Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

prelude

Tambang Nikel Biang Polusi

Tambang nikel milik PT Antam dan Inco di Soroako, Sulawesi Tenggara, menimbulkan persoalan lingkungan. Beberapa persoalan terjadi lantaran tambang nikel itu di antaranya debu dari proyek, aliran sungai yang tersumbat karena limbah, serta pencemaran laut.

8 Mei 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LIMBAH nikel yang dibuang PT Aneka Tambang (Antam) ditengarai mencemari sungai dan pesisir pantai di Desa Maba Pura, Halmahera Timur, Maluku Utara, April lalu. Para aktivis lingkungan pun menilai limbah lumpur yang dibuang Antam itu bisa merusak ekosistem bakau dan laut, tempat penduduk mencari ikan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jaringan Advokasi Tambang mencatat Antam menambang nikel di Maluku Utara sejak era Presiden Soeharto, yakni pada 1979. Tidak hanya di Maluku, Antam juga menambang nikel di Sulawesi Tenggara, seperti terekam dalam liputan majalah Tempo edisi 17 November 1976 berjudul “Akibat Nikel di Soroako”.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sulawesi lama dikenal sebagai “pulau kopra”. Namun, belakangan, debu dan deru traktor, buldozer, serta truk pengangkut tanah dan peralatan pabrik sedang menambah julukan pulau itu menjadi “pulau nikel”. Paling tidak julukan itu berlaku bagi jazirah tenggara, daerah sekitar Danau Matana-Mahalona-Towuti di kaki Pegunungan Verbeek sampai Pomalaa di Sulawesi Tenggara.

Di jazirah itu, Aneka Tambang dan anak perusahaan Kanada, International Nickel Company (Inco), sedang menguliti bumi untuk menambang tanah nikel (saprolite) yang tersembunyi di bawahnya. Sebenarnya bukan cuma jazirah tenggara itu yang kaya nikel, tapi juga jazirah timur laut di sebelah utara Pegunungan Verbeek.

Menurut ahli geologi Katili, seluruh busur timur Pulau Sulawesi yang bentuknya seperti huruf “K” itu kaya endapan besi dan nikel. Kata profesor ini, busur timur Sulawesi itu dulu merupakan pulau yang terpisah dari busur barat dan terbentuk dari kerak Samudra Pasifik yang memang kaya mineral besi dan nikel yang berasal dari kerak bumi sendiri.

Di ketiak busur timur yang kaya nikel itu, terdapat Danau Matana, Mahalona, dan Towuti yang dapat disebut “jantung” kegiatan pertambangan nikel Inco yang berbasis di Soroako dengan luas konsesi 300 ribu hektare. Desa yang terletak di pesisir selatan Danau Matana ini, dalam lima tahun terakhir, telah berkembang menjadi kota tambang yang modern dengan penghuni 8.500 orang.

Di beberapa tempat sekitar Soroako, bijih nikel sudah dapat dikeruk langsung dari muka bumi, setelah hutan belukarnya dipangkas tentunya. Namun, umumnya, lapisan saprolite itu tertutup oleh lapisan tanah goethite yang kaya bijih besi di muka bumi dan lapisan limonite yang mengandung sedikit nikel dan banyak mineral lain di antaranya.

Tanah yang dikeruk dengan buldozer dari puncak ke kaki bukit itu sebagian dimanfaatkan untuk membuat fondasi jalan. Sebagian lagi sekadar ditimbun di cekungan-cekungan tempat air hujan diharapkan tidak akan menyeretnya ke sungai atau danau.

Dari tambang-tambang terbuka itu, bijih nikel disaring di stasiun penapis dan di pabrik sehingga diperoleh butir-butir berpenampang kurang dari 2 inci tapi paling tinggi kadar nikelnya. Bahan inilah yang kemudian dikeringkan, dipisahkan kotorannya, kemudian disenyawakan dengan belerang menjadi pasir nickel matte dengan 75 persen dan 25 persen belerang.

Pekerjaan raksasa ini tentunya mengakibatkan perusakan dan pengotoran lingkungan yang luar biasa. Karena itu, dengan mengambil oper standar lingkungan Amerika Utara, para ahli Inco pagi-pagi sudah mulai menyelidiki besarnya gangguan tata lingkungan itu sambil menyiapkan upaya penanggulangannya.

Sumber polusi dan gangguan ekologis itu bermacam-macam. Jalan raya antara Malili, Soroako, dan Larona sudah dibangun 25 kilometer. Karena tidak diaspal, jalan yang lebarnya sampai 17 meter itu menjadi sumber debu yang kontinyu. Pembabatan hutan dan pengupasan kulit bumi sampai setebal 14 meter sudah terang merupakan gangguan yang utama. Di sana-sini sudah dilaporkan aliran sungai yang terganggu sehingga penduduk harus belajar menggali sumurnya sendiri.

Mungkin yang perlu juga mendapat perhatian, meski belum disoroti manajemen Inco saat ini, adalah polusi laut di Teluk Bone. Khususnya di sekitar terminal minyak Tanjung Mangkasa dan Pelabuhan Balantang dekat Malili, 60 kilometer dari Soroako. Sebab, ikan-ikan dari perairan itu adalah sumber protein sebagian besar penduduk Kecamatan Nuha dan Malili.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus