Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENGENAKAN kopiah, kaus hitam, dan jaket biru, Bupati Sidoarjo, Jawa Timur, Ahmad Muhdlor Ali keluar dari Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta Selatan, pada Jumat sore, 16 Februari 2024. Anak Kiai Haji Agoes Ali Masyhuri, pengasuh Pondok Pesantren Bumi Shalawat, itu akhirnya selesai diperiksa dalam kasus pemotongan dana insentif pajak Pemerintah Kabupaten Sidoarjo. “Alhamdulillah baru saja diperiksa sebagai saksi,” ujarnya dengan santai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemeriksaan pria yang biasa disapa Gus Muhdlor itu berlangsung selama empat setengah jam. Ini pemeriksaan pertama. Dua pekan sebelumnya, ia mangkir dari undangan KPK lantaran menghadiri acara pemerintah Sidoarjo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peran Gus Muhdlor terungkap saat KPK menggelar konferensi pers penahanan Siska Wati, Kepala Subbagian Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo, pada Senin, 29 Januari 2024. Siska ditangkap bersama sepuluh orang lain dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada empat hari sebelumnya. Dua di antara orang yang sempat ditahan itu adalah RF dan ARS, kakak ipar dan asisten pribadi Gus Muhdlor.
Gus Muhdlor, 33 tahun, membantah terlibat. Ia mengaku tak ikut menikmati korupsi dana insentif pajak pegawai Kabupaten Sidoarjo. “Saya berharap kejadian ini membuat pemerintah lebih transparan mengelola anggaran dan memberikan layanan prima,” katanya di gedung KPK.
Belakangan, KPK juga menetapkan Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono sebagai tersangka. Tapi Siska dan Ari diduga tak mendapat perhatian Gus Muhdlor. Wakil Bupati Sidoarjo Subandi mengatakan pemerintah belum memberikan pendampingan hukum bagi keduanya. “Itu tergantung kebijakan Bupati,” ucapnya. Hingga kini Siska belum menunjuk pengacara.
Juru bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan bantahan Gus Muhdlor tak mempengaruhi proses penyidikan. Menurut dia, materi pembuktian tak hanya bergantung pada kesaksian seseorang. Ia menyebutkan penyidik KPK tengah berupaya melapis pembuktian dengan banyak cara. “Setiap saksi ataupun tersangka berhak berbicara apa pun, sementara tugas kami adalah membuktikan fakta perkara," tuturnya.
Siska Wati diduga menyunat dana insentif bagi para pemungut pajak. Besarannya 10-30 persen. Selama 2023, KPK mendeteksi uang yang digangsir mencapai Rp 2,7 miliar. Ia tak menikmati uang itu sendirian. Dana itu juga diketahui menjadi bancakan sejumlah pejabat. “Termasuk kebutuhan Kepala BPPD Ari Suryono dan Bupati Sidoarjo,” ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat konferensi pers.
Seorang penegak hukum di KPK menyebutkan peran Gus Muhdlor terendus setelah Siska menerima perintah menyiapkan uang Rp 100 juta. Perintah itu ditengarai berasal dari Gus Muhdlor kepada Ari, lalu diteruskan kepada Siska. Rencananya uang itu diserahkan kepada kakak ipar Gus Muhdlor, RF. Siska mematuhi perintah itu. Tim penyidik yang sudah memantau pergerakan mereka langsung melancarkan OTT tak lama setelah penyerahan uang.
KPK menciduk Siska dengan barang bukti uang Rp 66 juta. Sebanyak Rp 30 juta disita dari kediamannya. Sisanya diperoleh setelah penyidik mengajaknya ke anjungan tunai mandiri untuk mengambil uang simpanan potongan dana insentif yang tersimpan di rekening banknya. Kepada penyidik, Siska mengatakan sebagian besar uang sudah didistribusikan untuk mendanai keperluan atasan.
Ali Fikri mengatakan Ari ditahan sejak 23 Februari 2024 selepas menjalani pemeriksaan ketiga. KPK meyakini Ari menikmati uang hasil pemotongan pajak untuk kepentingannya dan Bupati. Uang tersebut disetor secara tunai lewat beberapa orang kepercayaan Bupati. “Ada dugaan komunikasi dan koordinasi dengan sejumlah perantara Bupati,” katanya.
Sebelum ditahan, Ari tak menjawab pertanyaan wartawan soal penetapannya sebagai tersangka. Setelah keluar dari gedung KPK, ia langsung memasuki mobil tahanan dan menghindari pertanyaan wartawan saat akan diboyong ke rumah tahanan KPK. Pengacara Ari, Makin Rahmat, juga belum mau mengomentari kasus kliennya. “Ngapunten, saya no comment,” ucapnya melalui pesan WhatsApp.
Meski sudah membeberkan peran setiap pihak secara gamblang, komisi antirasuah tak kunjung menjerat Gus Muhdlor. Seorang penegak hukum di KPK mengatakan tim penyidik sebenarnya sudah mengajukan surat penetapan tersangka Gus Muhdlor pada pekan lalu. Namun usul itu kandas. Pucuk pimpinan di Kedeputian Penindakan berdalih alat bukti untuk menetapkan keterlibatan Gus Muhdlor masih lemah.
Deputi Penindakan KPK Inspektur Jenderal Rudi Setiawan tak kunjung merespons permintaan wawancara Tempo hingga Sabtu, 24 Februari 2024. Pesan yang dikirim melalui aplikasi WhatsApp dan panggilan telepon tak kunjung berbalas. Direktur Penyidikan KPK Brigadir Jenderal Asep Guntur Rahayu dan Direktur Penyelidikan KPK Brigadir Jenderal Endar Priantoro juga tak merespons pertanyaan yang dikirimkan mengenai adanya tarik-ulur penetapan Gus Muhdlor sebagai tersangka.
Alotnya sikap pimpinan sudah terlihat saat KPK mengadakan forum gelar perkara beberapa hari setelah OTT dilakukan. Pimpinan di Kedeputian Penindakan merekomendasikan kasus ini dilimpahkan ke kepolisian. Alasannya, Siska bukanlah pejabat negara. Alat bukti kasus itu juga terbilang minor. Namun usul itu dipatahkan oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. “Awalnya memang ada wacana pelimpahan. Tapi nanti malah bikin ribet,” ujar Alex.
Dalam wawancara dengan Tempo pada 3 Februari 2024, Rudi Setiawan membenarkan adanya opsi pelimpahan perkara. Menurut dia, usul itu sudah melewati kajian tim di Direktorat Penyelidikan hingga Penyidikan. Ia menganggap penanganan kasus Siska tak sejalan dengan kerja penindakan KPK yang berorientasi pada pemulihan aset kerugian negara. “Kan, malu kalau KPK menangani perkara kecil,” tuturnya.
Sejumlah pihak yang mengetahui perkara ini mengatakan Gus Muhdlor dikabarkan mendapatkan bala bantuan dari sejumlah pihak setelah KPK menggelar operasi tangkap tangan di Sidoarjo. Indikasi itu terlihat dari kunjungan sejumlah perwira tinggi ke rumah ayah Gus Muhdlor, KH Agoes Ali, tak lama setelah OTT. Kesaksian seorang politikus pendukung pemerintah dan seorang tokoh Nahdlatul Ulama di Jawa Timur menguatkan hal itu. “Ada komunikasi seorang menteri loyalis Jokowi dengan petinggi di Mabes Polri,” katanya.
Dalam pertemuan itu, para jenderal berjanji mengawal penanganan perkara asalkan keluarga Bupati segera mendeklarasikan dukungan kepada calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. KH Agoes Ali menyepakati tawaran itu. Ketika dimintai konfirmasi, KH Agoes Ali membantah kabar adanya pertemuan dengan para perwira tinggi dan komitmen dukungan mereka dalam pemilihan presiden. “Apa yang Anda katakan tidak benar,” ujarnya melalui pesan WhatsApp.
Namun, sepekan seusai pertemuan itu, keluarga besar Pesantren Bumi Shalawat menggelar hajatan akbar bertajuk “Santri Nderek Kyai”. KH Agoes Ali dan Gus Muhdlor hadir dalam acara tersebut. Begitu pun dengan ipar Gus Muhdlor yang kini menjabat Bupati Gresik, Fandi Akhmad Yani. Pernyataan mereka yang sebelumnya mendukung pasangan calon presiden Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, calon yang diusung Partai Kebangkitan Bangsa—partai yang mendukung Gus Muhdlor menjadi Bupati Sidoarjo—berubah 180 derajat sejak pertemuan itu.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Nurhadi dan Hanaa Septiana dari Surabaya berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Janji Jenderal untuk Gus Muhdlor"