Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
KPK meminta bantuan Kepala Polri dan Kepala Bareskrim untuk menangkap Nurhadi.
Nurhadi beserta keluarga diduga dilindungi anggota polisi.
Ada fakta bahwa bekas Sekretaris MA itu dikawal personel Brimob.
SURAT permintaan bantuan untuk menangkap bekas Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi Abdurrachman, dan menantunya, Rezky Herbiyono, dikirimkan Komisi Pemberantasan Korupsi kepada Kepala Kepolisian RI Jenderal Idham Azis pada Selasa, 11 Februari lalu. KPK menembuskan surat itu kepada Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dua hari kemudian, lembaga antirasuah memasukkan Nurhadi, Rezky, dan bos PT Multicon Indrajaya Terminal, Hiendra Soenjoto, ke daftar pencarian orang. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan Nurhadi cs ditetapkan sebagai buron karena dua kali mangkir dari panggilan penyidik untuk diperiksa sebagai tersangka. “Sampai saat ini kami tidak tahu keberadaan dari yang bersangkutan. Maka kami menetapkannya dalam daftar pencarian orang,” kata Alexander, Jumat, 14 Februari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Biasanya, menurut Alexander, penyidik akan menjemput paksa tersangka yang mangkir dari pemeriksaan lebih dari dua kali. Petugas KPK sempat mencari Nurhadi dan yang lain di sejumlah alamat, antara lain di Jalan Hang Lekir V Nomor 6, Jakarta Selatan. “Kami datangi ke rumahnya, tapi kosong,” ujarnya.
Sejak 6 Desember 2019, Nurhadi, Rezky, dan Hiendra berstatus tersangka suap dan gratifikasi perkara di Mahkamah Agung selama 2011-2016. Duit yang dikumpulkan Nurhadi mencapai Rp 46 miliar. KPK memanggil Nurhadi pada 3 dan 27 Januari lalu. Sedangkan Rezky dan Hiendra dijadwalkan diperiksa pada 9 dan 27 Januari. Tapi ketiganya mengabaikan panggilan penyidik. Istri Nurhadi, Tin Zuraida, dan putri tunggalnya, Rizqi Aulia Rahmi, juga mangkir dari pemeriksaan.
Seorang penegak hukum mengatakan Nurhadi dan tersangka lain masih di Indonesia. KPK kesulitan mencari mereka karena ada polisi yang melindunginya. “Nurhadi dikawal oknum polisi,” ucapnya. Karena itulah KPK meminta bantuan Kepala Polri untuk menangkap Nurhadi dan kawan-kawan.
Berdasarkan penelusuran KPK, awalnya Nurhadi dan keluarganya tinggal di Jalan Hang Lekir, Jakarta Selatan. Setelah petugas menggeledah rumah itu dalam kasus suap peninjauan kembali yang disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 2016, keluarga tersebut sempat pindah ke Jalan Patal Senayan Nomor 3B, Jakarta Selatan. KPK mengirimkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan perkara Nurhadi dan Rezky ke kedua alamat itu pada 10 Desember 2019. Ternyata pria yang kerap dipanggil “babe” itu tak tinggal di sana.
Dimintai konfirmasi mengenai permohonan KPK, Kepala Polri Jenderal Idham Azis irit bicara. Demikian juga soal dugaan Nurhadi dilindungi personel kepolisian. “Silakan ditanyakan ke Kabareskrim, ya,” kata Idham. Tempo mengontak Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo, tapi belum mendapat respons.
Nurhadi dikenal memiliki kedekatan dengan anggota kepolisian. Ketika suap peninjauan kembali pada 2016 mencuat, terungkap fakta bahwa Nurhadi dikawal empat personel Brigade Mobil. Penyidik sempat memanggil empat polisi tersebut, tapi mereka selalu mangkir. Belakangan, diketahui Polri menugasi mereka dalam Operasi Tinombala, operasi menumpas teroris, di Poso, Sulawesi Tengah.
Kuasa hukum Nurhadi dan kawan-kawan, Maqdir Ismail, menuduh KPK berlebihan dalam menetapkan kliennya sebagai buron. “Tidak sepatutnya seperti itu,” ujar Maqdir. Ia meminta KPK memastikan lebih dulu apakah surat panggilan telah diterima atau belum oleh para tersangka. Menurut Maqdir, ketika KPK melayangkan surat itu, kliennya sedang mengajukan permohonan praperadilan atas penetapan sebagai tersangka.
Permohonan praperadilan itu diajukan pada akhir Desember 2019. Pada pertengahan Januari lalu, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak seluruh gugatan Maqdir.
Maqdir kemudian mengajukan permohonan praperadilan lagi dengan dalih Rezky Herbiyono sama sekali belum pernah menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan dari KPK. Ia pun mengklaim Nurhadi baru mengetahui adanya surat pemberitahuan itu belakangan. “Karena KPK mengirimkannya ke rumah kosong di Mojokerto,” katanya.
LINDA TRIANITA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo