Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

internasional

Rusia Bantu Rezim Militer Kembangkan Nuklir

Perusahaan energi atom pemerintah Rusia membantu Myanmar mengembangkan nuklir. Pemimpin junta militer Min Aung Hlaing bertemu dengan Vladimir Putin.

10 September 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Rusia akan membantu rezim militer Myanmar mengembangkan nuklir.

  • Mantan Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak, meminta pengampunan Raja Malaysia dalam kasus 1MDB.

  • Hakim Hong Kong menyatakan buku anak-anak untuk terapi wicara menyebarkan hasutan anti-Cina.

Myanmar

Rusia Bantu Rezim Militer Kembangkan Nuklir

PEMERINTAH Rusia, melalui perusahaan energi atom pemerintah Rosatom, akan membantu rezim militer Myanmar dalam pengembangan nuklir di Myanmar dalam dua tahun. Kerja sama itu disahkan di sela-sela Forum Ekonomi Timur di Vladivostok, Rusia, saat pemimpin junta militer Min Aung Hlaing bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada Rabu, 7 September lalu. “Hubungan kami berkembang secara positif,” kata Putin dalam pertemuan itu seperti dikutip RIA Novosti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rosatom menyatakan dokumen kerja sama itu ditandatangani oleh Direktur Jenderal Rosatom Alexey Likhachev, Menteri Sains dan Teknologi Myanmar Myo Thein Kyaw, dan Menteri Tenaga Listrik Myanmar Thaung Han di hadapan Min Aung Hlaing pada Selasa, 6 September lalu. Dokumen itu berisi peta jalan “penggunaan energi atom secara damai” selama 2022-2023. “Secara khusus dokumen tersebut memberikan perluasan kerangka hukum bilateral dan kemungkinan pelaksanaan proyek reaktor kecil di Myanmar,” tutur Rosatom dalam siaran pers.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Myanmar mengumumkan rencana pengembangan nuklir pada 1999. Pada 2007, Rusia setuju membangun pusat riset nuklir, termasuk reaktor 10 megawatt termal dan fasilitas lain. Pada 2015, kedua negara menandatangani perjanjian awal untuk penggunaan energi nuklir secara damai.


Malaysia

Najib Razak Meminta Pengampunan Raja

MANTAN Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak, meminta pengampunan dari Raja Malaysia atas hukuman yang diterimanya dalam kasus 1MDB. Azhar Harun, Ketua Dewan Rakyat—parlemen negeri itu—menyatakan menerima salinan surat petisi pengampunan Najib bertarikh 1 September 2022 dari Tetuan Shafee & Co.

Mahkamah Tinggi Kuala Lumpur menjatuhkan hukuman 12 tahun penjara dan denda 210 juta ringgit atau sekitar Rp 695 miliar kepada Najib dalam kasus korupsi lembaga investasi negara 1MDB pada 28 Juli 2020. Mahkamah Federal menolak permohonan banding yang diajukan Najib pada 23 Agustus 2022. Najib kini masih menghadapi empat dakwaan dalam kasus 1MDB dan lembaga lain.

Menurut undang-undang, anggota parlemen yang dihukum penjara di atas setahun atau didenda lebih dari 2.000 ringgit akan kehilangan hak menjadi anggota parlemen. Najib menjadi anggota Dewan Rakyat sejak 1986 dari partai Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO). Hak Najib menjadi anggota parlemen dapat dipulihkan bila Raja Sultan Abdullah Sultan Ahmad Shah mengabulkan permohonan pengampunannya. “Ini bermakna status Najib sebagai anggota parlemen pada saat ini tidak berubah dan hanya akan ditetapkan apabila petisi pengampunan itu dipenuhi,” ucap Azhar seperti dikutip Malaysia Now, Senin, 5 September lalu.


Hong Kong

Buku Anak-anak Dituduh Menghasut

HAKIM pengadilan Hong Kong menyatakan lima terapis wicara bersalah karena menerbitkan buku anak-anak yang dinilai menghasut pada Rabu, 7 September lalu. Mereka diancam dengan hukuman dua tahun penjara.

Jaksa berpendapat bahwa tiga buku terdakwa, seri Sheep Village tentang sekawanan domba yang menentang aturan tirani kawanan serigala, menyebarkan ide-ide separatis dengan menggambarkan pemerintah Cina sebagai “negara yang brutal dan otoriter”. Jaksa menilai buku-buku itu digunakan untuk “menyatukan kekuatan anti-Cina dan anti-Hong Kong” dan dapat melemahkan kedaulatan Cina atas Hong Kong.

Buku seri Sheep Village yang disita kepolisian Hong Kong, di Hong Kong, Cina, Juli 2021. REUTERS/Tyrone Siu/File Photo

“Orang-orang Hong Kong biasa membaca tentang penuntutan hukum yang tidak masuk akal terhadap orang-orang di daratan Cina karena menulis alegori politik, tapi sekarang ini terjadi di Hong Kong,” kata Maya Wang, peneliti senior Cina di Human Rights Watch. “Otoritas Hong Kong harus membalikkan penurunan dramatis dalam kebebasan ini dan membatalkan dakwaan terhadap lima penulis buku anak-anak itu.”

Lima penulis itu adalah anggota General Union of Hong Kong Speech Therapists, serikat pekerja prodemokrasi. Pada pertengahan 2021, polisi mendakwa mereka melakukan penghasutan. Mereka ditahan hampir setahun sebelum disidang. Pada Oktober 2021, pemerintah Hong Kong menghapus serikat itu dari daftar serikat pekerja.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus