Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) DKI Jakarta menyatakan Dharma Pongrekun-Kun Wardana, tidak melanggar undang-undang pemilihan umum (pemilu) soal kasus pecatutan Kartu Tanda Penduduk (KTP) warga Jakarta untuk pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. "Perbuatan terlapor yang telah dilaporkan oleh pelapor dinilai belum memenuhi unsur pasal 185A ayat 1 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali kota," kata Koordinator Divisi Hubungan Masyarakat, Data dan Informasi Bawaslu Provinsi DKI Jakarta, Quin Pegagan, melalui pesan singkat WhatsApp pada Kamis, 29 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meksi tak melanggar undang-undang pemilu, Bawaslu DKI menilai ada dugaan pelanggaran lainnya yang dilakukan oleh pasangan independen itu, meliputi dugaan pelanggaran administrasi, tindak pidana, kode etik. Ketiga dugaan itu sudah direkomendasikan kepada pihak-pihak terkait, seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU DKI), Polda Metro Jaya, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, Koordinator Divisi Hukum, Pendidikan, dan Pelatihan Badan Pengawas Pemilihan Umum atau Bawaslu DKI Jakarta, Sakhroji mengatakan pihaknya akan melihat dugaan pelanggaran kasus pencatutan KTP untuk dukungan calon independen Dharma Pongrekun-Kun Wardana pada Pilkada Jakarta. Apabila ditemukan tindak pidana, maka pihaknya akan meneruskan kasus itu kepada penyidik Kepolisian Daerah Metro Jaya (Polda Metro Jaya).
"Jika dugaan pelanggarannya administrasi, Bawaslu Provinsi akan memberi rekomendasi kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta," katanya, Selasa, 20 Agustus 2024.
Sebanyak 300 warga DKI Jakarta sudah melapor ke pos pengaduan Bawaslu DKI dan Bawaslu Kabupaten atau Kota, soal pencatutan KTP untuk mendukung bakal pasangan calon (paslon) perseorangan, Dharma Pongrekun- Kun Wardana di Pilgub Jakarta. "Mereka tidak mendukung dan kami masih membuka posko pengaduan," ujar Sakhroji.
Terkait data aduan 300 warga, Bawaslu DKI Jakarta sudah menyampaikan surat saran dan perbaikan kepada Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta, untuk memastikan data nama warga pengadu tercatat dalam sistem informasi pencalonan (silon), apakah statusnya Tidak Memenuhi Syarat (TMS) atau Memenuhi Syarat (MS). "Jika statusnya MS, agar KPU DKI merevisi menjadi TMS, karena warga yang mengadu tidak merasa mendukung bakal paslon perseorangan," jelas Sakhroji.