Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tersembunyi di belakang gudang, kamar itu cukup luas dan nyaman. Ukurannya sekitar 4 x 4 meter dan bagian dalamnya dilengkapi tempat tidur, komputer, serta seperangkat alat karaoke. Pemiliknya, Rudi Gunawan, yang dikenal sebagai pengusaha gambir—tanaman yang digunakan antara lain untuk obat-obatan—merancang kamar ini sebagai tempat hiburan pribadinya.
Pada 21 November tahun lalu, puluhan warga Nagari Manggilang, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Lima Puluh Kota, menyerbu gudang yang terletak di Jalan Raya Manggilang di Provinsi Sumatera Barat itu. Mereka mencari sang empunya. Tak menemukan apa yang dicari, warga Manggilang naik pitam.
Sasaran mereka tumpahkan ke gudang tersebut. Gudang yang sehari-hari dipakai sebagai penyimpanan gambir itu mereka bakar. "Warga kami marah dan membakar gudang itu," kata Nizar, tokoh masyarakat Manggilang.
Kepada Tempo, Cadin, penjaga gudang tersebut, mengatakan, tiga hari sebelum gudang dibakar, bosnya pergi ke Medan. "Katanya mau mengurus uang di sana," ujar Cadin, Sabtu pekan lalu. Sejak peristiwa pembakaran itu, Cadin belum pernah bertemu dengan majikannya.
Kemarahan warga Manggilang dipicu oleh perbuatan bejat Rudi terhadap seorang gadis berumur 15 tahun, kita sebut saja Sisi, yang mengaku diperkosa Rudi. Tak hanya oleh Rudi, belakangan remaja ini diperkosa oleh sejumlah lelaki lain, termasuk seorang anggota Kepolisian Sektor Pangkalan.
Pemerkosaan itu pula yang menyebabkan gadis yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama tersebut, hanya dalam beberapa pekan kemudian, ketagihan narkotik. "Saya ingin pelakunya dihukum seberat-beratnya. Mereka sudah menghancurkan anak saya," kata Teti Erawati, ibu Sisi. Teti mengaku geram terhadap sikap aparat kepolisian yang dinilainya terkesan enggan memberi hukuman berat, terutama kepada polisi yang memerkosa anaknya.
Nasib nahas yang dialami Sisi berawal dari tawaran teman sekolahnya, sebut saja Lini, pada akhir Oktober tahun lalu, untuk bekerja di gudang gambir milik Rudi. Sisi memang tergiur oleh penampilan Lini, yang kerap berbaju bagus, menenteng telepon seluler, bersepeda motor, dan memiliki banyak uang. Menurut Lini, jika mau bekerja di tempat Rudi, Sisi bakal mendapat banyak uang.
Sisi menerima tawaran itu. Maka, pada suatu malam Oktober 2014 itu, ia mengikuti ajakan Lini menemui Rudi. Kedua gadis ini berhenti di sebuah warung milik Nanda. Di warung yang terletak di Jalan Lintas Sumatera Barat-Riau itu sudah menunggu pula Abel, pacar Lini.
Tak berapa lama, datang seorang pemuda bernama Panjul. Membonceng Panjul, Sisi diantar menuju gudang gambir. Di sanalah, di kamar di belakang gudang itu, ia bertemu dengan Rudi. Di situ pula, setelah mematikan lampu, pria 45 tahun itu memerkosa Sisi. Setelah melakukan perbuatan itu, Rudi memberi Susi uang Rp 300 ribu.
Lini yang kemudian "menguasai" uang itu dan membagi-bagi untuk dirinya, Abel, dan Nanda. Yang terakhir ini diberi lantaran, menurut Lini, ia khawatir pemilik warung itu melaporkan apa yang dilihatnya kepada keluarga Sisi. Adapun Sisi diberi Rp 50 ribu. Sisi terpukul oleh kejadian itu. Sepekan ia menghindari Lini. "Tapi dia selalu berusaha menemui saya," kata Sisi.
Suatu hari Lini berhasil mengajak Sisi pulang bersama naik motornya. Tapi, bukannya mengantar Sisi ke rumahnya, pelajar kelas III SMP itu mengarahkan motornya ke rumah seorang pemuda bernama Anggil. Di kamar Anggil, sudah menunggu seorang pemuda bernama Idet. Di sana Sisi diperkosa Idet, yang kemudian memberinya Rp 500 ribu. Lagi-lagi Lini meminta uang itu dan membagi-baginya. Sisi kembali mendapat bagian Rp 50 ribu.
Sampai kemudian suatu hari Lini memaksa Sisi ke rumah Anggil lagi. Gadis ini mengancam akan menyebarkan "peristiwa di gudang Rudi" jika Sisi menolak perintahnya. Tak berdaya, Sisi memenuhi permintaan Lini. Di kamar Anggil, rupanya ada Syamsu Rizal, yang sehari-hari anggota Polsek Pangkalan. Polisi berpangkat brigadir kepala ini, bersama Anggil, tengah berpesta narkotik—mengisap sabu-sabu. Syamsu, yang sehari-hari oleh rekan-rekannya dipanggil "Unyil", memaksa Sisi mengisap sabu. "Dia mengajarkan mengisap sabu sampai ke perut," kata Sisi menyebut polisi berumur 35 tahun itu.
Sejak itulah Sisi tak bisa lepas dari komplotan tersebut. Pernah suatu ketika, saat di sekolah, ia dipanggil Syamsu dan Anggil, yang sudah menunggunya di kantin sekolah. Di sana Syamsu, yang mengenakan seragam polisi, mengajak Sisi mengisap sabu. Kepada Tempo, yang mendatangi kantin itu, sang pemilik, Evi, mengakui memang pernah melihat Sisi, Syamsu, Anggil, dan Lini di kantinnya. "Tapi saya tidak tahu mereka menggunakan sabu," kata Evi.
Sampai suatu ketika, pada awal November tahun lalu, Syamsu mengajak Sisi ke Payakumbuh untuk membelikan gadis itu telepon seluler. Kepergian Sisi rupanya ketahuan keluarga. Kakaknya, Afrika Yuli, yang heran melihat adiknya memiliki handphone, segera memeriksa komunikasi yang tercatat dalam ponsel itu.
Di sana terdapat sejumlah pesan pendek (SMS) dari Unyil untuk Sisi. Afrika berang dan "menginterogasi" Sisi. Kepada keluarganya, Sisi akhirnya menceritakan semua yang sudah dialami. Pada 15 November 2014, orang tua Sisi melaporkan kejadian yang menimpa anaknya itu ke Polsek Pangkalan. Hal yang sama mereka laporkan ke Kepolisian Resor Lima Puluh Kota.
Namun laporan itu seperti tak bertanggap. "Mereka berjanji turun ke lokasi, tapi tidak datang-datang," kata Afrika. Itulah yang membuat warga Nagari Manggilang marah. Mereka pun membakar gudang Rudi. Peristiwa pembakaran itu rupanya berhasil membuat polisi "bergerak".
Sejumlah orang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka antara lain Rudi Darmawan, Syamsu, Anggil, juga Idet. Menurut Kepala Satuan Reserse Polres Kabupaten Lima Puluh Kota Ajun Komisaris Amral, Rudi dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak. Hal yang sama ditimpakan kepada Syamsu. "Dia diduga menyuruh anak dalam penyalahgunaan narkotik," kata Amral. Mereka terancam hukuman hingga 15 tahun penjara. Dalam kasus ini, menurut Amral, Lini dan Sisi adalah korban. Adapun Idet kini masuk daftar buron.
Nizar mengaku prihatin atas kasus yang menimpa Sisi dan peredaran narkotik yang terjadi di kampungnya itu. "Kami akan memberi sanksi adat kepada Syamsul. Dia sudah mencoreng kampung ini," kata tokoh Manggilang itu. Kepada polisi, Abel, yang juga sudah ditangkap polisi, menyebut Rudi, Anggil, dan Syamsul sebagai pengedar narkotik di kampung mereka.
Di Padang, Direktur Hukum Pergerakan Indonesia Guntur Abdurrahman mendesak polisi serius mengusut perkara ini. "Keterlibatan Syamsu dalam kasus ini terkesan ditutup-tutupi," katanya. Menurut Guntur, penetapan Syamsu sebagai tersangka baru dilakukan setelah ada instruksi dari Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Barat. "Selain pencabulan ini, kasus jaringan narkotik yang mesti dibongkar sampai akar-akarnya."
Sisi kini harus berjuang melawan ketergantungan narkotik. Senin pekan lalu, Tempo menemui perempuan berkulit putih itu, yang sedang terkapar di atas tempat tidurnya. Ia tengah sakaw. "Saya butuh itu..., saya butuh itu…. Saya ingin mengisap sabu...," katanya. Matanya terpejam dan buliran keringat membasahi wajahnya.
Andri El Faruqi (Padang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo