Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

internasional

Dilema Energi Benua Biru

Uni Eropa meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan untuk mengatasi krisis energi akibat perang Rusia-Ukraina.

18 September 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pemerintah Belanda berusaha mengatasi naiknya harga energi.

  • Pemerintah menggelontorkan subsidi dan memperpanjang masa aktif pembangkit listrik tenaga batu bara.

  • Uni Eropa mendorong peningkatan kapasitas energi tenaga angin di Laut Baltik.

NEGARA-NEGARA Uni Eropa sedang mengalami dilema. Di satu sisi, mereka harus menjalankan komitmen transisi ke energi hijau. Di sisi lain, krisis energi melanda benua itu karena pasokan gas alam sebagai sumber energi listrik murah dari Rusia macet. Rusia menghentikan kiriman gas ke Eropa sebagai balasan atas berbagai sanksi negara Eropa karena perang Rusia-Ukraina.

Eropa makin terdesak karena kebutuhan gas untuk pemanas ruangan yang akan meningkat di musim dingin kian dekat. Harga gas mungkin melonjak dan menekan rumah tangga. Menteri Iklim dan Energi Belanda Rob Jetten berusaha mencegahnya. “Pemutusan energi (untuk pelanggan) di musim dingin mendatang karena harga-harga yang demikian tinggi... tidak boleh terjadi,” kata Jetten dalam acara di stasiun televisi NPO 1 pada Rabu, 14 September lalu. “Untungnya, perusahaan-perusahaan energi juga menyetujui ini.”

Jetten menambahkan bahwa harga energi saat ini tidak akan bisa kembali turun ke tingkat sebelum perang Rusia-Ukraina. "Pemerintah akan mencoba semaksimal mungkin untuk menekan tagihan energi, tapi kami tidak bisa menjanjikan 100 persen kompensasi,” ujarnya.

Rusia menghentikan pengiriman gas melalui pipa Nordstream 1, yang menghubungkan Rusia dan Jerman sebagai jalur utama pemasokan dua pertiga kebutuhan gas Uni Eropa, pada awal bulan ini. Maksimum kapasitas gasnya sebesar 55 miliar meter kubik per tahun. Rusia kini mengalihkan gasnya ke Cina.

Bank Dunia mencatat lonjakan harga gas alam di Eropa. Tahun lalu, harganya rata-rata US$ 16,12 per juta metrik unit panas Inggris (MMBTU). Pada Juni lalu, rata-rata harganya mencapai US$ 33,56 per MMBTU dan naik hampir dua kali lipat menjadi US$ 70,04 per MMBTU per Agustus.

Dalam rapat dengar pendapat di parlemen pada Rabu, 14 September lalu, perwakilan dari dua pemasok energi terbesar Belanda, Eneco dan Vattenfall, menyampaikan keresahan warga tentang tagihan energi mereka yang membengkak. Sekitar seperempat pelanggan Eneco terlambat membayar tagihan dan kebanyakan tunggakan melebihi 1.000 euro.

Pemerintah Belanda mencoba menanggulanginya dengan berbagai kebijakan. Misalnya, pelanggan gas dan listrik dengan pendapatan terbatas diberi kemungkinan meminta tunjangan sebesar 1.300 euro atau hampir Rp 19,5 juta untuk membayar tagihan gas. Lewat berbagai kebijakan pajak, semua rumah tangga di Belanda akan menerima tunjangan energi masing-masing senilai hampir Rp 8,2 juta pada tahun ini. Pemerintah Belanda, seperti negara Uni Eropa lain, bermaksud membiayai subsidi ini antara lain dengan mewajibkan perusahaan-perusahaan energi menyerahkan sebagian keuntungan mereka untuk kepentingan tersebut. Pemerintah Perdana Menteri Mark Rutte juga berencana menganggarkan dana darurat sebesar 150 juta euro terutama untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah.

Cara lain adalah menggenjot produksi energi dalam negeri. Pada Juni lalu, Rob Jetten mengumumkan bahwa pembangkit listrik berbasis batu bara, yang tadinya hanya boleh bekerja dengan kapasitas 35 persen, diizinkan beroperasi penuh sampai 2024.

Keputusan ini dikritik pegiat lingkungan. Faizal Oulahsen, Kepala Iklim dan Energi Greenpeace Belanda, memperingatkan bahwa keputusan itu dibuat “tanpa berpikir ke depan”. Pemakaian energi batu bara, “Menyebabkan kita saat ini jauh tertinggal dalam komitmen iklim kita,” tuturnya kepada Tempo, Kamis, 15 September lalu.

Di bawah Perjanjian Paris, Uni Eropa berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca penyebab perubahan iklim hingga 55 persen pada 2030 dari tingkat emisi pada 1990. Organisasi negara-negara di Benua Biru itu juga berambisi menjadi kawasan pertama yang bebas karbon pada 2050. Untuk itu, mereka telah mulai mematikan pembangkit listrik tenaga batu bara dan nuklir satu per satu. Namun krisis energi saat ini memaksa mereka menghidupkan kembali atau memperpanjang masa aktif pembangkit tersebut.

Komisioner Energi Uni Eropa Kadri Simson menyatakan bahwa ketahanan energi mereka tahun ini dibangun dengan dua pilar, yakni percepatan penggunaan energi terbarukan dan penghematan energi. "Memang, jika kami ingin mencapai target 2030 kami, konsumsi gas kami harus turun sekitar 30 persen," katanya menjawab pertanyaan Tempo dalam konferensi pers di Jakarta pada Selasa, 6 September lalu.

Negara anggota Uni Eropa, Simson menambahkan, telah bersepakat tahun ini akan memangkas konsumsi gas alam sebesar 15 persen. "Dan kemudian, tentu saja, saat ini kami mengalihkan rute pasokan (gas) kami," tuturnya. Vincent Piket, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam, sebelumnya menyampaikan bahwa mereka telah menemukan sumber alternatif pasokan energi, seperti Norwegia, Amerika Serikat, Mesir, Israel, dan Qatar serta negara-negara Teluk lain.

"Mengurangi permintaan (listrik) pada jam puncak akan menyebabkan pengurangan konsumsi gas alam sebesar 1,2 miliar meter kubik selama musim dingin," tulis Komisi dalam proposal penghematan energinya. "Meningkatkan efisiensi energi juga merupakan bagian penting dalam upaya memenuhi komitmen iklim kita di bawah Kesepakatan Hijau Eropa."

Komisioner Ekonomi Uni Eropa Paolo Gentiloni mengatakan proposal untuk mengatasi krisis energi ini dijalankan dengan semangat keadilan. "Di masa-masa yang luar biasa sulit bagi banyak orang ini, perusahaan bahan bakar fosil telah menikmati harga yang sangat tinggi. Jadi penting bagi mereka untuk membayar bagian mereka secara adil guna mendukung rumah tangga yang rentan dan sektor-sektor yang terkena dampak serta menuju gunungan investasi di hadapan kita dalam energi terbarukan dan efisiensi energi," ucapnya. "Dalam menghadapi persenjataan energi (Presiden Rusia Vladimir) Putin, kita membutuhkan upaya solidaritas bersama untuk membangun Eropa yang lebih aman dan berkelanjutan.”

Menurut Simson, mereka kini harus mempercepat pelepasan ketergantungan pada energi berbasis fosil seperti minyak bumi untuk mencapai target pengurangan emisi. "Inilah yang telah kami lakukan. Jadi kami akan mengganti bahan bakar berbasis fosil Rusia yang hilang dengan energi terbarukan dan memprioritaskan penghematan energi," ujarnya.

Simson menuturkan bahwa ia baru saja mengunjungi Denmark, tempat digelarnya Konferensi Tingkat Tinggi Keamanan Energi Laut Baltik pada akhir Agustus lalu. Para pemimpin yang hadir dalam konferensi bersepakat membangun pembangkit listrik tenaga angin lepas pantai berkapasitas 20 gigawatt. Mereka adalah Perdana Menteri Polandia Mateusz Morawiecki, Perdana Menteri Latvia Krišjānis Kariņš, Perdana Menteri Estonia Kaja Kallas, Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen, Perdana Menteri Finlandia Sanna Marin, Presiden Lithuania Gitanas Nausėda, dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen. Pada Mei lalu, Jerman, Denmark, Belanda, dan Belgia juga bersepakat meningkatkan kapasitas pembangkit listrik tenaga angin di Laut Utara sebesar 10 kali lipat hingga 150 gigawatt pada 2050.

Komisi berencana menaikkan produksi listrik tenaga bayu ini dari 12 gigawatt saat ini menjadi 60 gigawatt pada 2030 dan 300 gigawatt pada 2050 untuk mengatasi krisis energi. "Ini target yang sangat ambisius," kata Simson.

Menurut Simson, kelebihan sumber tenaga listrik dari angin lepas pantai adalah masa pensiun yang sangat panjang dan paling murah. "Terlepas dari keadaan krisis energi saat ini di Eropa, kami belum melepaskan komitmen iklim kami, baik untuk target 2030 maupun 2050," ujarnya.

DANIEL AHMAD, LINAWATI SIDARTO (AMSTERDAM)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus