Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Badan Geologi menaikkan status aktivitas Gunung Marapi di Sumatera Barat menjadi Siaga (Level III) pada hari ini, Rabu 6 November 2024. Peningkatan status mulai pukul 15.00 WIB tersebut diikuti rekomendasi pengosongan areal di seputaran kawah dari aktivitas penduduk dan pendaki atau pengunjung atau wisatawan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Agar tidak memasuki dan tidak melakukan kegiatan di dalam wilayah radius 4,5 kilometer dari pusat erupsi (Kawah Verbeek) Gunung Marapi,” kata Kepala Badan Geologi Muhammad Wafid, dikutip dari keterangannya, Rabu 6 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Badan Geologi juga meminta masyarakat yang bermukim di sekitar aliran sungai yang hulunya berada di puncak Gunung Marapi agar mewaspadai potensi ancaman bahaya aliran lahar terutama saat musim hujan. Masyarakat juga diminta menggunakan masker penutup hidung dan mulut jika terjadi hujan abu.
Wafid menerangkan aktivitas Gunung Marapi cenderung mengalami peningkatan, ditunjukkan dengan embusan dan letusan yang semakin intensif. Pada 27 Oktober 2024 terjadi letusan dengan tinggi kolom abu erupsi teramati mencapai 2.000 meter dari puncak gunung api itu, lalu pada 6 November 2024 pukul 05.44 WIB terpantau letusan kembali dengan tinggi kolom abu menembus 1.500 meter.
“Rangkaian erupsi/letusan secara tidak kontinyu masih berlanjut sampai saat ini sebagai akibat dari dinamika naik turunnya pasokan fluida dari kedalaman tubuh Gunung Marapi,” kata Wafid.
Badan Geologi juga mendapati kecenderungan meningkatnya gempa vulkanik dalam sejak 7 Oktober 2024. Gempa ini berasosiasi dengan peningkatan pasokan fluida dari kedalaman menuju permukaan. Kenaikan kegempaan tersebut juga selaras dengan adanya deformasi inflasi di bagian puncak Gunung Marapi.
"Dari data variasi kecepatan seismik dan koherensi menunjukkan terganggunya kondisi medium bawah permukaan (dekat permukaan) tubuh Gunung Marapi akibat peningkatan tekanan (stres) pada tubuh gunung api,” tutur Wafid.
Dari semua data pemantauan tersebut disimpulkan aktivitas Gunung Marapi mengalami peningkatan dan berpotensi menghasilkan letusan. Aktivitas erupsi atau letusan, disebutkan Wafid, dapat terjadi sewaktu-waktu sebagai bentuk pelepasan dari akumulasi energi, "Dan dapat terjadi semakin intensif dengan jangkauan lontaran material letusan yang semakin jauh bila pasokan fluida (magma dan gas) dari kedalaman berlanjut mengalami peningkatan,” kata dia.
Gunung Marapi di Sumatera Barat memiliki ketinggian 2.891 di atas permukaan laut. Gunung Merapi relatif sering mengalami erupsi. Badan Geologi mencatat Gunung Marapi tercatat mengalami erupsi sejak 1807 dengan rata-rata masa istirahat di antara periode erupsi sekitar 3,5 tahun. Badan Geologi mencatat periode masa istirahat erupsi terpendek 1 tahun, dana paling lama 17 tahun.
“Sejak 1987 sampai sekarang erupsinya bersifat eksplosif yang berpusat di Kawah Verbeek," kata Wafid sambil menambahkan, "Aktivitas erupsi biasanya disertai suara gemuruh dengan produk erupsi dapat berupa abu, lapili, dan terkadang juga diikuti oleh lontaran material pijar dan bom vulkanik.”