Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Peduli Lingkungan Papua melaporkan berbagai persoalan agraria di sejumlah wilayah Papua melalui saluran pengaduan 'Lapor Mas Wapres' di Kantor Istana Wakil Presiden di Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Juru Bicara Koalisi Peduli Lingkungan Papua, Ambrosius Mulait, mengatakan masalah yang dilaporkan adalah konflik lahan antara masyarakat adat dengan korporasi dan proyek pemerintah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Izin yang berhubungan dengan kelapa sawit, batubara, minyak dan gas, yang terakhir itu proyek food estate di Merauke," katanya saat ditemui di Istana Wakil Presiden, Jumat, 15 November 2024.
Ambrosius mengatakan dia bersama sejumlah rekannya datang ke Istana Wakil Presiden sejak pagi hari pukul 08.00. Tetapi sampai Jumat siang laporannya belum diterima karena keterbatasan kuota di tempat. Saat di lokasi sudah banyak warga yang ingin mengadukan masalah.
Ambrosius mengatakan laporan koalisi ini antara lain mempersoalkan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) sejumlah proyek, yang menurut masyarakat adat justru merugikan. Banyak masyarakat adat yang terdampak karena kehilangan lahan adat akibat berbagai proyek tersebut. "Dampak langsung itu tempat keramatnya mereka hancur, yang kedua, tempat penghidupan mereka hancur," tuturnya.
Masyarakat Papua, kata Ambrosius, memiliki ikatan antara lahan dan lingkungan sekitar sebagai penopang hidup sehari-hari. Tempat keramat para leluhur juga memiliki ikatan batin dengan masyarakat. Dia menegaskan bahwa seluruh lahan di Papua merupakan milik masyarakat adat.
Sebelum melapor ke saluran Lapor Mas Wapres milik Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, koalisi juga ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura. Lalu juga melaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal sejumlah proyek yang ada di Papua.
Dengan adanya laporan ini, koalisi berharap pemerintah memberikan pengakuan terhadap tanah dan hutan masyarakat adat. "Kami juga mendesak pemerintah mengakui atau mengesahkan undang-undang masyarakat adat," kata Ambrosius.