Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

investigasi

SVLK Sampai di Mana

Indonesia punya Sistem Verifikasi Legalitas Kayu atau SVLK. Mengapa gagal mencegah pelanggaran deforestasi di Papua?

6 November 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Presiden Jokowi mengklaim laju deforestasi Indonesia terendah dalam 20 tahun terakhir.

  • Deforestasi terencana di Papua mengandung banyak pelanggaran.

  • Apa fungsinya Indonesia memiliki SVLK?

SEHARI setelah Presiden Joko Widodo menandatangani Deklarasi Glasgow di sela Konferensi Perubahan Iklim Ke-26 atau Conference of the Parties (COP26) di Glasgow, Skotlandia, untuk menghentikan degradasi dan deforestasi pada 2030, Senin, 1 November lalu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menulis di akun Twitter: “Pembangunan besar-besaran era Jokowi tak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau deforestasi.”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Cuitan ini memantik keriuhan warganet yang tak setuju terhadap pernyataan pejabat yang seharusnya melindungi lingkungan hidup dan mengatur tata kelola kehutanan agar tak merusak bumi itu. Tak berhenti di situ, Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar juga menilai penandatanganan Deklarasi Glasgow bukan berarti Indonesia akan mencapai nol deforestasi, yang membingungkan dan memicu ledekan media internasional. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tempo, yang sejak April lalu menyiapkan liputan tentang deforestasi terencana di Papua, melayangkan permintaan wawancara kepada Menteri Siti dengan pertanyaan pokok: mengapa pemerintah membiarkan praktik lancung perusahaan-perusahaan pemilik hak pengusahaan hutan membabat rimba Papua? Tempo menemukan pelbagai pelanggaran perusahaan yang melanggar prinsip-prinsip manajemen hutan lestari.

Menteri Siti tak pernah menjawab surat itu hingga kini. Biasanya, ia ringan jempol menjawab pelbagai pertanyaan seputar kebijakan pengelolaan hutan, meski tak komplet dan lengkap. Pertanyaan kemudian dikirim kepada Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari yang baru, Agus Justianto, pada 26 Juli lalu. Agus meminta pertanyaan dikirimkan kepada Istanto, Direktur Usaha Hutan Produksi. 

Siti Nurbaya Bakar di Jakarta, Oktober 2019. TEMPO/Subekti

Istanto setuju menjawab pertanyaan Tempo. Kami sepakat bertemu dua hari kemudian. Namun, sehari sebelum wawancara, ia membatalkan rencana pertemuan dengan alasan ada rapat. Berkali-kali ditagih, ia tak merespons pesan, setali tiga uang dengan Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup Bambang Hendroyono. Juru bicara Kementerian, Nunu Anugrah, hanya mengatakan surat sudah sampai kepada para direktur jenderal.

Dua penasihat senior Menteri Siti, Agus Pambagyo dan Sarwono Kusumaatmadja, juga tak bersedia menjawab pertanyaan tentang deforestasi di Papua. Agus menyarankan Tempo mengontak Chalid Muhammad, penasihat lain Menteri Siti. Mantan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia itu menganjurkan Tempo menghubungi Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum. Rasio bersedia bertemu. Namun, ketika membaca pertanyaan tersebut, ia tak lagi merespons pesan Tempo.

Deforestasi terencana di Papua semestinya tak melanggar prinsip-prinsip manajemen hutan lestari karena Indonesia sudah memiliki Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), yang kini berubah nama menjadi Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian. Pemerintah Indonesia acap mengklaim SVLK sebagai sistem terbaik untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari.

Dalam forum COP26 pada Kamis, 4 November lalu, Agus Justianto berpidato mempromosikan SVLK sebagai “alat kebijakan dan sistem yang dirancang untuk meningkatkan tata kelola hutan yang baik”. Lewat SVLK, kata Agus, Indonesia mendukung pertumbuhan dan pemasaran produk kehutanan yang legal dan lestari guna menekan kerusakan hutan. SVLK, dia menambahkan, terbukti meningkatkan perdagangan produk kehutanan secara legal dan terkendali.

Para pejabat Kementerian Lingkungan Hidup yang hadir dalam pertemuan online itu tak menjawab pertanyaan Tempo tentang temuan pelanggaran SVLK di Papua. Seusai pertemuan, Tempo bertemu dengan Istanto untuk menanyakan hal seputar deforestasi terencana di Papua. Ia memanggil anak buahnya, Kepala Subdirektorat Sertifikasi dan Pemasaran Hasil Hutan Yoga Prayoga, untuk memberi jawaban.

Yoga menjelaskan panjang-lebar perihal SVLK dan mengapa masih ada sistem yang bolong sehingga deforestasi terencana di Papua memungkinkan pelanggaran. Namun, di akhir pembicaraan, Yoga meminta seluruh penjelasannya tak dikutip dengan alasan ia bukan juru bicara Kementerian.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus