Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Kerudung Biru Pembobol ATM

Pengusaha muda lulusan universitas luar negeri menguras uang nasabah salah satu bank swasta dengan modus skimming. Disebut kerabat jauh Prabowo Subianto.

30 Maret 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Empat penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya bergegas menuju Apartemen Kusuma Chandra, Sudirman Central Business District, Selasa sore, 26 Februari lalu. Tiba di apartemen kawasan elite yang jaraknya hanya 700 meter dari kantor Polda Metro Jaya itu, tim penyidik Subdirektorat IV Kejahatan Siber tersebut bersiaga di pusat kebugaran yang berada di lantai dasar.

Tak perlu menunggu lama, mereka langsung meringkus Ramyadjie Priambodo. “Dari penyelidikan, kami tahu dia biasa nge-gym sekitar jam 16.00. Suasana di sana kondusif, sepi, makanya langsung kami tangkap,” kata salah seorang anggota Subdirektorat IV Kejahatan Siber Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya yang ikut dalam penangkapan, Senin, 25 Maret lalu.

Putra sepupu calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto itu diduga menguras uang nasabah Bank Central Asia senilai Rp 334 juta. Saat diciduk, Direktur PT Asiabumi Petroleo itu tak berkutik. Polisi langsung menyodorkan bukti-bukti berupa video kamera pengintai (CCTV) yang merekam aksi Ramyadjie ketika menarik uang menggunakan kartu yang menduplikasi data salah satu nasabah BCA di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan. Dalam video itu, wajah Ramyadjie tak begitu jelas karena ia mengenakan kerudung biru besar dan masker.

Seusai penangkapan, polisi menggeledah ruang apartemen Ramyadjie. Di sana mereka menemukan satu anjungan tunai mandiri (ATM) di sudut ruangan. Polisi juga menyita kerudung dan masker yang digunakan Ramyadjie untuk menyaru, dua laptop, satu tablet, dua mesin electronic data capture (EDC), dua token, dua kartu ATM putih polos, serta tujuh kartu debit sekaligus kartu kredit berbagai bank.

Kejahatan Ramyadjie terungkap ketika seorang nasabah BCA menyadari uangnya terus berkurang padahal ia tidak melakukan transaksi apa pun. Nasabah tersebut kemudian melapor ke bank mengenai duitnya yang raib itu pada 23 Januari lalu. Tim analis urusan fraud & banking BCA mengecek CCTV di lokasi penarikan uang. Setelah memantau rekaman CCTV, mereka melihat seseorang memakai kerudung tengah mengambil uang pada jam yang sama seperti laporan kehilangan uang salah satu nasabahnya.

Tim BCA tidak bisa mengungkap si pelaku yang menyaru mengenakan kerudung dan menutup mukanya dengan masker tersebut. Dari rekaman CCTV itu juga tim BCA mengetahui pelaku menggunakan kartu ATM putih polos untuk penarikan uang. Tim analis meyakini telah terjadi skimming atau pencurian data nasabahnya. Mereka lantas melaporkan kasus ini ke Polda Metro Jaya pada 11 Februari lalu.

Berbekal beberapa petunjuk CCTV dan hasil penyelidikan, tim Kejahatan Siber Polda Metro Jaya berhasil mengungkap identitas pelaku: Ramyadjie Priambodo. Saat penangkapan, Ramyadjie langsung mengakui perbuatannya. Dalam pemeriksaan, pria 37 tahun itu mengaku membeli data nasabah lewat pasar gelap di deep web. Ini adalah sistem Internet World Wide Web, tapi tak dapat diakses secara umum dan harus dengan keahlian tertentu.

Satu data nasabah dibanderol US$ 350 atau setara dengan Rp 4,5 juta. Selain memperoleh data, Ramyadjie mendapatkan tiga kartu putih dan magnetic reader untuk melancarkan aksi skimming. Saat melakukan penarikan uang, ia berpindah-pindah tempat, dari kawasan Jakarta hingga Tangerang.

Ramyadjie Priambodo./ Instagram ramyadjie

Dia juga kerap menggunakan ATM milik bank lain. Untuk menguras uang nasabah sebesar Rp 334 juta tadi, Ramyadjie melakukannya sebanyak 91 kali selama Desember 2018-Januari 2019.

Dalam pemeriksaan, Ramyadjie mengaku menggunakan duit hasil kejahatannya untuk biaya hidup sehari-hari, seperti membayar pelayanan dan listrik apartemen. “Pengakuan tersangka, uangnya untuk keperluan pribadi,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono.

Ramyadjie juga menggunakan uang hasil skimming ini untuk membeli ATM bekas seharga Rp 35 juta, membayar tagihan kartu kredit BCA untuk belanja online Rp 30 juta, dan membeli Bitcoin senilai Rp 100 juta.

Awalnya Ramyadjie mengaku membeli ATM itu untuk disewakan. Namun, belakangan, ia mengakui niat buruknya itu. “ATM-nya offline. Dia beli untuk mempelajari kelemahan ATM seperti apa,” ucap Argo.

Ramyadjie juga menggunakan duit haram itu untuk membayar pajak perusahaannya yang bergerak di bidang minyak dan gas, PT Asiabumi Piramida, sebesar Rp 48 juta. Dalam akun LinkedIn (situs jaringan sosial yang berorientasi bisnis) miliknya, Ramyadjie mencantumkan keterangan bahwa dia menjabat Manajer Keuangan PT Asiabumi pada 2004-2005, general manager pada 2005-2010, kemudian menjabat direktur hingga kini.

Sebelum menekuni bisnis perminyakan, Ramyadjie menempuh pendidikan strata satu jurusan perbankan dan keuangan di University of New South Wales Business School, Sydney, Australia. Ia menyandang gelar bachelor of commerce pada 2003. Sembari menjalankan bisnis, dia aktif dalam organisasi kepemudaan sayap Partai Gerindra, Tunas Indonesia Raya, selama 2010-2017. Pada 2003-2018, Ramyadjie juga merangkap sebagai akuntan di PT Sumatera Persada Energi.

PT Sumatera Persada merupakan anak usaha PT Asiabumi. “Dia yang mendirikan perusahaan-perusahaan itu, diatasnamakan ayahnya,” kata salah seorang penegak hukum. PT Sumatera Persada mengelola Blok West Kampar sejak 2005 dan dalam masa kontrak hingga 2035. Estimasi cadangan minyak gas di blok yang membentang dari Kabupaten Rokan Hulu, Riau, hingga Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara, ini sebanyak 8,3 juta barel.

Belakangan, perusahaan ini terlilit utang hingga dinyatakan pailit. Akibatnya, pengelolaan blok terbengkalai sehingga Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menghentikan kontrak kerja sama per 15 Agustus 2018.

Akibat ulah skimming, Ramyadjie dijerat dengan Pasal 81 Undang-Undang tentang Transfer Dana dan/atau Pasal 3, 4, dan 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Ancaman hukumannya lima tahun penjara. Menurut Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono, berkas perkara Ramyadjie sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta per 26 Maret 2019.

Adapun Ramyadjie, yang kini mendekam di Rumah Tahanan Kepolisian Daerah Metro Jaya, enggan berkomentar saat dimintai konfirmasi mengenai perbuatannya. “Saya tidak berkenan untuk diwawancarai,” ujar Ramyadjie dalam pernyataan tertulisnya kepada Tempo, yang mendatanginya di sel tahanan.

Ihwal hubungannya dengan Prabowo Subianto, Ramyadjie juga tak mau menjelaskan. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Edhy Prabowo membenarkan bahwa Ramyadjie pernah menjadi pengurus di organisasi sayap partai berlambang kepala burung garuda itu. “Dia bendahara,” ucap Edhy.

Politikus Gerindra lainnya, Andre -Rosiade, mengklarifikasi mengenai hubungan Ramyadjie dengan Prabowo. Menurut dia, Ramyadjie bukan keponakan langsung Prabowo seperti yang disebut-sebut sejumlah media. “Dia kerabat jauh,” katanya.

Operasi ala Ramyadjie

LINDA TRIANITA, BUDIARTI UTAMI PUTRI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus