Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JALAN berbatu itu lebarnya 5 meter. Panjangnya lebih dari 1 kilometer membelah hutan lindung di Desa Morombo, Konawe Utara. Topografi jalan menanjak dengan kemiringan 30 derajat. Menurut para penambang, jalan tambang nikel di Sulawesi Tenggara itu dibuka oleh PT Maesa Optimalah Mineral.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada akhir November 2022 siang itu tak ada aktivitas penambangan. Namun di mana-mana terdapat tumpukan bijih nikel yang menggunung menunggu diangkut menuju pelabuhan yang berjarak sekitar 5 kilometer. Selain bijih, bilah-bilah kayu besi dengan panjang 5 meter terserak di sana-sini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dinas Kehutanan Sulawesi Tenggara menyatakan jalan tambang nikel itu ilegal karena pembuatnya tak mengantongi izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) yang menjadi syarat wajib pembukaan jalan tambang. "Kami sudah turun ke lapangan memasang tanda larangan,” kata Kepala Bidang Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan Beni Raharjo.
Di jalan tambang itu memang terpacak poster larangan menambang nikel tanpa IPPKH di sebuah pohon. Namun Beni mengakui pemerintah belum memberikan sanksi kepada PT Maesa. dalam Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 787 Tahun 2022, tak ada nama PT Maesa dalam daftar perusahaan yang terkena sanksi membuka kawasan hutan tanpa izin.
Libriani Dwi Arsanti. Foto: Dok. Bhayangkari
Apalagi status hutan jalan tambang itu adalah hutan lindung. Izin pembukaannya, ucap Beni, memerlukan syarat dan dokumen berlapis. Faktanya, dari analisis citra satelit Dinas Kehutanan Sulawesi Tenggara, ada 70 hektare hutan yang sudah dibuka untuk jalan yang menghubungkan area konsesi PT Maesa seluas 1.056,83 hektare. Pembukaan jalan itu terdeteksi dilakukan pada 2020-2022.
Dalam dokumen akta perusahaan, pemilik PT Maesa adalah Libriani Dwi Arsanti. Ia tak lain istri Wakil Kepala Intelijen Kepolisian RI Inspektur Jenderal Merdisyam. Pemilik lain adalah Siti Nur Azizah, anak Wakil Presiden Ma'ruf Amin. Ada juga Romi Rere dan lima anak Ventje Rumangkang. Ventje adalah pendiri Partai Demokrat. Salah satu anaknya, Vera Febyanthy, kini duduk di Dewan Perwakilan Rakyat mewakili Demokrat dari daerah pemilihan Jawa Barat VII.
Vera Febrianthy. Foto: dpr.go.id
Vera mengatakan mayoritas saham PT Maesa dimiliki oleh ayahnya. Belakangan, tutur dia, tanpa sepengetahuan keluarganya muncul nama istri Merdisyam, Romi Rere, serta Siti Nur Azizah. “Coba tanya ke mereka apakah peralihan saham ini atas sepengetahuan kami. Setidaknya sepengetahuan saya. Saya belum pernah bertemu Merdisyam ngomongin saham,” ujar Vera.
Selain peralihan saham tanpa sepengetahuan anak-anak Ventje, Vera mengatakan ada pemalsuan dokumen yang dimasukkan ke akta perusahaan. Ia mencontohkan tanggal lahirnya dan hari lahir Gina Rumangkang, kakaknya, sama persis. “Gina itu anak nomor dua, saya anak nomor empat. Masak tanggal lahirnya sama?” katanya. “Adik saya, Marina Rumangkang, sudah menjadi warga negara Amerika Serikat. Kok, dia masih punya identitas di Indonesia?"
Vera berencana melaporkan dugaan pemalsuan dokumen PT Maesa itu kepada Badan Reserse Kriminal Polri. Namun ia tak bersedia menjelaskan ihwal pembukaan hutan lindung untuk jalan tambang nikel perusahaan. Begitu juga Libriarni, Merdisyam, dan Siti Nur Azizah. Mereka hanya membaca pertanyaan Tempo via WhatsApp tanpa membalasnya.
Kuasa hukum PT Maesa, Andre Darmawan, juga tak merespons kisruh kepemilikan saham perusahaan itu. Andre hanya menjawab pertanyaan soal jalan tambang nikel yang diduga ilegal karena tak memiliki IPPKH. Ia mengatakan PT Maesa tak pernah membuka jalan tambang. "Pembukaan oleh pihak lain," ujarnya. "Kami sudah melaporkannya ke penegak hukum.”
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo