Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

prelude

Citayam Fashion Week

Citayam Fashion Week bubar. Tapi istilah “create by the poor stolen by the rich” menjadi populer.

13 Agustus 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Citayam Fashion Week

CREATED by the poor, stolen by the rich” begitu populer setelah dikenalnya Citayam Fashion Week (CFW). Pernyataan tersebut ada benarnya. Sebab, kita semua menyaksikan warga sejahtera, tua-muda, kalangan selebritas, pejabat pemerintah, hingga politikus tanpa rasa malu memanfaatkan CFW untuk mendongkrak popularitas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seharusnya pemerintah memberi penghargaan kepada anak-anak muda yang mempunyai ide kreatif tersebut, tidak sekadar memanfaatkan. Penghargaan bisa diberikan dengan banyak cara. Sebab, yang paling penting buah pemikiran mereka mendapat sambutan positif dan mereka dapat terus berkarya. Ditambah lagi banyak kalangan pejabat yang menebar komentar tanpa makna serta membuat gaduh. Sebenarnya CFW, yang akhirnya ditiru oleh banyak kota di seluruh Indonesia, adalah sindiran halus kepada pemerintah karena lalai menyediakan ruang publik yang terbuka, aman, dan nyaman untuk anak-anak muda mengekspresikan kreativitas mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain itu, ada baiknya pihak yang berwenang menyediakan lokasi yang lebih tertib, aman, dan nyaman serta dikelola secara profesional. Ini diperlukan agar Citayam Fashion Week bisa berkelanjutan dan mendatangkan manfaat yang positif bagi berbagai pihak. 

Samesto Nitisastro
Depok, Jawa Barat


Ribet PeduliLindungi

SAAT hendak masuk mal saya ditolak karena ada seorang anggota grup yang belum divaksin. Padahal anggota lain sudah menjalani vaksin booster. Anehnya, saat pindai check-in di aplikasi PeduilLindungi saya memilih “Just Me”. Padahal saya sudah divaksin lengkap.

Saya laporkan ke kontak PeduliLindungi. Tapi malah check-in tidak berfungsi. Saya laporkan sistem check-in tidak berfungsi. Untuk hal itu, saya dimintai data: nama lengkap, nomor induk kependudukan (NIK), tanggal vaksinasi, tempat vaksin, dan jenis vaksin. Sungguh ribet. Semestinya kita cukup memasukkan data NIK dan semua data lain akan muncul di layar mereka. 

Mungkin PeduiliLindungi mempraktikkan sindiran “kalau bisa dibikin ribet, mengapa dibikin mudah?”. Kapan majunya negara ini? 

Hadi Satyagraha
Petamburan, Jakarta Pusat


Tinta Pemilu

SEPERTINYA tidak diketahui banyak orang bahwa negara kita sudah lama mengimpor tinta pemilihan umum. Tinta ini berguna untuk menandai atau menghindari adanya pemilih ganda atau triple. Setiap pemilih yang sudah menggunakan haknya akan mencelupkan salah satu jarinya ke tinta impor ini.

Sungguh keterlaluan jika tinta saja masih diimpor. Adapun mobil bahkan pesawat terbang saja sudah mampu kita buat. Jika belum ada ilmuwan kita yang menemukan cara membuat tinta pemilu ini, saya sarankan kita menggunakan bahan-bahan sirih yang biasa dimakan perempuan-perempuan tua di perdesaan. Memang warnanya merah kekuningan. Tapi daya tahannya tidak kalah dengan tinta impor.

Semoga Komisi Pemilihan Umum membaca saran ini. 

Pandu Syaiful
Pekanbaru, Riau 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus