Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Catatan:
Foto artikel ini telah diubah pada jam 17.20 tanggal 28 November 2022, karena terdapat kekeliruan pemilihan foto Tan Paulin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kami memohon maaf atas kesalahan ini. Terima kasih
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KASUS tambang ilegal di Kalimantan Timur turut menyeret nama pengusaha batu bara Tan Paulin. Berbagai dokumen investigasi Biro Pengamanan Internal Divisi Profesi dan Pengamanan Markas Besar Kepolisian RI menyebutkan Tan Paulin diduga bekerja sama dengan Ismail Bolong. Ia diduga membeli batu bara ilegal dari para penambang yang dikoordinasi Ismail.
Tan Paulin memiliki perusahaan tambang PT Sentosa Laju Energy (SLE) yang berkantor di Jalan Mayjen Jonosewojo, Dukuh Pakis, Surabaya, Jawa Timur. Di bagian depan gedung terdapat dua papan nama bertulisan SLE dan Verona. Verona adalah toko interior rumah dan kantor.
Sejumlah karyawan tampak berlalu lalang di depan bangunan tiga lantai bergaya Romawi dan bercat putih itu. "Gedung ini juga difungsikan sebagai tempat usaha interior milik kakak Ibu Tan Paulin," ujar Tirta Mayasari, anggota staf administrasi PT Sentosa, kepada Tempo pada Jumat, 18 November lalu.
Berdasarkan dokumen Kementerian Energi, PT Sentosa Laju Energy tercatat sebagai pemegang izin usaha pertambangan operasi produksi khusus serta izin untuk membeli, mengangkut, dan menjual komoditas tambang mineral dan batu bara. Perusahaan ini beroperasi di Kalimantan Timur.
Tirta menjelaskan, karyawan yang tampak lalu lalang di kantornya adalah pegawai toko Verona. Adapun karyawan PT Sentosa, selain yang bertugas mengurus administrasi perusahaan, lebih banyak berada di tambang. Begitu pula Tan Paulin, meski masih aktif sebagai pemimpin perusahaan, sudah lebih dari sepuluh bulan tidak datang ke kantor. "Terakhir ketemu Desember tahun lalu," tuturnya.
Nama Tan Paulin muncul pada 13 Januari lalu. Dia dibahas dalam rapat kerja Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Rapat yang awalnya membahas pemenuhan kewajiban pasokan dalam negeri itu berubah menjadi pembahasan sosok Tan Paulin.
Anggota Fraksi Partai Demokrat, Muhammad Nasir, mengatakan ada dugaan penambangan dan penjualan batu bara secara ilegal di Kalimantan Timur. Dia menyebutkan nama Tan Paulin yang dikenal sebagai “Ratu Batu Bara” dan diduga terlibat dalam penjualan batu bara ilegal.
Nasir juga menuding aktivitas bisnis batu bara Tan Paulin turut berperan merusak infrastruktur jalan di Kalimantan Timur. "Produksi Ratu Batu Bara itu mencapai satu juta ton per bulan, tapi tidak ada dalam laporan Kementerian Energi," ucap Nasir dalam rapat tersebut.
Sejak saat itu, Tan Paulin jarang muncul. Melalui pengacaranya, Yudistira, Paulin menyebarkan siaran pers yang berisi bantahan tuduhan Nasir. Menurut Yudistira, perusahaan Tan Paulin telah menjalankan bisnis sesuai dengan aturan pemerintah. "Semua batu bara klien kami sudah melalui proses verifikasi kebenaran asal-usul barang," katanya.
Tan Paulin memang bukan pemain baru dalam bisnis batu bara. Pada 2011, dia sudah tercatat terlibat jual-beli batu bara dengan pengusaha dan PT Energy Lestari Sentosa. Dokumen kepaniteraan mencatat Tan Paulin pernah bersengketa dengan Komisaris PT Energy Lestari, Eunike Lenny Silas, pada 2013.
Keduanya saling lapor atas perselisihan transaksi jual-beli batu bara antara PT Energy Lestari Sentosa dan PT Sentosa Laju Energy. Tan Paulin melaporkan Eunike ke Kepolisian Daerah Jawa Timur, sedangkan Eunike melaporkan Tan Paulin ke Badan Reserse Kriminal Polri.
Belakangan, Tan Paulin dan Eunike sepakat berdamai. "Para pihak sepakat dengan iktikad baik untuk saling meminta maaf dan berdamai," demikian isi akta perdamaian mereka yang disahkan Pengadilan Negeri Surabaya pada 14 November 2016.
Nama Tan Paulin kembali menjadi pembicaraan pada Desember 2021. Dia disebut sebagai aktor di balik pengerahan massa yang menutup jalan akses menuju tambang PT Batuah Energi Prima di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. PT Batuah adalah pemegang izin usaha penambangan operasi produksi batu bara seluas 1.253 hektare di sana.
Sempat menghilang dari pemberitaan media selama sepuluh bulan, Tan Paulin kembali menjadi sorotan. Gara-garanya adalah beredarnya video pengakuan mantan anggota Kepolisian Resor Kota Samarinda, Ajun Inspektur Satu Ismail Bolong, pada awal November lalu.
Kini Tan Paulin kembali menjadi pembicaraan di Komisi Energi DPR. Anggota Komisi Energi dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Adian Yunus Yusak Napitupulu, mengusulkan pemeriksaan Tan Paulin. "Semua informasi dan dugaan perlu dipelajari dan disikapi secara serius kebenarannya, apalagi jika ada kerugian negara," tuturnya.
Tan Paulin tak kunjung merespons permintaan wawancara. Saat kantornya didatangi, dia memerintahkan pegawainya, Tirta Mayasari, menolak permintaan wawancara Tempo. “Abaikan saja,” tulis Tan Paulin melalui aplikasi pesan WhatsApp kepada Tirta.
MUHADZIB ZAKY (SURABAYA)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo