Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Radioaktif di Sebelah Lapangan Badminton

Badan Pengawas Tenaga Nuklir menemukan zat radioaktif sesium-137 di Perumahan Batan Indah, Serpong, Tangerang Selatan. Diduga berasal dari sisa peralatan industri.

22 Februari 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Zat radioaktif di Perumahan Batan Indah diduga berasal dari limbah industri.

  • Perangkat mengandung sesium-137 pernah tercecer pada 2017.

  • Bapeten dan kepolisian masih belum mendapatkan bukti baru kepemilikan sesium-137 tersebut.

SETELAH setahun lebih tak terpakai, mobil pendeteksi zat radioaktif itu kembali beroperasi pada Jumat, 31 Januari lalu. Pegawai Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) membawa mobil itu berkeliling ke sejumlah lokasi, seperti Jalan Tomang, lalu ke sekitar kantor Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) di Pamulang dan Serpong, Tangerang Selatan, Banten.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di mobil ini terpasang perangkat bernama Mona, salah satu model peralatan radiation data monitoring system. Mona tak mendeteksi radiasi tinggi di tempat yang baru dilaluinya. Tak diduga-duga, justru saat melintas di depan Perumahan Batan Indah di Jalan Puspiptek Raya, Serpong, sejumlah indikator di mobil Mona menyala.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mona menangkap radiasi zat radioaktif yang tak wajar dari dalam kompleks. “Mobil ini memang canggih, bisa mendeteksi radioaktif dari jarak jauh,” kata Kepala Bapeten Jazi Eko Istiyanto kepada Tempo, Jumat, 21 Februari lalu. Kecanggihan lain: Mona langsung menunjukkan bahwa zat radioaktif itu adalah sesium-137 atau biasa disingkat Cs-137.

Mobil kemudian berputar arah dan masuk ke perumahan seluas 25 hektare itu. Saat mobil melewati gerbang, sinyal kian penuh. Setelah berkeliling ke Blok H, I, dan J, Mona berhenti di tanah kosong yang berjarak sekitar 30 meter dari gerbang perumahan. Warga perumahan biasa menggunakan lahan itu untuk memelihara ayam.

Pegawai Bapeten kemudian turun dari mobil dan menyisir kawasan itu. Mereka juga menyigi lapangan badminton di sebelah tanah kosong. Di dekat sebuah pohon di tanah kosong itu, mereka menemukan hotspot sesium-137. “Saat penemuan itu tingkat radiasinya mencapai 200 mikrosievert per jam,” ujar Jazi.

Para pegawai balik kanan menuju kantor Bapeten di Jalan Gajah Mada, Jakarta Barat, dan melaporkan temuan itu kepada atasannya. Tapi baru sepekan kemudian mereka mengambil sampel di lokasi tersebut. “Kami tidak mengetahui ada aktivitas Bapeten di sana hingga pertengahan Februari lalu,” kata Ketua RT 002 Perumahan Batan Indah, Cecep M. Nurcahya, pada Kamis, 20 Februari lalu.

Warga Perumahan Batan Indah baru mengetahui ada zat radioaktif di kompleks mereka pada Selasa, 11 Februari lalu, dari surat pemberitahuan dari Bapeten. Tiga hari kemudian, polisi mendatangi lokasi dan mengumpulkan sejumlah keterangan serta barang bukti. “Kami membentuk tim gabungan,” ucap Kepala Kepolisian Resor Tangerang Selatan Ajun Komisaris Besar Iman Setiawan, Jumat, 21 Februari lalu.

Tim gabungan itu terdiri atas penyelidik Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI, Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya, dan Kepolisian Resor Tangerang Selatan. Tim Gegana Unit Kimia, Biologi, dan Radioaktif juga terlibat di dalam tim. Bapeten memasok informasi kepada tim gabungan ini.

Jazi menyebutkan sesium-137 yang ditemukan berbentuk serbuk kristal. Serbuk-serbuk itu tersebar di lima titik di atas dan dalam tanah. Jarak antartitik hanya beberapa sentimeter. Ada serpihan benda lain, yang masih diidentifikasi, di dekat serbuk itu. Petugas Bapeten juga menemukan botol berwarna bening di dekat serbuk Cs-137.

Bapeten memastikan zat radioaktif yang ditemukan di Perumahan Batan adalah sesium-137. Zat radioaktif yang tercecer itu diperkirakan berada di sana setahun lebih. Cs-137 merupakan zat radioaktif hasil fisi reaktor nuklir. Zat itu juga salah satu bahan membuat bom atom.

Karena tak ada unsur lain, Bapeten menduga Cs-137 tersebut berasal dari salah satu peralatan yang mengandung zat radioaktif yang biasa digunakan oleh industri. Inspektur utama di Bapeten, Azhar, mengatakan industri yang menggunakan sesium-137 adalah pertambangan, minyak dan energi, serta pabrik semen hingga bubur kertas. “Cs-137 bisa digunakan untuk mengukur macam-macam,” katanya.

Setiap unsur radioaktif yang digunakan publik menggunakan penutup yang terbuat dari baja berlapis. Beratnya mencapai 50 kilogram. Ada yang berbentuk tabung bulat, ada pula tabung panjang mirip rudal. Di dalam “cangkang” besi itu, Cs-137 dibungkus rapat dengan timbel untuk mencegah penyebaran radiasi. “Cangkang” ini memiliki ketahanan terbakar hingga 600 derajat Celsius dan tak rusak meski terjatuh dari ketinggian 30 meter.

Peralatan yang mengandung sesium-137 di Indonesia saat ini berjumlah 2.663 unit. Jika memasuki masa habis pakai, peralatan itu wajib diserahkan ke Batan untuk dikelola lagi atau dimusnahkan dengan tarif hingga jutaan rupiah. Dua narasumber meyakini unsur yang ditemukan di Perumahan Batan berasal dari penyimpangan pengelolaan Cs-137 sisa industri. “Besi dan timbel pembungkus Cs-137 bisa dijual lagi ke tukang loak dengan harga tinggi,” ujar salah seorang narasumber.

 

•••

TOGAP Marpaung mengernyitkan dahi saat membaca dokumen di hadapannya. Pada pertengahan November 2017 itu, dokumen tersebut mencatat salah satu pabrik kertas di Riau memiliki 39 unit gauging atau pengukur berisi sesium-137 yang sudah memasuki masa habis pakai. Jika memasuki masa habis pakai, sesium-137 wajib diserahkan ke Batan untuk dikelola kembali atau dimusnahkan. Saat itu, pabrik menggunakan 211 unit Cs-137.

Namun manajemen pabrik hanya melaporkan 23 unit yang akan diserahkan ke Batan. Togap, saat itu berdinas sebagai inspektur senior di Bapeten, menghubungi penanggung jawab peralatan pabrik. Hitungannya benar. Terdapat kesalahan penghitungan unit Cs-137 dari pabrik dan pengawas dari Bapeten yang sebelumnya diutus ke pabrik tersebut. “Kesalahan penghitungan ini membuat Cs-137 berpotensi tercecer ke luar,” kata Togap, Rabu, 19 Februari lalu.

Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif mewajibkan siapa pun yang menggunakan zat radioaktif melaporkan kondisi unit di perusahaan masing-masing. Ada ancaman pencabutan izin jika ketentuan itu dilanggar. “Jujur saja, terkadang kami kecolongan karena lemahnya pengawasan,” ucap Togap.

Kehilangan unit sesium-137 bekas juga pernah terjadi di salah satu perusahaan energi yang beroperasi di Riau, belasan tahun lalu. Saat itu, satu unit peralatan yang mengandung Cs-137 menyelip di sudut gudang dan tak ikut diserahkan ke Batan. Unit itu hilang saat perusahaan membongkar gudang. Petugas kemudian menemukannya di tukang loak dalam keadaan utuh.

Bapeten berwenang mengawasi dan mengeluarkan izin penggunaan Cs-137 oleh lembaga pemerintah dan swasta. Hingga saat ini, Indonesia belum memproduksi sesium-137. Para pengguna umumnya mengimpor zat tersebut dari Amerika Serikat dan Kanada serta wajib melaporkannya ke Bapeten. Kemudian, secara rutin, Bapeten mengirimkan petugas untuk mengecek fungsi peralatan tersebut.

Togap menduga sesium-137 di Perumahan Batan Indah berasal dari peralatan gauging industri. Alat itu digunakan di pabrik bubur kertas, tambang minyak, dan batu bara. Zat yang ditemukan tadi sesuai dengan karakteristik Cs-137 pada peralatan gauging. Lagi pula, kata dia, tak ada zat lain di sekitar Cs-137. “Pasti ada orang yang membongkarnya lalu membuang sisa Cs-137 ke sana,” ujarnya.

Kebingungan melanda Bapeten dan kepolisian. Penyelidikan tim gabungan kepolisian belum menemukan siapa pemilik zat berbahaya itu. “Belum ada petunjuk baru,” tutur Kepala Polres Tangerang Selatan Ajun Komisaris Iman Setiawan.

Kepala Bapeten Jazi Eko Istiyanto belum bisa menyimpulkan asal Cs-137 itu. Meski sudah meneliti sampel serpihan dan tanah di sekitar lokasi temuan, lembaganya tak memiliki petunjuk muasal zat radioaktif tersebut, termasuk soal botol yang ditemukan di lokasi. “Botol itu juga diperiksa, tapi belum bisa menyimpulkan apa-apa,” ucapnya.

Setiap wadah Cs-137, kata Jazi, memiliki nomor seri. Sayangnya, wadah penyimpan Cs-137 itu raib. Semestinya petugas bisa melihat nomor serinya, lalu memeriksanya di basis data di Bapeten. Dalam basis data Bapeten saat ini, kata dia, jumlah impor, Cs-137 yang masih digunakan, dan limbah yang sudah diserahkan ke Batan masih sesuai. “Yang ditemukan ini entah dari penyelundupan atau dari mana, kami masih mencari tahu,” ujarnya.

Jazi menyerahkan pencarian pelaku kepada polisi. Ia mewaspadai adanya skenario pihak tertentu yang ingin mengecoh Bapeten agar membuat kesimpulan keliru. “Penjahat yang profesional pasti akan membuat kejahatannya tidak terlacak,” katanya.

MUSTAFA SILALAHI, RIKY FERDIANTO, LINDA TRIANITA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus