Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

internasional

Lembah yang Menolak Takluk

Uni Soviet dan Taliban tak pernah bisa menaklukkan lembah Panjshir. Mengapa?

28 Agustus 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Amrullah Saleh, Wakil Presiden Afganistan, membangun basis perlawanan terhadap Taliban di Lembah Panjshir.

  • Mereka mengklaim 10 ribu serdadu elite Afganistan telah bergabung di sana.

  • Lembah itu sejak dulu menjadi basis pertahanan tangguh yang belum pernah ditundukkan oleh tentara Uni Soviet maupun Taliban.

LEMBAH Panjshir sebenarnya berada tak jauh dari Kabul. Jaraknya hanya sekitar 50 kilometer atau satu jam berkendara dari ibu kota Afganistan itu. Mulut lembah berada tak jauh dari Pangkalan Udara Bagram, tempat pasukan Amerika Serikat dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dulu bermarkas. Namun lembah itu dikenal sebagai kawasan yang tak pernah bisa ditaklukkan, baik oleh rezim komunis pada era 1980-an maupun pada masa kekuasaan Taliban hingga 2001.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lembah itu kini menjadi basis perlawanan setelah Taliban menduduki Kabul pada 15 Agustus lalu. Dari lembah itu, Amrullah Saleh, Wakil Presiden Afganistan, memproklamasikan diri sebagai presiden yang sah setelah Presiden Ashraf Ghani kabur ke Uni Emirat Arab. Menteri pertahanan Jenderal Bismillah Mohammadi dan Ahmad Massoud, putra Ahmad Shah Massoud, pemimpin gerakan anti-Taliban hingga 2001, juga bergabung di sini. Mereka mengklaim 10 ribu serdadu elite Afganistan telah bergabung dan mengumumkan akan berperang melawan Taliban hingga titik darah penghabisan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Saya menulis dari Lembah Panjshir pada hari ini, siap untuk mengikuti jejak ayah saya, bersama para pejuang mujahidin yang siap untuk sekali lagi melawan Taliban,” tulis Ahmad dalam sebuah opini di Washington Post setelah Taliban menduduki Kabul. Dia juga meminta Amerika Serikat memberi bantuan dan senjata untuk memerangi Taliban.

Dulu lembah ini menjadi salah satu basis pertahanan Aliansi Utara, koalisi kelompok milisi di kawasan utara Afganistan yang menentang pemerintahan Taliban, yang berkuasa selama 1996-2001. Pemimpin aliansi ini antara lain Karim Khalili, Abdul Rashid Dostum, Abdullah Abdullah, Amrullah Saleh, dan Ahmad Shah Massoud, bekas menteri dalam negeri pada pemerintahan Presiden Burhanuddin Rabbani.

Massoud adalah pemimpin Front Panjshir, yang berbasis di Lembah Panjshir, dan berperan penting dalam mengkoordinasikan gerakan Aliansi. Pada 9 September 2001, dua pengebom bunuh diri, yang diduga dari kelompok Al-Qaidah, menyerangnya. Tokoh yang dijuluki "Singa Panjshir" itu tewas saat dibawa ke rumah sakit. Dia praktis menjadi legenda dan fotonya terpampang di berbagai tempat di Lembah Panjshir. Hamid Karzai kemudian mengangkatnya sebagai pahlawan nasional.

Setelah Al-Qaidah menyerang gedung World Trade Center pada 11 September 2001, tentara Amerika Serikat menginvasi Afganistan dan memberi dukungan kepada Aliansi. Setelah Taliban jatuh pada Desember tahun itu, Aliansi dibubarkan dan sebagian pemimpinnya duduk di pemerintahan baru di bawah Presiden Hamid Karzai.

Lembah Panjshir dikenal sebagai basis pertahanan yang kukuh. Tentara Uni Soviet ataupun Taliban tak pernah bisa menundukkannya. Sisa-sisa serangan mereka, seperti tank dan helikopter rusak Soviet, tampak tergeletak dan berkarat di sekitar lembah.

Lembah itu memang panjang dan sempit. Panjangnya sekitar 120 kilometer, melintang dari mulut lembah di sisi barat yang dekat dengan Kabul hingga ke timur yang mengarah ke negara tetangga Tajikistan. Lembah itu diapit pegunungan yang puncaknya mencapai sekitar 3.000 meter dari dasar lembah yang menjadi tembok alam yang melindungi orang-orang di dalamnya.

Kini ada pembangkit listrik tenaga air dan tenaga angin di lembah itu. Pemerintah Amerika telah membantu membangun jalan dan menara radio yang dapat menangkap sinyal dari Kabul di sana. Jalan sempit itu menjadi satu-satunya jalan masuk dan melintasi dinding batu dan Sungai Panjshir.

“Ada aspek mistis di seluruh daerah itu. Ia bukan cuma lembah. Sekali Anda masuk ke sana, ada sedikitnya 21 lembah kecil yang saling terhubung,” tutur Shakib Sharifi kepada BBC. Pria yang lahir dan besar di Panjshir ini meninggalkan Afganistan setelah Taliban berkuasa.

Menurut BBC, 150-200 ribu orang bermukim di sana. Kebanyakan dari suku Tajik, salah satu suku besar di Afganistan. Penduduk hidup dengan bercocok tanam dan menambang batu-batu mulia, seperti zamrud dan lazuardi. Ada 20-40 tambang batu mulia yang tersebar di ngarai-ngarai di daerah tersebut.

Zamrud biasanya dikirim ke Pakistan untuk diolah dan kemudian diekspor ke seluruh dunia. Selain itu, ada pula tambang perak yang hasilnya dikirim ke Lembah Andarab di utara Panjshir untuk dibikin menjadi berbagai produk.

Pada masa perang dulu, sekitar 20 persen dari hasil penjualan batu mulia inilah yang banyak mendanai pasukan Front Panjshir. Jumlah dana dari zamrud ini terus meningkat setiap tahun, rata-rata hingga US$ 10 juta. Sumber dana lain adalah pajak yang dipungut dari hasil panen pertanian dan industri pengolahan hasil tambang.

Lembah yang Menolak Takluk

Setelah pemerintahan Taliban jatuh pada 2001, Lembah Panjshir dimekarkan menjadi provinsi, yang terkecil di seluruh Afganistan. Para pemimpinnya diberi posisi penting di pemerintahan dan militer. Lembah itu pada kenyataannya menjadi daerah otonom karena menjadi satu-satunya provinsi yang gubernurnya ditunjuk, bukan dipilih langsung oleh rakyat.

Sejak pemerintahan sipil terbentuk, milisi di lembah itu dibubarkan dan menyerahkan senjatanya kepada pemerintah. Namun lembah itu diduga masih menyimpan stok senjata yang besar. Selain milik bekas milisi, polisi dan tentara yang berasal dari Panjshir menyimpan banyak senjata mereka di sana karena khawatir terhadap pemerintahan Presiden Hamid Karzai dan Ashraf Ghani.

“Kami telah menyimpan amunisi dan senjata yang kami kumpulkan dengan sabar sejak era bapak saya karena kami tahu masa ini akan datang,” tulis Ahmad Massoud di Washington Post.

Seorang tentara Prancis yang berperang di Panjshir bersama ayah Ahmad di akhir 1990-an menyatakan bahwa Ahmad telah mempersiapkan perlawanan ini selama berbulan-bulan. Ahmad telah membentuk pasukan dari angkatan muda dan menyediakan kendaraan, helikopter, dan amunisi. “Mereka punya sarana untuk berlaga,” ucapnya, yang minta namanya tidak diungkap, kepada AFP.

Ahmad berkunjung ke Paris pada Maret lalu dan bertemu dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron saat menghadiri upacara pemberian nama jalan dengan nama ayahnya. Saat itu, dia banyak mengkritik pemerintahan Afganistan dan Taliban. Menurut dia, jika ada yang berusaha memaksakan kehendak dengan paksa, “Kami akan tegak dan kami akan melawannya sebagaimana yang ayah-ayah kami lakukan.”

Namun Gilles Dorronsoro, ahli Afganistan dari Sorbonne University, Prancis, ragu bahwa Panjshir akan menjadi ancaman serius bagi Taliban. “Perlawanan mereka saat ini hanya verbal karena Taliban belum berusaha memasuki Panjshir,” ucapnya kepada AFP. “Taliban hanya perlu mengunci Panjshir. Mereka bahkan tak harus masuk ke lembah itu.”

Setelah menguasai Kabul hampir tanpa perlawanan, Taliban kini mulai menghadapi tantangan dari berbagai kelompok. Mereka belum menanggapi ancaman dari kubu Lembah Panjshir. Namun mereka kini juga harus berurusan dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) wilayah Khorasan, yang disebut ISIS-K.

Serangan bom bunuh diri ISIS di luar Bandar Udara International Hamid Karzai dan Baron Hotel terjadi pada Kamis, 26 Agustus lalu. Reuters melaporkan serangan itu telah membunuh 85 warga sipil dan 13 tentara Amerika. “Kami tidak akan memaafkan. Kami tidak akan lupa. Kami akan memburu kalian dan kalian akan membayarnya,” kata Presiden Amerika Joe Biden setelah serangan itu.

Serangan itu makin merepotkan Taliban, yang sedang berusaha menarik dukungan internasional dengan berjanji tidak akan mengizinkan ada kelompok yang menggunakan wilayah Afganistan sebagai basis untuk menyerang negara mana pun. Ini sesuai dengan janji Taliban dalam kesepakatan Taliban dan Amerika di Doha pada Februari 2020.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus