Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kursi kayu di depan Pos Somografi, Satuan Tugas TNI Pengamanan Perbatasan Indonesia-Papua Nugini dari Batalion Infanteri 310/Kidang Kancana, berderit-derit. Di atasnya, 10 anak merubung satu ponsel pintar yang sedang diisi daya. Mereka tertawa saat menonton video kartun di Youtube.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dua dari sekumpulan anak itu, Luis Pull dan Fabian, siswa Kelas IV SD YPPK Akarinda, Kampung Somografi, Distrik Web, Kabupaten Keerom, bercerita kepada TIM InfoTempo, mereka belajar menggunakan ponsel pintar dari orang tua dan guru. “Ya, belajar cara pakai internet,” kata Luis Pull, Kamis, 23 November 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hingga menjelang petang, anak-anak itu terus berkerumun menikmati video di ponsel. Tak mempedulikan para remaja yang bermain voli di lapangan depan pos. "Senang sekali lihat (video) ini, Bapak. Hiburan," kata Fabian.
Kepala Sekolah SD YPPK Akarinda, Hironimus Goa, mengatakan Kampung Somografi merupakan daerah terpencil di tapal batas Papua. Mayoritas masyarakat kampung ini bekerja sebagai petani dan berburu. Ponsel berbasis Android masih menjadi barang mewah. Kalaupun ada, hanya satu untuk seluruh keluarga. "Otomatis anak-anak tidak mungkin belajar online seperti di kota besar,” ujarnya.
Masalah kedua, listrik di Kampung Somografi hilang. Pemerintah Kabupaten Keerom pernah memberi bantuan melalui pemasangan solar cell di tiap rumah. Ada 500 kepala keluarga di kampung ini. Namun, warga tidak tekun merawat, panel surya banyak yang rusak. Kampung ini kembali remang-remang pada malam hari.
Saat ini, warga yang memiliki ponsel pintar hanya bisa mengisi daya di pos jaga TNI. Di lokasi tersebut terdapat pembangkit listrik tenaga surya. “Tiap hari warga kampung datang ke sini untuk charging ponsel mereka. Kalau pagi sampai siang, penuh hape berderet,” kata Komandan Pos Letnan Dua Infanteri Entis Sutisna yang langsung menunjuk satu sudut pos dengan belasan steker di dinding.
Dalam perjalanan Tim InfoTempo dari Kota Arso, pusat pemerintahan Kabupaten Keerom ke Kampung Somografi, terlihat tiang-tiang listrik tanpa kabel di sepanjang jalan provinsi. Memasuki jalan kampung tidak tampak tiang listrik memasuki wilayah yang berbatasan dengan Papua Nugini.
Adapun, jalan aspal di Distrik Web hanya sampai Kampung Favenumbu. Dari wilayah tersebut menuju Kampung Somografi, hanya tersedia jalan tanah yang mendaki dan berliku. Hanya kendaraan 4x4 yang sanggup melewati medan tersebut. Beberapa kali mobil yang ditumpangi Tim InfoTempo bermanuver di tanah yang becek dan melewati jembatan kayu yang dibangun swadaya oleh masyarakat atau bersama TNI.
Satu hari sebelum kunjungan, tim mendengar kabar salah satu jembatan patah. Rencana perjalanan menuju kampung ini terancam batal. Berkat bantuan informasi yang diteruskan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Keerom, jembatan itu sudah diperbaiki.
Di perjalanan, kami sempat tertahan karena mobil pengangkut bahan bangunan terperosok ke dalam lumpur. Beberapa kali mobil kami nyaris terjun ke jurang karena sebagian jembatan kayu mulai lapuk. "Apalagi kalau hujan, kami tidak bisa lewat, terlalu bahaya," ucap Hironimus mendengar cerita tersebut.
Masalah jalan itu pula yang mempersulit proses belajar mengajar di Kampung Somografi. Setiap hari Hironimus dibantu tiga guru memberikan pendidikan. Sebenarnya ada enam guru, tetapi tiga guru lainnya tidak bisa datang setiap hari karena tinggal di perkampungan bawah.
"Tidak setiap hari mobil datang ke Somografi. Kami tidak bisa menetapkan jadwal kapan harus pergi kalau ada keperluan dengan dinas pendidikan. Kami yang harus ikut jadwal mobil, bukan mobil ikut jadwal kami,” kata Hironimus.
Beruntung, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mengeluarkan kebijakan Merdeka Belajar. Setiap sekolah bebas menentukan sistem pembelajaran yang cocok dengan kondisi di wilayahnya. Sehingga setiap ujian semester, Hironimus bersama guru di sekolah membuat soal.