Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Gagal Lobi Menggaet Simpati

Beragam agenda sosialisasi berpotensi tak akan membendung rencana demonstrasi buruh menolak rancangan omnibus law. Muncul masalah baru di luar isi draf resmi yang dianggap bermasalah.

22 Februari 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sosialisasi omnibus law urusan perburuhan melibatkan kepolisian.

  • Penambahan dan penghapusan sejumlah pasal dianggap merugikan pekerja.

  • Mencuat cara baru pemerintah melegitimasi dukungan serikat buruh terhadap RUU Cipta Kerja.

MENDAPAT kesempatan berbicara di depan Inspektur Jenderal Nana Sudjana, Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia Dedi Hardianto langsung mengutarakan unek-uneknya. Selasa pagi itu, 14 Januari lalu, Nana, yang baru sepekan dilantik menjadi Kepala Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya, mengundang sejumlah pemimpin serikat pekerja ke markasnya.

Datang terlambat, Dedi bisa menyimpulkan bahwa agenda silaturahmi itu sebenarnya sosialisasi Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja—nama awal paket omnibus law yang belakangan berubah menjadi RUU Cipta Kerja. Dalam persamuhan, pembicara dari pemerintah hadir untuk menjelaskan bakal regulasi sapu jagat tersebut, yakni Sekretaris Kementerian Koordinator Perekonomian Susiwijono serta Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kementerian Ketenagakerjaan Haiyani Rumondang.

“Saya nyeletuk saja, ‘Izin Pak Kapolda, yang saya tahu omnibus law ini kan undang-undang, wewenangnya bukan di kepolisian,’” kata Dedi menceritakan ulang pertemuan tersebut kepada Tempo, Jumat, 21 Februari lalu.

Nana Sudjana memang tak membicarakan langsung rencana harmonisasi ribuan pasal dalam regulasi sapu jagat itu. Tim kementerian yang memaparkan dasar-dasar penyusunan RUU yang dipermasalahkan buruh.

Sejak akhir Desember 2019, koalisi serikat pekerja memang mengancam akan melanjutkan demonstrasi dan aksi mogok kerja massal. Mereka menentang pembahasan omnibus law yang dikhawatirkan bakal berat sebelah ke kepentingan pengusaha. Kecurigaan ini mencuat setelah Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto meneken surat keputusan pembentukan Satuan Tugas Bersama Pemerintah dan Kadin untuk Komunikasi Publik Omnibus Law pada 9 Desember 2019. Satgas dipimpin Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani dengan sebagian besar anggota pengurus Kadin dan Asosiasi Pengusaha Indonesia.

Poin-poin perubahan regulasi memang masih misterius saat itu. Namun sejumlah pernyataan pejabat pemerintah dan pengusaha tentang rencana pengaturan upah minimum, pesangon, hingga perekrutan tenaga kerja asing membuat federasi buruh mudah menyimpulkan bahwa RUU ini hanya akan mengakomodasi kepentingan pengusaha. Belakangan, draf resmi RUU Cipta Kerja yang dikirim pemerintah ke Dewan Perwakilan Rakyat pada Rabu, 12 Februari lalu, menguatkan kesimpulan awal mereka.

•••

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAB ketenagakerjaan dalam draf RUU Cipta Kerja hanya berisi lima pasal. Tapi isinya mengubah, menghapus, dan menambahkan puluhan pasal di tiga undang-undang sekaligus. Tiga wet lawas yang direvisi adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, dan UU Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Undang-Undang Ketenagakerjaan yang paling banyak dirombak di bagian ini. RUU Cipta Kerja menghapus 30 pasal, mengubah 30 pasal, dan menambahkan 15 pasal baru. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai sejumlah pasal yang diubah dan ditambahkan justru memberikan kelonggaran kepada pengusaha untuk berbuat semaunya terhadap pekerja dalam urusan jam kerja hingga pemutusan hubungan kerja. Sebaliknya, penghapusan sejumlah pasal penting justru menunjukkan perlindungan tenaga kerja diabaikan. “Seharusnya perlindungan terhadap buruh juga masuk, jangan malah dikurangi,” ujar Presiden KSPI Said Iqbal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyerahkan surat presiden dan draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja kepada Ketua DPR Puan Maharani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 12 Februari lalu. TEMPO/M Taufan Rengganis

Dalam hal perjanjian kerja, Iqbal mencontohkan, penghapusan Pasal 56 Undang-Undang Ketenagakerjaan bisa menjadi masalah baru. Pasal lama itu antara lain mengatur waktu kontrak kerja yang dibatasi paling lama dua tahun dan dapat diperpanjang sekali maksimum satu tahun. Dihapuskannya ketentuan ini berpotensi memberikan keleluasaan terhadap sistem kontrak kerja seumur hidup, tergantung kesepakatan pemberi kerja dan pekerja.

Perubahan pada aturan pengupahan salah satu yang terbanyak. Upah minimum bakal ditetapkan gubernur sehingga dikhawatirkan menghilangkan upah minimum kabupaten atau kota dan sektoral. Formula yang tak lagi memperhitungkan inflasi—hanya tersisa pertumbuhan ekonomi di daerah setempat—diperkirakan menggerus besaran kenaikan upah minimum. Belum lagi adanya kebijakan formula tertentu khusus bagi industri padat karya yang masih akan diatur lebih lanjut lewat peraturan pemerintah jika kelak RUU ini disahkan. “Pengusaha bisa membuat kesepakatan di bawah upah minimum,” tutur Iqbal.

Berada di pusat penyiapan bagian ketenagakerjaan, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyatakan tak mudah mengakomodasi kepentingan pengusaha dan pekerja sekaligus. Pembenahan terhadap masalah di sektor perburuhan, yakni angka pengangguran yang terus berada di kisaran 7,05 juta orang dan penambahan angkatan kerja baru sebanyak 2,5 juta jiwa per tahun, menuntut perbaikan investasi untuk penciptaan lapangan kerja.

Dia mengatakan serikat pekerja bisa memanfaatkan rencana pembahasan di DPR untuk memberikan masukan terhadap RUU Cipta Kerja. • jelas, Ida mengingatkan, rencana revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan telah digagas sejak 2006. Selama ini, peraturan lama itu dicap terlalu kaku. Masalah perburuhan ini pun menjadi salah satu faktor yang membuat peringkat kemudahan dalam berbisnis di Indonesia kalah dibanding negara jiran.

Ida berharap serikat pekerja tak khawatir kenaikan upah akan merosot apabila komponen inflasi dihilangkan dalam penetapan upah minimum provinsi. “Tidak akan turun karena dihitung berdasarkan pertumbuhan ekonomi tahun berjalan,” ucapnya.

Begitu pula soal pesangon dalam pemutusan hubungan kerja (PHK). Menurut Ida, besaran pesangon ke depan mungkin bakal turun. Namun RUU Cipta Kerja menyiapkan jaminan lain bagi pekerja yang terkena PHK, yakni dana yang akan dibayarkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. “Justru di sinilah kami menyiapkan perlindungan baru bagi pekerja.”

“RUU Cipta Kerja memang menambahkan tugas kepada BPJS Ketenagakerjaan—belakangan mengubah sebutannya menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja (BP Jamsostek) lantaran namanya mirip BPJS Kesehatan. Tata cara pemberian jaminan sosial baru ini akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.

 

•••

UPAYA meredam penolakan serikat pekerja terhadap RUU Cipta Kerja sebetulnya telah dilakukan jauh hari dengan melibatkan banyak pihak, termasuk di kepolisian. Pada jam dan lokasi yang berbeda dengan acara “silaturahmi” Kepala Polda Metro Jaya, 14 Januari lalu, Wakil Kepala Kepolisian RI Komisaris Jenderal Gatot Eddy Pramono dan Wakil Kapolda Metro Jaya Brigadir Jenderal Wahyu Hadiningrat duduk bersama Menteri Airlangga Hartarto, Menteri Ida Fauziyah, dan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita. 


Massa yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia berunjuk rasa menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja di depan gedung parlemen, Jakarta, 20 Januari 2020. Magang TEMPO/Ahmad Tri Hawaari

Persamuhan di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, itu juga menjelaskan isi RUU kepada pentolan sejumlah serikat buruh. “Dialog saja, karena buruh kan biasa berhubungan dengan kepolisian saat akan izin turun ke jalan,” kata Ida Fauziyah.

Markas Besar Polri membenarkan kabar bahwa Polda Metro Jaya bertugas membangun jembatan antara pemerintah dan serikat buruh dalam urusan omnibus law. Namun Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Asep Adi Saputra memastikan lembaganya tak masuk ke substansi pembahasan.“Sosialisasi saja,” ujar Asep, Rabu, 12 Februari lalu.

Presiden KSPI Said Iqbal dan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea hadir dalam pertemuan itu. Kedua konfederasi ini terkenal memiliki ratusan ribu anggota di berbagai wilayah. Airlangga dalam pertemuan itu, seperti diceritakan Iqbal, menjelaskan pentingnya investasi yang tinggi untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja. Perang dagang Amerika Serikat dan Cina telah berdampak pada kinerja penanaman modal asing. Investasi yang masuk ke Indonesia bahkan tak sebanyak yang diperoleh Vietnam.

Namun agaknya penjelasan ini tak cukup mengerem rencana gelombang protes lanjutan. Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia kini menyiapkan demonstrasi besar di 27 provinsi pada 2-10 Maret nanti untuk menolak omnibus law.

Di luar isi draf RUU yang dianggap bermasalah, kekecewaan kelompok buruh kini memuncak setelah muncul persoalan baru yang berpangkal pada Surat Keputusan Menteri Koordinator Perekonomian Nomor 121 Tahun 2020 tentang Tim Koordinasi Pembahasan dan Konsultasi Publik Substansi Ketenagakerjaan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Diteken pada 7 Februari lalu, lima hari sebelum draf RUU Cipta Kerja disetorkan ke DPR, surat keputusan itu mencantumkan 14 nama pemimpin serikat pekerja dalam anggota tim yang bertugas membahas substansi ketenagakerjaan, menyiapkan dan menyusun peraturan teknis, juga dalam konsultasi publik RUU tersebut.


Ketua Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia Nining Elitos merasa organisasinya dicatut dalam pembentukan tim itu. Sebab, menurut Nining, perwakilan organisasinya tak pernah menghadiri pertemuan dengan Kementerian Koordinator Perekonomian yang digelar beberapa kali pada Januari lalu. “Ini klaim, karena sejak isu omnibus muncul kami menolaknya,” tutur Nining.

Surat pembentukan tim itu juga diterima KSPI dan KSPSI bertepatan dengan penyerahan naskah akademik dan draf omnibus law kepada DPR, Rabu, 12 Februari lalu. Andi Gani menilai surat itu seolah-olah hendak melegitimasi bahwa buruh telah sepakat dan menerima draf RUU Cipta Kerja.

Setelah menyerahkan draf kepada Ketua DPR Puan Maharani, Airlangga memang mengatakan telah menggandeng konfederasi serikat pekerja dalam seluruh pembahasan rancangan omnibus law tersebut. “Sepuluh konfederasi sudah diajak dialog, dan tentu ada timnya,” kata Airlangga.


Putri Adityowati, Budiarti Utami Putri
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus