Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jarum jam mendekati pukul 17.00 ketika sejumlah perempuan duduk meriung di atas papan kayu berwarna biru. Mereka berganti pakaian setelah sebelumnya berkeringat karena berjibaku memasak bubur sayur lodeh, santapan khas berbuka puasa di Masjid Kauman, atau Masjid Sabilurrasyad, di Dusun Kauman, Desa Wijirejo, Kecamatan Pandak, Bantul.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sambil duduk lesehan, mereka mulai menata piring yang akan diisi dengan bubur sayur lodeh. Mereka berbagi tugas. Ada yang menuang segayung bubur nasi ke atas piring, mengguyur dengan sayur, memasukkan bakmi, menata piring di atas papan, lalu membagikannya kepada jemaah. "Selama sebulan puasa, menunya ini," kata Futihah, perempuan yang masuk tim pemasak bubur sayur lodeh, kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tim pemasak yang dipimpin Zurkoni ini terdiri atas istrinya, anak, dan tetangga. Memasak bubur sayur lodeh adalah kegiatan turun-temurun yang diwariskan dari kakek-neneknya. Namun dia mengaku tidak tahu sejak kapan bubur sayur lodeh menjadi makanan berbuka puasa. Zurkoni dan keluarganya hanya meneruskan tradisi turun-temurun itu. Namun mereka menduga sejak masjid itu didirikan Kanjeng Panembahan Bodho alias Raden Trenggono, murid Sunan Kalijaga, pada 1500.
"Tapi keluarga yang tinggal di sebelah selatan masjid memang yang bertugas memasaknya sejak lama," kata anggota Seksi Kemakmuran Takmir Masjid Kauman, Nur Jauzak, 52 tahun.
Nur mengatakan kegiatan memasak bubur sayur lodeh pernah digantikan oleh remaja masjid. "Rasanya yang khas menjadi tidak sama."
Yang unik dari menu ini adalah sebutan sayur lodeh yang melekat sejak dulu. Padahal menu yang disajikan tidak dicampur dengan sayur lodeh. Sayur yang digunakan adalah sayur sambal goreng krecek. "Disebut sayur lodeh karena bahan sayurannya sudah tersedia di dusun ini. Mudah didapat," kata Nur.
Setiap hari pengurus masjid menyediakan 4 kilogram beras untuk membuat 140 porsi menu buka puasa. Adapun pada Jumat, panitia memasak 11 kilogram beras untuk menyediakan 400 porsi bubur.
Nur mengatakan sudah turun-temurun bubur dijadikan santapan buka puasa di Masjid Kauman. Dia menjelaskan, filosofi bubur berasal dari bahasa Arab, "bibirrin", yang artinya dengan kebagusan. Maknanya, penyebaran ajaran agama Islam oleh wali sanga dilakukan dengan lembut seperti tekstur bubur, bukan dengan kekerasan. Dari sisi kesehatan, tekstur bubur lembut, baik untuk pencernaan yang seharian tidak mencerna makanan.
PITO AGUSTIN RUDIANA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo