Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

lingkungan

Begini Gelombang Panas dan Suhu 40 Derajat Jadi Horor di Eropa

Bencana gelombang panas 2003 yang menyebabkan kematian lebih dari 70 ribu orang terbayang di depan mata.

21 Juli 2022 | 14.12 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Eropa sedang dalam cengkeraman gelombang panas ekstrem, dengan banyak lokasi menorehkan rekor baru suhu udara pada pekan ini. Dengan perubahan iklim berada di baliknya, gelombang panas tahun ini yang dilabeli sebagai Red Extreme itu dipastikan bakal menambah kelebihan ribuan angka kematian di benua biru tersebut. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gelombang panas, yang biasa didefinisikan sebagai cuaca panas yang tidak biasa atau ekstrem selama lebih dari dua hari, itu sampai ke Eropa Barat di awal pekan ini. Sebelumnya Semenanjung Iberia (wilayah Portugal dan Spanyol) yang diterjangnya dan telah menyebabkan lebih dari 1.100 kematian di sana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bencana gelombang panas 2003 lalu yang menyebabkan kematian lebih dari 70 ribu orang di benua yang sama terbayang di depan mata.

Pada Selasa lalu, gelombang panas yang terbaru sudah membuat rekor suhu udara 40,3 derajat Celsius di Inggris Raya--wilayah yang cenderung lebih dingin daripada bagian Eropa lainnya. Prediksi BMKG setempat, suhu masih mungkin lebih tinggi lagi pada sisa pekan ini.

Di Prancis, di wilayah barat daya negara itu, suhu udaranya juga terus mendesak melampaui 40 derajat Celsius. Kebakaran hutan dan lahan yang dipicunya telah memaksa ribuan orang dievakuasi di wilayah itu. Sementara sebagian Jerman juga diperkirakan bisa mencapai 40 derajat Celsius tengah pekan ini. 

Bagaimana gelombang panas bisa mematikan?

Risiko paling langsungnya adalah heat stroke dan heat exhaustion, yang dalam beberapa kasus bisa berujung fatal, terutama pada lansia dan orang-orang yang aktivitasnya terpapar langsung suhu udara tinggi itu. 

Seiring dengan suhu udara yang meninggi, produksi keringat bertambah untuk mendinginkan tubuh dengan cara evaporasi. Juga pembuluh-pembuluh darah dekat kulit memuai memungkinkan darah mengaliri seluruh tubuh. Tapi, tanpa rehidrasi, ini bisa memberi tekanan tambahan terhadap kerja jantung.

Organ itu harus memompa darah lebih kuat karena tekanan darah rata-rata drop jauh dan membahayakan--yang bisa menyebabkan gagal organ dalam kasus yang ekstrem. Untuk mereka yang sudah memiliki penyakit jantung, ini bisa membimbing ke serangan jantung.

Juga, ketika suhu udara melampaui suhu tubuh yang sebesar 37,5 derajat Celsius, produksi keringat saja kurang efektif. "Keringat menjadi ter-evaporasi karena panas dari udara, bukan dari tubuh. Karenanya, mengeluarkan keringat tetap tidak bisa membuat Anda lebih sejuk," kata Simon Cork, dosen senior fisiologi di Anglia Ruskin University.

Saat itulah heatstroke bisa terjadi, yakni ketika suhu tubuh tidak mampu lagi dikendalikan sehingga metabolisme tubuh terganggu. Ini, jika tak mendapat pertolongan darurat yang cepat, dapat menuntun ke kerusakan otak dan organ lain. 

Di sisi lain, produksi keringat berlebih berisiko hilangnya garam dari tubuh. Dalam kejadian-kejadian yang ekstrem, darah dengan kadar sodium yang terlalu rendah berkorelasi dengan mual dan sakit kepala. 

Biasanya, angka kematian karena gelombang panas jauh lebih tinggi daripada yang didata dan dilaporkan. Pasalnya, hawa panas menyebabkan sel-sel dan organ tubuh tertekan (stress). Kalau sudah begitu, kecenderungannya adalah memperparah kerentanan yang sudah ada sebelumnya--bukan hanya pada mereka yang memiliki penyakit jantung. 

Orang-orang menyaksikan matahari terbenam dari sudut pandang Greenwich Park, selama gelombang panas di London, Inggris, 18 Juli 2022. REUTERS/Maja Smialkowska

Terutama pada orang sakit, lansia dan bayi, kegagalan mengatasi suhu udara panas ini bisa merenggut kematian dalam angka kasusnya yang serius selama beberapa hari, bahkan beberapa minggu, kemudian. Khusus pada bayi, mereka memiliki rasio antara luas dan massa tubuh yang lebih besar daripada orang dewasa.

"Gelombang panas nyata dan mengejutkan membunuh sejumlah orang yang tidak sedikit," kata Hannah Cloke, peneliti ancaman bencana alam di University of Reading.

Mike Tipton, profesor fisiologi manusia dan terapan di University of Portsmouth menambahkan suhu panas juga mengurangi sirkulasi udara dan bisa menyebabkan perluasan polusi udara, memperburuk gangguan pernapasan seperti asma dengan potensi konsekuensi fatal. Ini sebabnya selama periode gelombang panas kejadian gangguan pernapasan bisa tiba-tiba melonjak.

Kenapa Eropa takut dengan suhu udara 40 derajat Celsius?

Menurut Mariam Zachariah, peneliti klimatologi di Imperial College London, Inggris, rumah dan bangunan di banyak negara di Eropa tidak didesain untuk suhu udara lebih dari 25 derajat Celsius. Isu ini, dia menambahkan, tambah serius di Eropa Utara di mana bangunannya didesain menjebak panas di dalam ruangan-ruangannya untuk membantu penghuninya lebih mampu bertahan dalam udara dingin.

"Menyebabkan suhu dalam rumah menjadi sangat panas saat ada heat wave," katanya sambil menambahkan, "Hanya sebagian kecil saja dari rumah dan bangunan-bangunan itu yang sudah memiliki penyejuk udara (AC)."

Banyak kota juga tidak memiliki infrastruktur untuk bisa menjaga masyarakatnya tetap sejuk dalam situasi seperti sekarang. Infrastruktur itu semisal ruang dan akses ke taman dan pepohonan serta badan air. Termasuk ketiadaan standar tindakan kedaruratan untuk menolong mereka yang paling berisiko. 

Dan, sayangnya, karena perubahan iklim, gelombang panas menjadi lebih sering, lebih panas dan lebih lama daripada sebelum-sebelumnya. Berdasarkan satu pemodelan, gelombang panas pada 2019 telah menjadi penyebab kematian 356 ribu kematian di dunia.

POLITICO, BBC, ABC, NYTIMES

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus