Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PEKAN lalu, kami mendapat dua kehormatan sekaligus. Pertama, dua jurnalis Tempo, Wahyu Dhyatmika dan Philipus Parera, diundang untuk berbicara di forum bergengsi Konferensi Uncovering Asia, pertemuan para jurnalis investigasi dari seluruh Asia yang diadakan Global Investigative Journalism Network di Kathmandu, Nepal.
Wahyu berbicara tentang penelusuran Panama Papers di Indonesia karena Tempo merupakan satu-satunya media di negeri ini yang tergabung dalam konsorsium wartawan yang menelisik bocoran dokumen terbesar dalam sejarah itu. Penelusuran tim investigasi Tempo menemukan jejak para petinggi negeri ini, sejumlah konglomerat, dan beberapa koruptor kelas kakap dalam dokumen Panama Papers.
Adapun Philipus berbicara tentang manajemen tim investigasi. Dia berbicara di satu panel bersama jurnalis Boston Globe, Walter V. Robinson, yang memimpin tim Spotlight membongkar skandal pelecehan seks di Gereja Katolik di Amerika Serikat, yang disembunyikan selama bertahun-tahun. Kisah investigasi mereka mendunia setelah difilmkan oleh Hollywood dan meraih Piala Oscar sebagai film terbaik. Philipus mengatakan mendapat banyak inspirasi dari obrolan akrabnya dengan Robinson pada panel diskusi itu.
Selama empat hari konferensi yang sengaja diadakan di Kathmandu—untuk membantu negeri indah di punggung Pegunungan Himalaya itu menggeliat kembali setelah gempa besar meluluhlantakkan semua bangunan bersejarah di sana, awal 2015—tak kurang dari 370 jurnalis berkolaborasi, merencanakan liputan bersama untuk mengungkap skandal, pelanggaran, dan kejahatan lintas negara di Asia. Tempo ada di tengah jejaring besar itu, membawa perspektif Indonesia dalam arus besar tren jurnalisme investigasi di era digital ini.
Banyak masalah yang kita hadapi di Indonesia, dari illegal fishing, pembalakan liar, sampai perdagangan manusia, yang hulu atau hilirnya berada di luar negeri ini. Tak mudah untuk membongkar semuanya tanpa mitra dan jejaring di negara-negara tetangga. Kini jejaring itu tersedia sehingga bolehlah Anda berharap melihat liputan investigasi Tempo di masa depan banyak diwarnai kerja sama lintas negara semacam itu.
Kedua, pada pekan yang sama, kami mendapatkan penghargaan Anugerah Kebudayaan 2016 dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Tempo dinilai sebagai media yang memberikan kontribusi nyata terhadap perkembangan kebudayaan di Indonesia, karena konsisten menciptakan opini yang mendorong masyarakat mencintai Indonesia. Selain itu, Tempo dinilai ikut menciptakan iklim yang kondusif bagi pelestarian budaya.
Ini penghargaan yang sungguh tak disangka-sangka. Kami bersyukur kerja-kerja jurnalistik kami dinilai setinggi itu—sesuatu yang tak pernah terbayangkan pada saat kami melakukan kewajiban kami mewartakan dunia. Ketika kami menurunkan laporan khusus tentang bahasa-bahasa daerah yang kini makin jarang diucapkan dan terancam punah, agama-agama lokal yang masih dianut masyarakat adat, serta para maestro seni tradisi ataupun kontemporer dengan karya-karya mereka yang menggetarkan, kami tentu berharap ada perubahan. Kami mengetuk nurani para pengambil kebijakan agar berbuat sesuatu demi melestarikan budaya kita. Namun kami tak pernah berambisi meraih penghargaan, karena kami sadar kami hanya pembawa pesan.
Kesempatan tampil di panggung internasional, ataupun mendapatkan penghargaan di forum nasional, merupakan kehormatan luar biasa buat kami. Semua itu untuk Anda, para pembaca.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo