Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TIBA-TIBA saja kami "tertubruk" berita gembira. Pekan lalu, bertubi-tubi kami mendapat kabar liputan-liputan Tempo dalam dua tahun terakhir mendapat penghargaan. Dewan Pers menilai liputan kekacauan pengadaan alat tes Covid-19 di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada Maret 2021 sebagai “karya jurnalistik cetak terbaik 2022”.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anugerah Dewan Pers ini mengejutkan. Sebab, selain liputan itu agak lama, lembaga independen tersebut menitikberatkan peran media dalam penanganan pandemi. Sebagai media publik, kami memang mempertajam penciuman dan pendengaran pada isu-isu penting ketika virus corona mulai masuk ke Indonesia pada awal Maret 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ada pepatah yang mengatakan, pada saat krisis, penyelewengan justru lebih besar. Hasrat pemerintah menangani krisis dengan cepat acap menerabas batas kewajaran, bahkan hukum dan moral. Pandemi Covid-19 adalah krisis dunia terbesar dalam setengah abad terakhir. Keinginan mencegah persebaran virus dan melindungi masyarakat menjadi dalih penyelenggara negara melonggarkan aturan dan korupsi.
Liputan “Mudarat Pengadaan Darurat” itu secara telak menyorot tabiat pejabat kita di masa krisis. Tanpa tender dan dengan dalih menangani pandemi, pengadaan reagen bernilai hampir setengah triliun rupiah memakai skema penunjukan langsung. Perusahaan yang ditunjuk BNPB terkoneksi dengan pemimpinnya. Apalagi reagen itu ternyata tak bisa dipakai karena tak cocok dengan mesin pengetes virus yang ada di rumah-rumah sakit.
Liputan pengadaan reagen untuk tes reaksi berantai polimerase atau PCR ini dikerjakan secara kolaboratif bersama wartawan Klub Jurnalis Investigasi yang disokong Indonesia Corruption Watch. Liputan ini membuktikan bahwa kolaborasi adalah jalan terbaik bagi media dan organisasi masyarakat sipil untuk mengawasi kinerja pemerintah dalam urusan-urusan publik. Kolaborasi memungkinkan kejahatan yang sengaja disembunyikan terkuak.
Dewan Pers juga memberi Tempo penghargaan sebagai media terbaik dengan jumlah karyawan di bawah 100. Kategori ini unik dan kami baru sadar bahwa tim majalah Tempo begitu kecil. Jumlah wartawan kami tak sampai 30. Tapi, dengan jumlah yang kecil itu, kerja jurnalistik menjadi lebih efektif dan efisien. Koordinasi menjadi tak birokratis. Penopang utama kerja jurnalistik adalah koordinasi di masa penyiapan liputan.
Tanpa koordinasi yang solid antardivisi bahkan antarwartawan dalam berbagi data, liputan penyelewengan dan korupsi yang tersamar akan sulit dikerjakan. Masa persiapan memungkinkan kami memetakan masalah dengan lebih jelas, merangkai hipotesis lebih solid, hingga membuat tata waktu lebih efektif.
Belum lepas dari euforia itu, kami juga mendapat kabar bahwa Wahyu Dhyatmika, CEO Tempo Digital, memperoleh Soetandyo Award dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga. Wahyu adalah alumnus FISIP Unair yang didirikan sosiolog Profesor Soetandyo Wignjosoebroto pada 1977. Juri Soetandyo Award menilai Wahyu sebagai jurnalis yang mempromosikan kebebasan berpendapat dan perlindungan hak asasi manusia.
Selain itu, Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) memberikan penghargaan atas liputan panjang hak-hak perempuan dan kesetaraan gender. KUPI menilai liputan tersebut menangkap esensi yang diperjuangkan para ulama perempuan dalam menegakkan perlindungan hak asasi manusia.
Digitalisasi, hak asasi manusia, kebebasan berpendapat, dan demokrasi telah lama menjadi perhatian kami. Tempo didirikan pada 1971 dengan misi menjunjung tiga yang terakhir. Nilai-nilai itu sudah membentuk perspektif dan paradigma liputan para wartawan Tempo. Adapun digitalisasi kami garap dengan serius dalam tiga tahun terakhir.
Disrupsi digital “memaksa” kami turut serta dalam arus deras pergeseran publik dalam mengkonsumsi berita. Pandemi Covid-19 mempercepat usaha itu. Misinya: menahan disrupsi yang salah arah. Kami sadar platform berita seperti Tempo bisa kalah oleh platform lain dalam menyajikan informasi. Kami ingin mempertahankan peran media yang kredibel sebagai rujukan publik dalam memperoleh informasi yang akurat.
Maka menyelami digitalisasi adalah cara kami menyatukan dua kepentingan: adaptif dengan zaman yang berubah seraya tetap menyajikan jurnalisme bermutu. Untuk Publik, untuk Republik.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo