Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saddam Husein tiba-tiba didera kegelisahan pada Kamis malam pertengahan Januari lalu. Ia dihinggapi firasat yang tak enak. Ketika itu, remaja 23 tahun tersebut tengah bersama Zainul di rumah kontrakan mereka di bilangan Pamulang, Tangerang Selatan, Banten. Kepada temannya itu, Saddam menumpahkan kegundahannya. “Kalau nanti dipenjara, kita bareng-bareng, ya,” kata Saddam menceritakan peristiwa itu kepada Tempo, Selasa pekan lalu.
Zainul hanya membalas curahan hati sang teman dengan senyuman. Keduanya berkawan sejak bersekolah di sekolah menengah atas yang sama di Tangerang. Mereka kuliah di kampus yang sama dan tinggal dalam satu rumah kontrakan di bilangan Tangerang Selatan. Keduanya kini sama-sama mengelola sejumlah grup percakapan Line, seperti Arconsix dan VIP Viper.
Kendati malam itu mendadak di-hinggapi perasaan gelisah, Saddam bersama Zainul tetap menebar undangan ke pelbagai grup Line. Mereka menawarkan penayangan siaran langsung perempuan sedang bermasturbasi dan bersanggama kepada para anggota grup.
Pertunjukan berlangsung menjelang tengah malam setelah beberapa anggota grup mentransfer sejumlah pulsa kepada perempuan yang akan “on air” itu. Mereka menyebut perempuan itu sebagai talent. “Kami menyediakan VCS (video call sex), live streaming masturbasi, dan tayangan adegan hubungan intim,” ujar Saddam.
Menjelang subuh, polisi datang ke rumah kontrakan tersebut dan menangkap mereka. Peristiwa penangkapan itu seperti menjawab firasat buruk yang beberapa jam sebelumnya dirasakan Saddam.
Tim Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat menangkap Saddam dan Zainul setelah beberapa pekan mengintai grup cabul di Line. Keduanya diduga menjadi pengelola grup percakapan Line berkonten pornografi.
Penyidik menjerat mereka dengan Pasal 45 ayat 1 juncto Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman maksimal 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. “Mereka menggunakan aplikasi Line karena merasa tak diawasi polisi,” ucap Kepala Polres Jakarta Barat Komisaris Besar Hengki Haryadi.
Dari hasil pemeriksaan mereka, polisi mengantongi informasi tiap grup berisi sekitar 300 anggota. “Hampir setengah anggota grup diperkirakan masih bersekolah,” kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Jakarta Barat Ajun Komisaris Besar Edy Suranta Sitepu.
Penyidik, menurut Edy, sudah memeriksa beberapa anggota grup yang dikelola Saddam dan Zainul. Mereka memastikan status mayoritas anggota adalah pelajar. Domisili para anggota tersebar dari berbagai provinsi, khususnya di Pulau Jawa.
Penangkapan pelaku di Bambu Apus, Pamulang, Tangerang Selatan./istimewa
Empat hari kemudian, penyidik menangkap tiga pengelola—kerap disebut admin—lain di Cempaka Putih, Jakarta Pusat; Ciputat, Tangerang Selatan; dan Kelapa Dua, Tangerang. Mereka adalah Ryan Maulana, Wanda Nugraha, dan Hadi Agus. Mereka semua berusia 23 tahun dan berasal dari SMA yang sama dengan Saddam dan Zainul. “Saddam diduga merekrut mereka,” ujar Edy.
Wanda dan Hadi juga berstatus mahasiswa. Ryan bekerja di salah satu rumah makan di Jakarta. Kelima remaja ini berstatus admin di grup berbeda. Zainul menjadi admin di grup Arconsix dan VIP Viper. Saddam mengelola grup TK Manjyaaah, VIP Pasbut, dan VVIP Showtime. Wanda mengelola grup Black-hole, Hadi mengelola grup VIP Ngencrit, dan Ryan menjadi admin di grup Remaja Romantis.
Semua anggota grup itu mencapai 1.100 akun. Mereka mewajibkan para calon anggota menyetorkan foto kartu tanda penduduk. Dari database keanggotaan inilah polisi mengetahui separuh anggota itu adalah pelajar.
Menurut Saddam, penggunaan grup percakapan Line untuk menjual konten pornografi memiliki banyak keuntungan. Pertama dari segi kemudahan membuat grup dan memasukkan anggota ke grup. Anggota juga, kata dia, merasa privasi terjaga karena akun mereka tak memperlihatkan nomor telepon. Selain itu, video hasil live -streaming di Line tidak tersimpan di memori telepon seluler. “Ini membuat anggota tidak menyimpan video lalu menyebarkannya lagi,” ucap remaja bertubuh tambun itu.
Proses perekrutan anggota grup berlangsung selektif. Mereka bergabung atas dasar rekomendasi anggota lain. Setiap orang dipungut biaya Rp 25-200 ribu per orang plus foto kartu identitas. Pungutan itu berbentuk pulsa yang disetorkan ke nomor telepon pengelola. “Pulsa itu lalu dijual,” tutur Ryan.
Kendati calon anggota harus mendapatkan rekomendasi, pengelola tak menetapkan peraturan ketat usia mereka. Promosi menjaring anggota baru disebar ke grup percakapan yang berisi anak muda. Itu sebabnya banyak murid sekolah yang tertarik menjadi anggota.
Biaya pendaftarannya tergolong murah. Tarif untuk menikmati siaran langsung pornografi juga murah, yaitu Rp 25-100 ribu per anggota. “Kami tak bisa menyeleksi mereka pelajar atau bukan karena bisa saja KTP mereka palsu,” kata Ryan.
Pendapatan para pengelola pun bervariasi. Jika permintaan pertunjukan sedang sepi dan pertambahan anggota sedikit, mereka hanya mendapatkan Rp 500 ribu per bulan. Jika sedang ramai, pendapatan mereka meroket hingga Rp 3,5 juta per bulan. “Buat tambahan uang jajan,” ucap Zainul.
Para admin berbagi penghasilan dengan sejumlah perempuan yang akan menyiarkan adegan masturbasi. Menurut Ryan, upah para talent itu Rp 100-250 ribu per 30 menit. Nilai uang bergantung pada tingkat popularitas dan adegan yang dipertontonkan. Sesekali grup menampilkan adegan hubungan intim. Upah para pelakon bisa berlipat dari honor talent yang beradegan masturbasi. “Tergantung kesepakatan dan jumlah peminat yang ingin menonton,” kata Ryan.
Para admin berbagi penghasilan dengan sejumlah perempuan yang akan menyiarkan adegan masturbasi. Menurut Ryan, upah para talent itu Rp 100-250 ribu per 30 menit. Nilai uang bergantung pada tingkat popularitas dan adegan yang dipertontonkan. Sesekali grup menampilkan adegan hubungan intim. Upah para pelakon bisa berlipat dari honor talent yang beradegan masturbasi.
Jumlah perempuan yang menjadi talent grup lima sahabat ini sekitar 60 orang. Polisi mengungkap salah satunya berinisial NS, yang masih berusia 16 tahun. Ia duduk di kelas II salah satu SMA di Jakarta. NS digerebek saat merekam adegan cabul di salah satu apartemen di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Polisi tak menahan NS.
Para anggota grup, menurut Saddam, bisa mengajak para talent bertemu secara langsung buat berhubungan badan sesuai dengan tarif yang disepakati. Menurut Ajun Komisaris Besar Edy Suranta Sitepu, NS menjadi talent karena kebutuhan ekonomi setelah perceraian kedua orang tuanya.
Manajemen Line Indonesia menyayangkan penyalahgunaan akun Line oleh para tersangka dan anggota grup percakapan pornografi. Menurut Managing Director Line Indonesia Dale Kim, akun-akun di Line dibuat untuk berkarya, bukan untuk menyebarkan pornografi dan konten negatif.
Kim mengatakan Line memiliki sistem yang dapat mendeteksi dan menyaring gambar atau teks yang bermuatan negatif. Namun peran anggota lebih penting karena bisa melaporkan grup yang memuat pornografi. “Kami terus memonitor dan menghapus akun-akun yang bermuatan pornografi setiap hari,” ujar Kim melalui surat elektronik, Kamis pekan lalu.
Setelah mendekam di ruang tahanan Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat selama satu bulan lebih, Zainul menyesal. Ia mengaku kapok mengelola grup pornografi. Saddam pun menyatakan penyesalan yang mendalam. Ia mengaku keluarganya turut menanggung malu akibat perbuatannya. “Saya malu kepada keluarga,” kata Saddam dengan mata berkaca-kaca.
MUSTAFA SILALAHI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo