Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Kasus penyakit gondongan atau parotitis tengah menjadi sorotan Kota Yogyakarta setelah menulari ratusan pelajar, terutama siswa sekolah dasar (SD), kurun Oktober hingga November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kasus yang sudah dikategorikan kejadian luar biasa atau KLB itu meski biasanya dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan khusus, namun dinilai perlu diwaspadai dampak lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Walaupun mayoritas kasus gondongan ini dapat sembuh sendiri, tetapi dapat menyebabkan komplikasi fatal jika menjalar sampai otak, bisa menyebabkan radang otak,” ungkap Dokter Spesialis Anak RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, Ratni Indrawanti, Rabu, 6 November 2024.
Ratni mengatakan komplikasi lainnya yang dapat terjadi pada penderita gondongan adalah pneumonia dan pankreatitis atau peradangan pada pankreas. “Penularan pada usia remaja atau dewasa dapat menyebabkan orchitis atau peradangan testis pada laki-laki dan ovaritis atau peradangan ovarium pada wanita,” ujarnya.
“Jika penderita ibu hamil, juga bisa terancam komplikasi berat hingga berakibat pada keguguran, terutama jika terjangkit saat usia kehamilan kurang dari 12 minggu,” ujarnya.
Ratni menjelaskan, gondongan disebabkan infeksi yang disebabkan virus bernama paramyxovirus. Infeksi yang terjadi biasanya pada kelenjar ludah, letaknya ada di bawah daun telinga.
Jika terinfeksi, penderita akan merasakan gejala 16–18 hari lamanya. Pada 2–3 hari pertama, gejala yang mungkin timbul adalah demam, pusing, badan tidak nyaman, terkadang disertai batuk atau muntah. Jika parah, penderita bisa kejang dan penurunan kesadaran.
Gejala selanjutnya adalah pembesaran pada kelenjar ludah yang terasa sakit. Pembesaran ini berlangsung 5–7 hari dan bisa terjadi di dua sisi leher. Setelahnya gondongan akan mengecil dengan sendirinya.
Penularan gondongan ini, ujar Ratni, memang tergolong mudah. Sebagian besar melalui droplet atau cipratan liur yang keluar saat bersin, berteriak, atau batuk. Virus dalam droplet dapat tetap hidup selama beberapa jam sehingga memungkinkan terjadinya penularan tidak langsung.
Penularan ini terjadi jika seseorang menyentuh droplet yang ada di permukaan benda, lalu menyentuh hidung atau mulut. Oleh sebab itu, Ratni menyarankan untuk mengisolasi penderita selama lima hari terhitung sejak mulai demam.
Usaha preventif dapat dilakukan untuk mencegah penularan ini. Pertama, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) perlu untuk ditegakkan agar virus segera mati dan tidak menyebar. Kedua, dapat pula dilakukan pemberian vaksin MMR.
“Ini adalah vaksin kombinasi, bisa untuk mencegah tiga penyakit, jika pernah terjangkit gondongan dengan dibuktikan oleh tes antibodi, maka vaksinasi MMR boleh tidak diberikan,” katanya.