Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BENARKAH kekuasaan presiden sangat besar alias powerful? Jika mengacu dan membaca secara lebih saksama Undang-Undang Dasar 1945, dari amendemen pertama sampai keempat (1999-2002), terlihat kekuasaan presiden berkurang dibanding dalam UUD 1945 sebelum diamendemen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berkaca pada pengalaman Orde Baru yang otoriter (1966-1998), salah satu agenda utama era Reformasi 1998 adalah amendemen UUD 1945 dengan memangkas kekuasaan besar presiden dan memberi hak serta kekuasaan yang lebih powerful kepada lembaga legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat). Dengan amendemen tersebut, posisi dan fungsi DPR sebagai lembaga pengawasan atas kerja presiden bisa diperkuat dan mengurangi kekuasaan besar presiden yang bisa mengarah pada abuse of power.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jika kita selisik konsep trias politica Baron de Montesquieu (filsuf Prancis, 1689-1755) yang memisahkan tiga kekuasaan (eksekutif, legislatif, dan yudikatif), seharusnya jabatan presiden hanya berfokus sebagai kepala pemerintahan, bukan merangkap kepala negara. Rangkap jabatan sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara memberi kekuasaan besar yang berpeluang membuat seorang presiden melakukan abuse of power. Jabatan kepala negara, sebagaimana diatur UUD 1945, memberi kekuasaan extra non-governmental kepada seorang presiden.
Dr Yosminaldi
Bekasi, Jawa Barat
Renungan Ramadan
RAMADAN menyadarkan kita bahwa ribuan polah kita selama ini jauh dari akhlak yang seharusnya menjadi watak manusia, terutama muslim. Apakah agama menjadi dasar falsafah kehidupan dan pengendalian diri, tata nilai luhur, atau sekadar atribut tanpa makna spiritual?
Surat Ar-Rum ayat 7 menyebutkan, “Mereka mengetahui yang lahir (tampak) dari kehidupan dunia; sedangkan terhadap (kehidupan) akhirat mereka lalai”. Rasulullah SAW bersabda bahwa misi utamanya di dunia adalah meningkatkan kualitas akhlak manusia. Keutamaan manusia adalah bermanfaat bagi orang lain. Di sini kepemimpinan yang didasari integritas serta akhlak mulia menjadi hal penting.
Dalam skripsinya, Durrotun Nashihah dari Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta membahas secara luas masalah ghafilun yang disebutkan dalam Al-Quran sebanyak 17 kali, yaitu orang-orang yang lalai serta tidak peduli kepada Allah, lingkungan, ataupun dirinya sendiri.
Renungan singkat ini lebih bertujuan mengajak kita semua wawas diri dan benar-benar menyambut Ramadan untuk beribadah secara lengkap serta menyeluruh baik vertikal maupun horizontal.
Hadisudjono Sastrosatomo
Jakarta
Jalan Raya Jakarta-Bogor
JALAN Raya Jakarta-Bogor sepanjang 45 kilometer dulu adalah lokasi berbagai macam industri. Di sepanjang kanan-kiri jalan, kita akan menemukan bangunan-bangunan pabrik, pergudangan, dan markas militer. Jalan raya tersebut merupakan akses utama masyarakat dari Jakarta ke Bogor, Jawa Barat. Dulu di sana tidak ada perumahan, pusat belanja, toko-toko, rumah makan, dan sebagainya. Jadi lalu lintas jalan tersebut relatif nyaman dan lancar. Pohon-pohon besar dan rindang pun ada di kanan-kiri jalan.
Perkembangan aktivitas di sepanjang jalan tersebut tidak terkontrol lagi. Jumlah kendaraan yang melewatinya pun meningkat pesat. Maka kemacetan lalu lintas hampir terjadi sepanjang waktu. Banyaknya persimpangan dengan lampu lalu lintas, tempat berputar balik, angkutan umum yang berhenti sembarangan, sepeda motor yang melawan arus, dan kendaraan besar yang keluar-masuk pabrik serta pergudangan makin membuat ruwet. Tidak adanya trotoar menyebabkan para pejalan kaki harus berjuang melawan bahaya karena berbagi ruang dengan kendaraan yang berlalu-lalang.
Selain itu, jarang terlihat polisi lalu lintas atau petugas dinas perhubungan yang berjaga. Pekerjaan mereka sepertinya “dilimpahkan” kepada petugas satuan pengamanan di setiap pabrik serta pergudangan. Para petugas keamanan ini terlihat berjaga sepanjang hari, mengatur kendaraan yang keluar-masuk, ataupun membantu mengatasi kemacetan. Seharusnya personel satuan polisi pamong praja juga bisa diperbantukan apabila jumlah polisi dan petugas dinas perhubungan terasa kurang.
Pemerintah Kota Jakarta Timur dan Provinsi DKI Jakarta, bahkan barangkali pemerintah pusat, harus turun tangan berbuat sesuatu untuk mengatasi masalah kemacetan lalu lintas dan kesemrawutan tersebut. Jangan sampai lalu lintas tidak bergerak serta menghambat mobilitas orang-orang dan kegiatan ekonomi. Belum lagi risiko terjadinya kecelakaan karena banyaknya pengguna jalan yang mengabaikan keselamatan dan tidak mematuhi peraturan.
Perlu kajian mendalam untuk menemukan jalan keluar terbaik tanpa merugikan kepentingan berbagai pihak. Apalagi ruas jalan tersebut sekarang bisa dikatakan berada di wilayah perkotaan dan menjadi sentra pergerakan ekonomi di kawasan Jakarta Timur.
Samesto Nitisastro
Depok, Jawa Barat
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo