Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BEBATUAN besar dari puncak Gunung Marapi menggelinding nyaris serentak sejauh 7 kilometer ke Lembah Anai. Material vulkanis bekas erupsi itu terseret banjir bandang yang dipicu hujan deras terus-menerus sepanjang Sabtu malam, 11 Mei 2024. Lahar dingin tersebut lantas menghantam nagari-nagari di lereng gunung, tak terkecuali Bukik Batabuah di Kecamatan Candung, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebongkah batu seukuran mobil menghantam rumah yang dihuni anak dan cucu Alex Anjalil di Jorong Simpang Bukik, salah satu kampung di nagari itu. Batu tersebut menjebol dinding beton dari depan tembus ke belakang rumah Eva, yang meringkuk ketakutan bersama putrinya, Arsih, 2 tahun 6 bulan. “Semula saya sudah pasrah. Harapan muncul ketika saya melihat anak dan cucu saya berdiri di atas batu,” kata Alex, 65 tahun, kepada Tempo pada Selasa, 14 Mei 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Alex bercerita, dalam kegelapan karena aliran listrik yang padam, Eva, 30 tahun, dan Arsih melompat ke atas batu setelah rumah terendam lahar dingin dan hampir roboh. Sebagian badan rumah bahkan lenyap terseret arus bah. Alex bergegas datang menolong. Ia berlari dari rumahnya yang berjarak 500 meter dari kediaman putrinya itu. Alex melihat sederet kampung di tepi anak sungai Gunung Marapi telah menjelma menjadi sungai raksasa.
Alex berusaha menerabas lahar dingin setinggi dada orang dewasa. Namun ia mundur, tidak sanggup menerjang arus yang derasnya tak terkira. Beruntung, sepuluh menit berselang, penduduk datang menolong. Mereka bahu-membahu berpegangan tangan untuk menggapai Eva dan Arsih yang terjebak aliran lahar dingin. Akhirnya ibu dan anak itu dapat diselamatkan.
Banjir lahar dingin bukan pertama kali datang menyapu kampung Alex. Pada April 2024, erupsi Gunung Marapi yang tak berkesudahan mengirim material vulkanis ke Bukik Batabuah. Namun banjir pada akhir pekan lalu itu disebut yang terparah lantaran minimnya mitigasi bencana. Bencana banjir kian parah karena banyaknya jembatan di atas sungai yang menghambat lahar sehingga meluber ke perkampungan.
Kabupaten Agam menjadi satu dari lima daerah yang disapu banjir bandang lahar dingin. Sedikitnya 20 warga di wilayah itu ditemukan meninggal. Bencana banjir juga menerjang Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Padang Pariaman, Kota Padang Panjang, dan Kota Padang dalam satu waktu itu. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sedikitnya 50 orang meninggal dan 25 orang dilaporkan hilang. Jumlah korban ada kemungkinan terus bertambah.
Kepala BNPB Suharyanto mengatakan lembaganya masih mencari korban hingga sepekan ke depan, sehingga jumlah korban dapat bertambah sewaktu-waktu. “Akan kami upayakan mencari sampai korban ketemu apabila pihak keluarga atau ahli waris yang meminta,” ujar Suharyanto.
Suharyanto mendata korban terbanyak berasal dari Kabupaten Agam, yaitu 20 orang, dan Kabupaten Tanah Datar sebanyak 19 jiwa. Disusul Kabupaten Padang Pariaman (8 jiwa), Kota Padang Panjang (2), dan Kota Padang (1). Adapun jumlah pengungsi mencapai 3.396 orang, tersebar di lima daerah yang terkena dampak. Namun data tersebut belum selaras dengan data yang dimiliki pemerintah daerah.
Badan Geologi sebenarnya telah mengingatkan potensi banjir lahar dingin sejak awal tahun, tersebab aktivitas erupsi Gunung Marapi yang mencapai 117 sepanjang tahun ini. Banjir lahar dingin tercipta kala puncak Marapi terus dirundung hujan dengan intensitas lebih dari 134 milimeter per hari. Hanya dalam beberapa jam kemudian, air bah datang disertai material vulkanis.
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Hendra Gunawan, menyatakan sudah mendeteksi gejala banjir lahar dingin sejak jauh hari. “Potensi lahar dingin sudah dimasukkan ke rekomendasi Badan Geologi,” kata Hendra, yang menegaskan bahwa rekomendasi tersebut merupakan peringatan resmi.
Rekomendasi yang dimaksud Hendra merujuk pada surat Badan Geologi tertanggal 9 Januari 2024. Surat tersebut ditujukan kepada masyarakat dan semua pemangku kepentingan di pemerintahan agar tidak beraktivitas dalam radius 4,5 kilometer dari pusat erupsi, terutama di Kawah Verbeek. Surat itu menyebutkan ancaman bahaya lahar dingin dan adanya kenaikan status aktivitas Gunung Marapi dari level II menjadi level III atau status siaga.
Pemberitahuan Badan Geologi juga dilatarbelakangi peningkatan gempa frekuensi rendah dengan intensitas tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa pasokan magma dalam gunung cenderung meningkat. Kondisi tersebut dikhawatirkan dapat menyebabkan terjadinya akumulasi tekanan di tubuh gunung. Potensinya adalah erupsi dengan energi yang meningkat dan jangkauan lontaran material pijar yang lebih jauh dari pusat erupsi.
Peringatan yang sama datang beberapa kali sejak akhir tahun lalu. Pada 27 Maret 2024, tim Badan Geologi menerbitkan laporan aktivitas letusan yang eksplosif menghasilkan kolom abu setinggi 1.500 meter di atas permukaan laut. Badan Geologi juga mengingatkan potensi ancaman lahar dingin yang terbawa hujan. Sebagai antisipasi, mereka memperbarui peta jalur lahar, potensi tanah longsor, dan banjir bandang.
Pada 5 April 2024, Hendra bahkan secara spesifik mencatat potensi lahar dingin yang akan menimpa sejumlah kabupaten hingga nagari. Dari Nagari Bukik Batabuah; Nagari Aie Angek di Kabupaten Tanah Datar; Kecamatan Batipuh, Kabupaten Tanah Datar; sampai Kecamatan Sepuluh Koto, Kota Bukittinggi. “Waktu itu banjir lahar juga disebabkan oleh curah hujan yang tinggi di area puncak Marapi.”
Peringatan dari Badan Geologi sebenarnya sudah sampai di kampung-kampung lereng Marapi. Misalnya Wali Nagari Bukik Batabuah Firdaus Putra mengaku telah dimasukkan ke grup koordinasi dengan pemerintah daerah. Hasil koordinasi itu hanya berupa peringatan kepada masyarakat terhadap potensi banjir. “Kami mengecek debit air pada malam itu, tapi kejadiannya cepat sekali,” tutur Firdaus.
Menurut dia, tak ada tindakan selain woro-woro secara singkat. Firdaus juga tidak mendapat arahan dari pemerintah daerah untuk memitigasi bencana dengan cara mengungsikan penduduk yang berada di tepi sungai. Bahkan tidak ada langkah taktis membangun tanggul darurat. Mirisnya, seusai petaka pada Sabtu dua pekan lalu, masyarakat masih gagap dalam menghadapi banjir bandang susulan.
Firdaus mengaku sempat menyampaikan kepada pemerintah daerah agar melakukan mitigasi awal. Misalnya ihwal upaya perbaikan badan sungai. Namun hal itu tak pernah digubris. Akibatnya, Firdaus hanya dapat mengelus dada ketika mendapati banyak warganya yang menjadi korban. Yang bisa dia lakukan sebatas terus mencari korban yang hilang.
•••
MATERIAL vulkanis juga meluncur hingga Taman Wisata Alam (TWA) Mega Mendung atau Lembah Anai di Jorong Aia Mancua, Nagari Singgalang, Kecamatan Sepuluh Koto, Kabupaten Tanah Datar, 20 kilometer di barat daya Gunung Marapi. Bebatuan terhanyut melintasi daerah aliran sungai (DAS) Anai. “Alirannya sampai jauh karena DAS Anai berbentuk bulu burung yang memiliki karakter jarang banjir tapi justru kerap banjir bandang,” ucap peneliti Data Spasial Yayasan Auriga Nusantara, Andhika Younastya.
DAS Anai yang dimaksud Andhika membentang seluas 61.871 hektare dari puncak Marapi. Material vulkanis dibawa meluncur di punggung Marapi, lantas melintasi sejumlah sungai dan bertemu dengan Gunung Singgalang dan Tandikat. Lahar kemudian sampai di Lembah Anai. Adapun banjir bandang berarak lebih jauh ke hilir yang bermuara di pesisir Kota Pariaman atau sekitar 75 kilometer dari puncak Marapi.
Andhika menyoroti kondisi Lembah Anai yang dia sebut mengenaskan. Di tempat itu ditemukan sedikitnya delapan orang meninggal karena tersapu banjir lahar dingin pada pekan lalu. Insiden itu semestinya dapat dicegah bila tidak ada aktivitas manusia di kawasan hutan lindung tersebut. “Kami menemukan Lembah Anai justru beralih fungsi menjadi tempat wisata,” tutur Andhika.
TWA Mega Mendung atau Lembah Anai berada di tengah hutan seluas 112 hektare. Pada masa kolonial Belanda, di lembah itu dibangun jaringan rel kereta api untuk mengangkut batu bara dari Kota Sawahlunto menuju Teluk Bayur, Kota Padang. Sejak 1892 sudah didapati kasus banjir bandang di Sungai Batang Lurah, yang menghancurkan jalan raya dan jalur rel kereta. Belanda lalu memperbaiki kerusakan dan membersihkan perkampungan di sekitar lokasi.
Menurut Andhika, wajar Belanda menyapu permukiman di Lembah Anai. Sebab, Lembah Anai berada di wilayah rawan bencana tanah longsor. Menurut laporan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), 72 hektare wilayah Lembah Anai memiliki potensi longsor sebesar lebih dari 480 ton per hektare per tahun. Artinya berada pada skala paling tinggi dari lima skala yang diukur.
Masyarakat korban banjir bandang di Nagari Bukik Batabuah, Kabupaten Agam sudah mulai membersihkan material lumpur dan tumpukan kayu yang memasuki rumahnya, 12 Mei 2024/Tempo/Fachri Hamzah.
Adapun 41 hektare sisanya berada pada kategori agak tinggi atau skala 180-480 ton per hektare per tahun. Andhika juga melihat Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Barat 2012 yang menyatakan bahwa seluruh wilayah Lembah Anai harus dipulihkan. Sebab, wilayah itu memiliki kelerengan ekstrem mulai dari 25 hingga lebih dari 45 persen. “Wajar bila daerah itu rawan bencana.”
Masalahnya, beberapa tahun belakangan pembangunan wisata alam di Lembah Anai makin masif. Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat terkesan memperkenankan berdirinya pelbagai bisnis wisata di sana. Dari kafe, restoran, tempat pemandian, hotel, masjid, warung, permukiman, sampai rencana pembangunan pondok pesantren.
Izin pembangunan juga diberikan di sempadan Sungai Batang Lurah atau bahkan tepat di atas sungai. Ketika Tempo berkunjung pada Rabu, 15 Mei 2024, tempat itu sudah rata dengan tanah karena diterjang banjir lahar dingin. Tak terkecuali Xakapa Café, yang sempat dibangun di bawah air terjun Lembah Anai. Puluhan bangunan lain turut lenyap dalam satu malam.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Barat sudah sejak dulu mengingatkan bahaya pembangunan tempat wisata di Lembah Anai. Apalagi wilayah itu berfungsi sebagai daerah tangkapan air. “Justru kini tempat itu dibangun hotel oleh PT Hidayah Syariah Hotel (PT HSH) dan Xakapa Café, yang kami duga telah melanggar peraturan tata ruang,” ucap Tommy Adam, Kepala Departemen Advokasi dan Lingkungan Hidup Walhi Sumatera Barat.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) sempat menyoroti skandal pembangunan tempat wisata di Lembah Anai. Kementerian itu pernah melakukan survei lapangan dan menyatakan pembangunan hotel oleh PT HSH dan Xakapa Café melanggar tata ruang. Hanya, pemerintah pusat dan daerah belum pernah menjatuhkan sanksi untuk kedua tempat usaha tersebut.
Kepala Subdirektorat Penegakan Hukum dan Penyelesaian Sengketa Penataan Ruang Wilayah I Kementerian ATR/BPN Yunianto Rahadi Utomo mengatakan, temuan pihaknya terhadap bangunan di wilayah Lembah Anai, ada pelanggaran baik dari aturan tata ruang maupun aturan sektor terkait dengan sumber daya air (sempadan sungai) ataupun kehutanan. “Karena itu, perlu konsolidasi antar-sektor terkait lantaran ada beberapa aturan yang dilanggar,” kata Yunianto melalui WhatsApp, Kamis, 16 Mei 2024.
Menurut Yunianto, pada 16 Mei 2024, pihaknya beraudiensi dengan Dewan Sumber Daya Air Nasional membahas usulan rencana aksi penertiban bangunan yang melanggar di kawasan Lembah Anai. “Insyaallah minggu depan akan ada rapat yang melibatkan semua stakeholder sekaligus penetapan waktu aksinya,” tuturnya. “Kami di pusat memberikan fasilitas pembinaan untuk penanganannya. Untuk penindakan dilakukan oleh pemda dan instansi sesuai dengan kewenangan.”
Menurut Tommy, pemerintah kabupaten pernah mengirim surat peringatan pertama dan kedua kepada pemilik hotel atau kafe. Sebab, mereka dinilai melanggar Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 28 Tahun 2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai. Juga melanggar Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tanah Datar 2022-2042.
Penelusuran Walhi Sumatera Barat bersama Pusat Bantuan Hukum Indonesia Sumatera Barat mengungkap bahwa tidak ada persetujuan pendirian bangunan gedung untuk hotel dan Xakapa Café. “Hal ini dapat mengakibatkan pidana penjara atau denda jika terbukti menyebabkan kerugian harta benda, kecelakaan, atau hilangnya nyawa orang lain.”
Bupati Tanah Datar Eka Putra mengaku bahwa pembangunan tempat wisata di Lembah Anai bukan kewenangannya. Dia hanya menyebutkan telah memberikan surat peringatan terhadap bisnis-bisnis wisata bermasalah itu. “Sudah saya coba semaksimal mungkin. Kami terus berkoordinasi dengan provinsi dan pusat,” ujarnya.
Eka Putra menjelaskan, pemerintah kabupaten masih berfokus merelokasi masyarakat yang bermukim di sempadan sungai, terutama mereka yang terkena dampak banjir bandang. Hanya, ia belum mengetahui kapan rencana relokasi akan dimulai. Alasannya, dana pembiayaan relokasi warga berada di tangan pemerintah pusat.
Tempo berupaya meminta penjelasan BKSDA Sumatera Barat ihwal izin obyek wisata di sekitar TWA yang mereka kelola. Menurut Eka Dharmayanti, Kepala Seksi Wilayah II BKSDA Sumatera Barat, obyek wisata pemandian di kawasan itu belum berizin. “Belum ada izin,” ucap Eka saat dihubungi pada Kamis, 16 Mei 2024.
Adapun kafe, masjid, dan gedung hotel yang tengah dibangun, kata Eka, tidak berada di wilayah TWA. “Kalau itu bukan kewenangan kami dan tidak masuk konservasi.” Dia menambahkan, upaya yang dilakukan pihaknya adalah menata obyek wisata itu agar lebih tertib. “Penataan itu kami lakukan bersama pemerintah nagari.”
Eka melanjutkan, BKSDA Sumatera Barat tengah mengkaji tindakan pemulihan TWA Mega Mendung. Menurut dia, bencana yang terjadi pada Sabtu, 11 Mei 2024, akan menjadi bahan evaluasi. “Kami tidak mau hal serupa terjadi lagi,” tutur Eka, yang menjabat pelaksana harian Kepala BKSDA Sumatera Barat yang lowong.
Ihwal status obyek wisata, Kepala Dinas Kehutanan Sumatera Barat Yozarwardi mengatakan ada tiga fungsi kawasan di Lembah Anai, yakni taman wisata alam, hutan lindung, dan area penggunaan lain. Xakapa Café, kata dia, berada di hutan lindung. “Informasi dari Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Bukit Barisan, yang bersangkutan telah mengurus ketelanjuran ke KLHK,” ucap Yozarwardi, Kamis, 16 Mei 2024.
Sementara itu, Yozarwardi melanjutkan, masjid dan bangunan pondok pesantren berada di area penggunaan lain. “Telah ada tata batas dan terdapat sertifikat. Tata batas dilakukan oleh KLHK dan sertifikat hak milik tahun 1986 yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional,” ujar Yozarwardi. “Sudah ada pula surat klarifikasi penataan batas dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah I Medan.”
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Fachri Hamzah dari Padang dan Ahmad Fikri dari Bandung berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Abai Ancaman di Lembah Anai"