Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Satuan Tugas Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama Polrestabes Palembang menangkap seorang buronan dalam tindak pidana lingkungan hidup, yakni penambangan pasir timah ilegal di Belitung. SA, inisial buronan itu, disergap di sebuah rumah kontrakan di pinggiran Pasar Jakabaring, Kota Palembang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SA merupakan salah satu koordinator lapangan kegiatan penambangan pasir timah ilegal di Kecamatan Damar, Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Dia ditetapkan masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 27 Juni 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penyidik KLHK bersama Biro Korwas Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim Polri melakukan pencarian SA hingga berhasil menangkapnya pada 6 Mei 2024. Tersangka terungkap berpindah tempat antara Desa Talang Betutu, Kota Palembang, dan Sungai Menang, Kabupaten Ogan Komering Ilir.
Setelah penangkapan itu, tim membawa SA ke kantor Gakkum KLHK di Jakarta pada 15 Mei 2024 untuk dilakukan pemeriksaan. Penitipan penahanan dilakukan di Rutan Kelas I Salemba, Jakarta Pusat.
Kasus pidana SA bermula dari laporan tim intelijen bahwa terdapat aktivitas penambangan timah ilegal dalam Kawasan Hutan Lindung Mangrove DAS Manggar dan Ekosistem Hutan Mangrove (APL) DAS Manggar secara masif. Laporan ditindaklanjuti dengan operasi gabungan penertiban penambangan timah ilegal tersebut pada 1-2 Maret 2022.
Saat itu tim menangkap sebanyak 45 orang pelaku penambangan dengan beberapa orang koordinator lapangan penambangan yakni SA, MR, dan RA. Penetapan tersangka langsung dilakukan pada 3 Maret 2022. SA, MR, dan RA kompak masuk DPO pada 13 Juni 2022.
Lokasi Penambangan Pasir Timah Ilegal di Desa Sukamandi, Kecamatan Damar, Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Dok. Humas KLHK
"SA merupakan koordinator lapangan kegiatan penambangan pasir timah ilegal dengan lokasi penambangan yang berbeda dengan MR dan RA," kata Direktur Penegakan Hukum Pidana LHK, Yazid Nurhuda, dalam jumpa pers di KLHK Jakarta, Rabu 15 Mei 2024.
Yazid menyatakan, penangkapan SA yang buron hampir dua tahun itu menunjukkan komitmen dan konsistensi penegakan hukum oleh KLHK. "Kami tidak akan berhenti menindak pelaku kejahatan lingkungan hidup," katanya sambil menambahkan Direktorat Jendral Gakkum KLHK telah membentuk Satgasus Cakra KLHK untuk memperkuat pencarian mereka yang ada dalam DPO. "Termasuk tersangka SA," ujar Yazid.
58 Buron Tersangka Pidana Lingkungan Hidup Diburu
Yazid memperingatkan seluruh tersangka kejahatan tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan yang masih buron untuk segera menyerahkan diri dan kooperatif dalam proses penyidikan. "Saat ini telah terbit 58 DPO dengan status saksi ataupun tersangka."
Dirjen Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani, mengatakan bahwa keberhasilan penangkapan SA merupakan keberhasilan sinergitas antara KLHK dan Polri. Dia berharap sinergitas tersebut dapat terus dibangun dan diperkuat.
"Kita tidak boleh membiarkan pelaku kejahatan mendapatkan keuntungan dengan mengorbankan lingkungan, masyarakat, dan merugikan negara," katanya sambil menambahkan, "Kami sudah membawa 1.498 kasus pidana lingkungan hidup ke pengadilan.”
Rasio menegaskan akan mendalami pula kasus dengan tersangka SA dkk. Dia menunjuk kepada pihak-pihak yang diduga menghalangi proses penyidikan sehingga SA bisa tidak kooperatif dan bersembunyi cukup lama.
SA dijerat dengan Pasal 98 atau Pasal 99 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dia dianggap telah dengan sengaja dan/atau karena kelalaiannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu air, baku mutu udara ambien, baku mutu air laut dan baku kerusakan lingkungan. Ancama hukumannya, pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.