Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

lingkungan

Marak Perburuan Badak Jawa, Pakar dari Itera Tekankan Pentingnya Teknologi untuk Konservasi

Berbagai pendekatan teknologi sangat mutlak dibutuhkan dalam upaya pengelolaan badak jawa.

1 Juli 2024 | 20.15 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pakar konservasi satwa liar dari Institut Teknologi Sumatera (Itera) Lampung, Muhajir Hasibuan, merespons maraknya perburuan badak jawa bercula satu (rhinoceros sondaicus) yang membuat populasinya semakin menipis. Menurut dosen rekayasa kehutanan ini, penting dilakukan pemanfaatan teknologi saat konservasi dan pemantauan satwa, misalnya lewat drone dan kamera jebak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Berbagai pendekatan teknologi sangat mutlak dibutuhkan dalam upaya pengelolaan badak jawa, seperti pemanfaatan drone, kamera jebak dan pengembangan Sistem Informasi Geografis (SIG) berbasis artificial intelligence dan Internet of Things,” kata Muhajir dikutip dari keterangan resminya, Senin, 1 Juli 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sederet teknologi yang disebut Muhajir, bisa digunakan untuk menghitung populasi dan memetakan habitat badak jawa ini. Lalu jalur pergerakan, sumber pakan, potensi ancaman dan aspek keberlangsungan hidup badak jawa juga bisa dipantau lewat akses data dari teknologi tersebut. Berkat AI, foto dan video yang didapatkan dari SIG akan otomatis memaparkan kondisi terkini dan langkah mitigasi yang diperlukan petugas di lapangan.

Muhajir agak risau bila badak jawa menyusul badak putih utara yang telah resmi dinyatakan punah di alam maupun secara fungsional. “Jangan sampai badak jawa menyusul badak di bagian dunia lain. Untuk itu keterlibatan para pihak sangat diperlukan dalam upaya konservasi badak jawa.”

Konservasi badak jawa dilakukan di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Menurut Muhajir, sejak fase 2000-an satwa ini tidak pernah terbebas dari pelbagai ancaman yang terjadi. Ancaman itu semisal penurunan genetik akibat populasi yang semakin langka, risiko bencana alam gempa dan tsunami karena letaknya di bibir pantai dekat Gunung Api Honje Ujung Kulon, hingga masifnya perburuan yang menyasar satwa tersebut.

“Populasi badak jawa tidak pernah lebih dari 80 individu,” ujar Muhajir, seraya menyebut, “Baru-baru ini kabar menyedihkan juga melanda dunia konservasi badak jawa dengan ditangkapnya seorang pemburu dan terbukti membunuh enam ekor badak jawa di TNUK. Vonis ini membuka mata kita bersama bahwa ada yang tidak baik-baik saja.”

Berdasarkan fakta yang dirangkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Muhajir menyampaikan terdakwa telah menembak dan membunuh badak jawa sebanyak enam ekor, lima di antaranya jantan dan satu satwa lagi betina. Tindakan ini telah dilakukan terdakwa sejak 2019-2023 lalu.

Kepolisian Daerah Banten, kata Muhajir, juga sudah melakukan pengembangan kasus dan mendapatkan fakta yang dinilainya sangat menyedihkan pecinta satwa dan konservasi. Pasalnya, ada dugaan kalau terdapat 26 badak jawa yang mati diburu sepanjang kurun waktu 2019-203 di TNUK, termasuk penangkapan terdakwa yang membunuh enam ekor badak tersebut.

“Kasus ini menjadi tamparan keras bagi kita semua, tidak hanya pemerintah pusat melalui Kementerian LHK, tetapi kita semuanya, termasuk para peneliti dan rakyat Indonesia. Karena badak jawa adalah milik dan kebanggaan kita semua, juga sumber pengetahuan untuk warisan anak-cucu kita,” ucap Muhajir.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus