Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Budi Paryanto tidak hanya menjerit kepada publik, tapi juga mengadu ke Republik. Sejak awal Februari lalu, Budi dan rekan-rekannya di Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos, dan Logistik Indonesia (Asperindo) tak pernah putus mengeluhkan kenaikan ongkos pengiriman barang lewat udara. Bahkan kenaikan tarif itu, menurut Aspe-rindo, telah menumbangkan sejumlah perusahaan pengiriman. “Sudah ada empat perusahaan yang melapor bangkrut,” kata Wakil Ketua Asperindo itu saat ditemui di Jakarta, Rabu pekan lalu.
Satu perusahaan berbasis di Jakarta. Satu lagi di Palembang dan dua lainnya di Pekanbaru. Empat perusahaan itu, menurut pengakuan Budi, sudah melambaikan bendera putih. Tarif terus menanjak hingga 300 persen dari ongkos semula. “Saya pikir juga banyak perusahaan yang terguncang di luar Asperindo,” ujar Budi.
Melihat kondisi yang makin buruk itu, Budi menambahkan, Asperindo mengadu ke Istana. Pada 16 Januari 2019, mereka menyurati presiden. Namun tidak ada respons. Sebulan kemudian, 13 Februari 2019, mereka kembali bersurat. Kali ini surat ditembuskan kepada Sekretaris Kabinet. “Tapi belum ada tanggapan resmi dari Istana ataupun Sekretaris Kabinet,” ucapnya.
Dalam surat itu, Asperindo melaporkan bahwa kenaikan ongkos terjadi enam kali hanya dalam enam bulan. Rentang kenaikannya 122-352 persen. “Kami berharap pemerintah bisa menekan airline agar menurunkan tarif kargo udara ke titik yang wajar,” kata Budi.
Garuda Indonesia lima kali menaikkan tarif. Kenaikan pertama terjadi pada 1 Oktober 2018 dari harga semula yang berlaku sejak 1 Juni 2018. Terakhir, Garuda menaikkan tarifnya pada 14 Januari 2019. Dibanding tarif 1 Juni 2018, tarif kargo Garuda naik 70-325 persen. Rata-ratanya mencapai 112 persen.
Vice President Corporate Secretary Garuda Indonesia Ikhsan Rosan mengatakan maskapai penerbangan yang mayoritas sahamnya dimiliki negara itu kini mematok tarif kargo sekitar Rp 6.000 per kilogram per jam penerbangan. Harga sebelumnya Rp 3.000-4.000. “Jadi, kalau dilihat, kenaikannya Rp 2.000-3.000 per kilogram per jam penerbangan,” tutur Ikhsan lewat sambungan telepon, awal Januari lalu, kepada Caesar Akbar dari Tempo.
Garuda, kata Ikhsan, terpaksa melakukannya karena perusahaan menghitung tarif kargo lama sudah tidak mampu menutup biaya operasional maskapai. “Kami sudah mempertimbangkan kemampuan pasar.”
Bukan hanya Garuda, maskapai lain juga kompak menaikkan tarif kargo, seperti halnya mereka akur saat melambungkan ongkos penumpang. Lion Air, pesaing utama Garuda, menaikkan tarif sejak 1 Oktober 2018. Perusahaan empat kali menaikkan tarif, terakhir pada 7 Januari 2019. Dibanding tarif 1 Oktober 2018, tarif kargo Lion naik 22-176 persen. Rata-ratanya 61 persen.
Adapun Sriwijaya Air, yang operasinya kini di bawah kendali Garuda, dua kali menaikkan tarif. Pertama pada 16 November 2018, lalu pada 7 Januari 2019. Kenaikannya berkisar 19-225 persen dengan rata-rata 60 persen.
Kenaikan tarif makin terasa ketika persen-persen tersebut berubah menjadi rupiah. Garuda pada 1 Juni 2018 masih mengenakan tarif angkut barang kiriman Rp 3.900 per kilogram untuk penerbangan pagi ke Yogyakarta. Tarif lebih murah untuk penerbangan siang, yaitu Rp 2.400. Pada 1 Oktober 2018, tarif itu naik menjadi Rp 4.500 dan Rp 2.800. Lalu, pada 14 Januari 2019, Garuda menerapkan satu tarif, tanpa membedakan pagi atau siang, menjadi Rp 6.300 per kilogram.
Lion per 9 Oktober 2018 menetapkan tarif- angkut barang ke Yogyakarta masih Rp 5.000 per kilogram. Pada 3 Januari 2019, tarif itu naik menjadi Rp 6.100 per kilogram hingga sekarang. Adapun Sriwijaya, untuk tujuan yang sama, pada November 2018 masih mematok tarif Rp 4.300 per kilogram. Per 7 Januari 2019, ongkos naik menjadi Rp 5.550 per kilogram.
DARI dua surat pertama yang dikirim Asperindo ke Istana, gayung baru bersambut pada surat kedua, walaupun bukan dari Sekretaris Kabinet atau Istana. Sehari setelah surat kedua masuk, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan memanggil Budi Paryanto dan kawan-kawan. Dalam pertemuan tersebut, kata Budi, maskapai menuding perusahaan pengiriman selama ini keenakan dengan keuntungan tinggi. “Masak, tarif surat muatan udara (kargo) dibandingkan dengan harga jual kurir?” ujar Budi. Tarif kargo bagi perusahaan logistik hanyalah satu dari banyak unsur pembentuk harga jasa kurir.
Pertemuan pun buntu. Menurut Budi, Asperindo hanya mendapat bujuk rayu agar menerima kenaikan tarif. Kenaikan itu dianggap sebagai upaya menolong Garuda, yang merugi tiga tahun beruntun.
Pertemuan dengan Kementerian Perhubungan, menurut Budi, tak jauh beda dengan hasil tatap muka dengan Kementerian Koordinator Perekonomian. Dalam dua kali pertemuan, dia mengungkapkan, Kementerian Koordinator Perekonomian hanya menggali data dan informasi.
Saat datang ke Kementerian, awal Februari lalu, Ketua Umum Asperindo Mohammad Feriadi mengatakan kenaikan tarif kargo itu membebani para pengguna jasa pengiriman kilat yang mengandalkan kargo penerbangan. Kenaikan itu merembet ke pengguna akhir, yaitu usaha mikro, kecil, dan menengah. “Mereka saat ini sedang tumbuh dan mulai menjual produknya di marketplace,” kata Feriadi. Direktur Utama JNE Express ini menyatakan ongkos kirim malah sudah kerap melampaui harga produk yang dijual para reseller. “Biaya kirim bisa berkali lipat harga produk.”
Marketplace juga menganggap kenaikan tarif kargo saat ini tidak ideal. Sayangnya, mereka tidak punya pilihan. Vice President of Logistic Tokopedia Anthony Wijaya menuturkan, pelaku usaha mau tidak mau menerima kenaikan tarif. Industri yang terkena dampak hanya bisa bersiasat untuk menjaga pelanggan.
Tokopedia tengah mencoba meningkatkan kualitas dan kecepatan pelayanan dengan mitra logistik. Sebanyak 25 persen pengiriman Tokopedia menggunakan jasa same day delivery. Anthony berharap jaringan pelayanan dan penggunaan data yang lebih baik dapat membantu meningkatkan efisiensi rantai perdagangan serta memberikan tarif pengiriman barang yang sesuai.
Meski begitu, Anthony juga berharap jasa kurir bisa meningkatkan teknologi. Misalnya menggunakan mesin sortir otomatis dan fulfillment. “Sehingga bisa menekan biaya pengiriman,” tutur Anthony kepada Larissa Huda dari Tempo, akhir Januari lalu.
Adapun pesaing Tokopedia, Shopee, tampak tidak peduli akan kenaikan tarif kargo. Marketplace di bawah kendali SEA Group asal Singapura itu masih memberikan promosi gratis ongkos kirim kepada pelanggan. “Kami tetap memberikan layanan gratis ongkos kirim ke seluruh Indonesia melalui kerja sama strategis dengan mitra logistik yang ada,” ucap Head of Partnership Shopee Indonesia Jeannifer Suryajaya.
Sejak terjadi bonanza marketplace, Kementerian Perhubungan mencatat industri pengiriman dan kargo penerbangan menikmati potongan kue yang manis. Saban tahun, kargo yang diangkut tumbuh rata-rata 6,5 persen. Angka itu berasal dari pertumbuhan sepanjang 2014-2018.
Pada 2014, jumlah kargo yang diangkut pesawat hanya 963 ribu ton. Setahun kemudian, angka itu naik menjadi 1 juta ton dan 1,1 juta ton pada tahun berikutnya. Sampai November 2018, angkanya sudah 1,12 juta ton.
Tapi, dengan kenaikan tarif yang signifikan, industri pengiriman mulai mencari opsi. Kurir mulai mengalihkan pengiriman lewat udara ke jalan raya. “Dialihkan ke angkutan darat yang masih memungkinkan dari sisi harga dan lead time,” kata Budi. Tapi pengiriman jarak jauh tidak bisa berpaling. “Ini soal pilihan bisnis dan how to survive.”
KHAIRUL ANAM, TAUFIQ SIDDIQ, YOHANES PASKALIS
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo