Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) DKI Jakarta menuturkan, ada dugaan pelanggaran tindak pidana pencatutan Kartu Tanda Penduduk (KTP) warga Jakarta oleh pasangan calon Dharma Pongrekun-Kun Wardana. Dugaan pencatutan KTP dilakukan untuk mendukung calon independen itu maju Pilkada 2024 sebagai Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Koordinator Divisi Hubungan Masyarakat, Data dan Informasi Bawaslu Provinsi DKI Jakarta, Quin Pegagan telah memberi rekomendasi kepada Polda Metro Jaya untuk menindaklanjuti ihwal dugaan tindak pidana itu.
“Bawaslu DKI Jakarta meneruskan ke Polda Metro Jaya soal ada dugaan pelanggaran hukum lainnya soal perlindungan data pribadi,” katanya melalui pesan singkat WhatsApp pada Kamis, 29 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Paslon Dharma-Kun, diduga melanggar Undang-Undang nomor 27 Tahun 2002 tentang Perlindungan Data Pribadi dan Undang-Undang nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam kasus pencatutan KTP itu.
Selain dugaan pelanggaran tindak pidana, Bawaslu DKI juga menemukan ada dugaan pelanggaran administrasi. Lembaga pengawas pemilu Provinsi Jakarta itu sudah merekomendasikan dugaan ini ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta. “Agar melakukan perbaikan Sistem Informasi Pencalonan (Silon),” kata Quin.
Berdasarkan keterangan Koordinator Divisi Hukum, Pendidikan, dan Pelatihan Bawaslu DKI Jakarta Sakhroji, pada 20 Agustus 2024, sebanyak 300 warga DKI Jakarta sudah melapor ke pos pengaduan Bawaslu DKI dan Bawaslu Kabupaten atau Kota, soal pencatutan KTP untuk mendukung bakal pasangan calon (paslon) perseorangan, Dharma Pongrekun- Kun Wardana di Pilgub Jakarta. "Mereka tidak mendukung dan kami masih membuka posko pengaduan," ujar Sakhroji.
Soal data aduan 300 warga, Bawaslu DKI Jakarta sudah menyampaikan surat saran dan perbaikan kepada Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta, untuk memastikan data nama warga pengadu tercatat dalam sistem informasi pencalonan (silon), apakah statusnya Tidak Memenuhi Syarat (TMS) atau Memenuhi Syarat (MS).
"Jika statusnya MS, agar KPU DKI merevisi menjadi TMS, karena warga yang mengadu tidak merasa mendukung bakal paslon perseorangan," kata Sakhroji.
Pilihan Editor: DPR Tolak Semua Calon Hakim Agung Usulan KY, Begini Kata Amnesty International Indonesia