Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

prelude

Menimbang Kandidat Menteri

ARTIKEL Tempo “Siapa ke Mana” edisi 14 Januari 1978 mengulas rencana perombakan kabinet setelah Presiden Soeharto bakal terpilih kembali dalam Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat. Tak seperti hari ini, yang lebih cair dan ada tawar-menawar partai koalisi, pemilihan kandidat menteri zaman Orde Baru sangat ditentukan oleh Soeharto sendiri.

11 Mei 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Angkatan Bersenjata Republik Indonesia sudah menyatakan opini yang membuat orang makin merasa yakin bahwa Presiden Soeharto dan wakil presidennya akan terpilih kembali. Maka perhatian orang pun kini lebih tertuju pada hal lain yang masih enak dibuat omongan: bagaimana wajah kabinet baru yang akan tersusun setelah presiden dan wakil presiden dilantik.

Ada yang beranggapan akan terjadi perubahan cukup besar, dalam arti ada orang baru yang masuk atau bertukar tempat. Tapi, yang agaknya pasti, Departemen Luar Negeri dan Departemen Penerangan yang sejak Oktober tahun lalu dikepalai menteri ad interim akan dipimpin orang baru. Di Pejambon, Menteri Kehakiman Mochtar Kusumaatmadja sudah menginjak bulan ketiga sebagai Menteri Luar Negeri hingga mendorong dugaan bahwa dia mungkin akan tampil sebagai menteri yang definitif. Apa iya?

Pekan lalu, di Pejambon, Profesor Mochtar menyatakan bersedia ditempatkan di mana saja, “asalkan bisa mengabdi untuk negara”. Tapi, di kalangan pegawai atasan Deplu, banyak juga yang berharap bisa punya menteri seorang “diplomat karier”. Banyak juga nama yang sudah beredar di “pasaran” untuk mengisi kursi Adam Malik itu. Di antaranya, yang akhir-akhir ini sering disebut orang, adalah Duta Besar RI di Washington, Rusmin Nuryadin.

Rusmin, 48 tahun, yang segera mengakhiri masa jabatannya di Amerika Serikat, pernah menjabat Kepala Staf Angkatan Udara. Sebelum mengisi pos di Washington, Rusmin—jangkung, ganteng, berkumis, dan oleh rekan-rekannya dijuluki “Errol Flynn”, bintang film Hollywood—juga pernah menjabat Duta Besar RI di Inggris. Mungkin itu pula sebabnya dia dipandang cukup berpengalaman untuk duduk di pos yang penting tersebut. Jika itu benar, untuk pertama kalinya dalam sejarah RI seseorang yang berasal dari ABRI memegang jabatan Menteri Luar Negeri.

Tubuh Deplu sendiri saat ini sedang mengalami perubahan. Deplu tengah membenahi beberapa pejabatnya yang dituduh terlibat urusan manipulasi. Selain itu, bulan lalu, Sekretaris Jenderal Deplu Ashari Danudirdjo diangkat sebagai penerus Rusmin Nuryadin di Washington. Dan, B.S. Arifin, orang “asli” Deplu yang sebelumnya menjabat Direktur Jenderal Hubungan Ekonomi, Sosial, dan Budaya, akan digantikan oleh Gusti Roesli Noor, yang saat ini masih menjadi Duta Besar RI untuk Denmark.

Satu nama lagi yang diperkirakan muncul adalah Ali Alatas, 46 tahun—kini Duta Besar RI di Jenewa. Di beberapa media asing, namanya pernah juga beredar sebagai salah seorang calon Menteri Luar Negeri. Tapi, akhir-akhir ini, Ali kabarnya akan ditarik pulang sebagai Direktur Jenderal Politik Deplu. Bagaimanapun, obrolan tentang siapa akan ke mana itu akhirnya akan kembali kepada presiden juga.

Penentuan personalia kabinet tak syak lagi adalah hak prerogatif presiden. Tapi perubahan personalia di lingkungan pertahanan dan keamanan agaknya akan terjadi sebelum Maret. Pekan lalu, perubahan itu sudah dimulai. Letnan Jenderal (Letjen) Widodo sudah diputuskan akan menggantikan Jenderal Makmun Murod sebagai Kepala Staf Angkatan Darat. Pelantikan akan berlangsung di Istana Negara, 26 Januari mendatang.

Adapun jabatan Panglima Komando Wilayah Pertahanan II untuk Jawa dan Madura akan diisi Letjen Wijoyo Suyono, yang kini masih menjabat Pangkowilhan III. Jabatan Wijoyo akan diteruskan Letjen Leo Lopulisa—kini Panglima Komando Strategi Angkatan Darat. Sebagai Pangkostrad baru, diangkat Mayor Jenderal Wiyogo, bekas Kepala Staf Kostrad yang kini menjabat Gubernur Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Udara. Ada juga pemikiran untuk memisahkan jabatan Menteri Pertahanan dan Keamanan dengan Panglima Angkatan Bersenjata. Menurut satu sumber Tempo, pemisahan itu bertujuan meningkatkan efisiensi dalam Departemen Hankam.


 

Artikel lengkap terdapat dalam Tempo edisi  14 Januari 1978. Dapatkan arsip digitalnya di:

https://store.tempo.co/majalah/detail/MC201212240045/perang-dua-komunis-perang-vietnam-kamboja#.XNWbcUgxVaQ

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus