Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI Tromsø, anak-anak muda yang berhimpun dalam lembaga-lembaga swadaya masyarakat menyebut diri mereka sebagai “professional beach cleaner”, pembersih pantai profesional. Misalnya, di In The Same Boat, organisasi nirlaba pembersih pantai terbesar di Norwegia, mereka berambisi membersihkan laut Tromsø, pulau yang luasnya separuh Bali di Norwegia utara yang acap disebut Ibu Kota Arktik. Pulau ini terbentuk dari sampah yang mengambang di air ataupun bibir pantai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Secara rutin para relawan turun ke laut, menderu di atas perahu mesin mengelilingi pulau seluas 2.500 kilometer persegi itu, tembus ke dekat perbatasan Laut Barents di samudra paling utara bumi. Mereka melewati pulau-pulau kecil di pesisir laut Norwegia. “Target kami bisa menyingkirkan 70 persen sampah plastik pada 2028,” ucap Marte Haave, Manajer Program Salt, organisasi ahli biologi yang tekun meneliti sampah laut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sama seperti In The Same Boat, Salt mendapat pendanaan membersihkan laut dari Norwegian Retailers’ Environment Fund (NREF). NREF adalah organisasi donor yang dibentuk pemerintah Norwegia bekerja sama dengan asosiasi toko. Pemerintah memungut biaya pemakaian kantong plastik sekali pakai sejak 2017. Alih-alih melarang pemakaian kantong plastik, pemerintah memberlakukan pungutan 3 krona atau Rp 4.300 untuk pemakaian setiap kantong plastik. Uang itu kemudian ditransfer ke rekening NREF untuk membiayai pelbagai proyek.
Saat Marte Haave berbicara di konferensi “Hari Bersih-bersih Sedunia” pertama oleh GRID Arendal, partner Perserikatan Bangsa-Bangsa, di Tromsø pada 20 September 2024, NREF mengumumkan telah mendanai lebih dari 1.500 proyek senilai Rp 2,4 triliun di seluruh dunia. Salt dan In The Same Boat adalah dua organisasi yang mereka dukung hingga 2028. Sebagai pembersih pantai profesional, kedua organisasi itu berhimpun di bawah program “Cleanup Norway in Time”.
Program yang dibuat pada 2021 itu berfokus pada pembersihan laut. Sebagai negara pesisir dengan garis pantai terpanjang ketiga di dunia, setelah Kanada dan Indonesia, Norwegia punya problem sampah laut. Setiap tahun, 15 ribu ton plastik masuk ke pasar negara ini, 21 persen lebih tinggi dibanding rata-rata negara Eropa, yang sepertiga sampahnya terdampar di pantai. Belum lagi limbah dari negara lain yang masuk lewat perairan. Komisi Eropa menargetkan pengurangan 65 persen sampah plastik di semua negara anggotanya pada 2035.
Pengurangan sampah plastik di lingkungan adalah bagian dari tekad Norwegia mencegah tiga krisis planet (triple planetary crisis) yang menjadi pakta internasional dalam konferensi iklim tahunan Conference of the Parties PBB. Selain dibayangi krisis iklim, planet bumi terancam polusi dan kehilangan biodiversitas. Norwegia berfokus menyingkirkan sampah di laut karena studi-studi menunjukkan mikroplastik sudah masuk ke siklus makanan yang bisa mempengaruhi kesehatan manusia.
Bagi masyarakat Norwegia yang merupakan bangsa Viking, perikanan adalah sektor utama. Laut yang tercemar akan berpengaruh pada kualitas ikan dan tradisi nelayan. Menurut Cecilie Lind, Kepala NREF, hingga pertengahan tahun ini, sebanyak 126 pemerintah kota madya dari total 357 telah bergabung dengan program Cleanup Norway in Time. Dengan keterlibatan pemerintah kota, kelompok relawan, dan nelayan di pelbagai pulau, Lind menambahkan, proyek pembersihan laut Norwegia menyentuh hingga pelosok.
Laut dan pantai di pulau-pulau kecil di sekitar Tromsø pun menjadi bersih dan biru. Para aktivis Salt mengajak para wartawan yang meliput UN Cleanup Day menjelajahi Laut Norwegia pada 21 September 2024. Dengan kapal mesin yang melaju cepat di bawah udara 5 derajat Celsius, mereka menunjukkan lokasi-lokasi pembersihan. Di air ataupun pasir pantai tak terlihat secuil pun sampah plastik.
Pelabuhan dan laut Tromsø di Norwegia utara. Relawan pembersih pantai rutin memungut sampah plastik yang terapung di laut sehingga laut menjadi bersih. (Tempo/Bagja Hidayat)
Para aktivis pembersih laut membagi lokasi pengumpulan sampah menjadi tiga area: pertama kali, prioritas, dan pemeliharaan. Mereka memilah sampah dan mengumpulkannya sesuai dengan jenis: kaca, kayu, jaring, botol, plastik, dan besi. Sampah organik dan berbahaya serta beracun dimusnahkan. Sisanya masuk ke pabrik daur ulang di kota setempat. “Gerakan kami telah melahirkan ekonomi sirkular yang masif,” tutur Lind.
Hingga Agustus 2024, gerakan Cleanup Norway in Time telah mengumpulkan 3.700 ton sampah plastik dari laut dan pantai Norwegia. Dengan 277 ribu jam kerja, panjang pantai yang telah dijelajahi para pembersih pantai profesional mencapai 28 ribu kilometer, setara dengan jarak bolak-balik Tromsø-Jayapura. Jika ditotal, mereka telah menyingkirkan 55 persen sampah laut. Untuk semua capaian itu, NREF menggelontorkan dana 500 ribu krona atau Rp 713 miliar.
Mengapa sebutannya pembersih pantai profesional? Dengan berkelakar, Lind mengatakan pembersih pantai adalah pekerjaan baru di Norwegia yang menjanjikan. Laporan tahunan NREF menyebutkan ada 19 organisasi yang terlibat dalam program Cleanup Norway in Time. Karyawannya punya beragam latar belakang, dari pembersih tumpahan minyak, perawat kapal, peneliti biologi, pengelola akuakultur, nelayan, hingga pengelola rekreasi laut.
Brosur itu menjelaskan, mereka yang terlibat dalam program ini wajib memiliki sertifikat pembersih pantai. Untuk menjadi relawan juga ada tes, yang meliputi pengetahuan pelindungan laut, peraturan melindungi pantai, serta pengetahuan tentang flora dan fauna endemis yang rentan. Menurut Lind, mereka mendapat upah layak dan perlindungan kerja sesuai dengan hukum Norwegia. “Ini pekerjaan yang menyenangkan,” kata Brage Heill, Manajer Salt Tromsø, yang sudah dua tahun bergabung dengan organisasi ini.
NREF juga punya program penyingkiran sampah laut di Pangandaran. Menurut Stian Kallekleiv, Kepala Komunikasi NREF, proyek tersebut menyasar kelompok nelayan dan kelompok relawan di pantai selatan Jawa Barat itu untuk edukasi dan gerakan pembersihan sampah laut. “Kami baru dari sana untuk meninjau kesiapannya,” ujarnya.
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Para Pembersih Pantai Profesional"