan perkembangan penanganan kasus. Pada Agustus 2017, kata dia, sempat dilakukan gelar perkara di Badan Reserse Kriminal Polri, yang hasilnya ditemukan pelanggaran kode etik dan profesi.
Tindak lanjut gelar perkara itu, terbit surat perintah Kepala Polri untuk mensupervisi gabungan ketiga laporan tersebut pada 20 September 2017. Pada akhir 2018 dan awal 2019, Alex mengatakan Supardi sempat menanyakan perkembangan penanganan kasus, tapi tak kunjung mendapat jawaban.
Surat
Alex telah memberikan data pengembang Golf Lake Residence beserta bukti-bukti atas keabsahan kepemilikan tanah oleh Supardi ke polisi. “Saya niatnya membantu warga yang melapor ke ASA Center (posko relawan yang didirikan Alex),” ujarnya.
Supardi Budiarjo meminta bantuan Alex karena kasus yang ia laporkan itu tidak ada perkembangan. “Saya anggap Pak Alex bisa membantu menyelesaikan masalah saya yang sembilan tahun mandek ini,” katanya.
Menurut Supardi, tanah di Cengkareng seluas 10.259 meter persegi itu dibeli pada 2006. Tanah kemudian diuruk dan dipagar keliling dengan turap setinggi 1,5-2,5 meter. “Tanah itu dulu empang,” ujarnya.
Dasar pembelian tanah tersebut berupa Girik C Nomor 1906 dengan luas 2.231 meter persegi atas nama A. Hamid Subrata, Girik C Nomor 5047 Persil 30b Blok S.II atas nama Eddy Suwito, serta Girik Nomor 391 dengan luas 1.480 meter persegi dan 6.000 meter persegi atas nama Hasim bin Gering. Total Supardi merogoh kocek Rp 30 miliar.
Setelah menguruk, Supardi mendirikan bangunan untuk tempat penyimpanan kontainer ekspor dan tempat tinggal para penjaga. Pada 2006, pemilik tanah mengajukan sertifikat atas lahan tersebut karena perjanjian jual-beli semua urusan sampai menjadi sertifikat adalah tanggung jawab penjual.
Surat
Dalam proses pengurusan di Badan Pertanahan Nasional Jakarta Barat, bidang tanah yang dimaksudkan ternyata sudah masuk Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 1633 atas nama Bangun Marga Jaya seluas 112.840 meter persegi.
Pemilik tanah A. Hamid Subrata mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada November 2006 dan menang. Atas tindak lanjut gugatan itu, BPN Jakarta Barat mengeluarkan Girik C Nomor 1906 seluas 2.231 meter persegi atas nama A. Hamid Subrata dari SHGB milik PT Bangun Marga Jaya.
Empat tahun kemudian, pintu akses keluar-masuk bangunan Supardi Budiarjo dipagari oleh sekelompok preman. Pemagaran itu dilaporkan ke Polres Jakarta Barat. Supardi tidak bisa beraktivitas di lahannya sehingga dia melaporkan perampasan tanah ke Polda Metro Jaya pada Juni 2010. Namun kasus ini dihentikan.
Supardi kembali melapor ke Polda Metro Jaya pada September 2010 atas kasus hilangnya lima kontainer dan semua barang di lahannya. Dia kemudian dilaporkan balik oleh PT Bangun Marga Jaya.
Menurut Supardi, putusan pengadilan Nomor 442/Pdt.G/2006/PN.JKT.BAR dan berita acara pemeriksaan polisi terhadap salah satu pejabat BPN Jakarta Barat menyebutkan SHGB Nomor 1633 PT Bangun seluas 112.840 meter persegi berasal dari tanah negara bekas milik adat 17 bidang dan 4 bidang garapan. Total 21 akta jual-beli (AJB) yang didaftarkan dalam buku register Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Kecamatan Cengkareng.
Dari akta seluas ratusan ribu meter persegi itu, hanya AJB nomor 1205/12/JBC/86 seluas 3.768 meter persegi yang tercatat dalam register PPAT Kecamatan Cengkareng. Sedangkan 20 AJB lain yang diklaim PT Bangun Marga Jaya itu tercatat dalam register atas nama orang lain di kelurahan lain yang jaraknya 4-6 kilometer dari lokasi yang menjadi sengketa.
Pada 2011, PT Sedayu Sejahtera Abadi, anak perusahaan Grup Agung Sedayu, membangun rumah toko dan perumahan dengan nama kompleks perumahan Golf Lake Residence di atas lahan Supardi. “Padahal, saat pembangunan, mereka tidak punya dokumen sebagaimana mestinya,” ujar Supardi.
Direktur Utama PT Sedayu Sejahtera Abadi, Nono Sampono, membenarkan telah melaporkan Alex Asmasoebrata ke Polda Metro Jaya atas tuduhan fitnah atau pencemaran nama. “Saya mendapat laporan dari tim legal PT Sedayu mengenai adanya WhatsApp yang tersebar luas sehingga merupakan pencemaran dan fitnah karena isinya tidak benar,” ucap purnawirawan letnan jenderal Tentara Nasional Indonesia itu.
Nono menyatakan status tanah perumahan Golf Lake Residence berupa SHGB Nomor 1633 Cengkareng Timur. Menurut dia, klaim tanah sepihak oleh Supardi Budiarjo dan Nurlela tidak didukung bukti yang sah karena hanya berdasarkan girik. “Yang nyata-nyata itu bukanlah bukti atas kepemilikan tanah,” ujarnya.
Adapun PT Sedayu, kata dia, membeli tanah itu dari PT Bangun Marga Jaya, yang mengantongi SHGB sejak 14 April 1997. Nono juga membantah jika disebut telah mengusir Supardi Budiarjo. “Justru pihak Budiarjo atau Nurlela telah berupaya mengganggu kepemilikan tanah yang telah kami kuasai.”
Soal kisruh tanah ini, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono irit berkomentar. “Untuk materi, saya belum dapat info dari penyidik,” ujarnya.
LINDA TRIANITA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo