Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENGECEKAN suhu tubuh kini menjadi standar untuk membolehkan seseorang masuk ke suatu area di masa pandemi Covid-19. Ini pula yang berlaku di kampus Universitas Nurul Jadid di Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo, Jawa Timur. Pemeriksaan suhu di kampus yang memiliki lebih dari 6.000 mahasiswa itu dilakukan secara manual dengan cara mengarahkan alat pengecek suhu ke setiap orang yang akan masuk.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keinginan untuk mempermudah pengecekan suhu itulah yang mendorong Deni Hardiansyah, Lukmanul Hakim, dan Muhamad Kadafi membuat alat sensor deteksi suhu tubuh. Ketiganya adalah mahasiswa Jurusan Teknik Elektro, yang juga aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Robotik di Universitas Nurul Jadid. "Waktu itu saya berpikirnya bagaimana membantu kampus di masa pandemi ini," tutur Deni, Kamis, 19 Agustus lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah membaca sejumlah referensi, ucap Deni, muncullah ide untuk membuat alat pengecek suhu secara otomatis. Dengan alat itu, petugas satuan pengamanan kampus tak perlu berdiri untuk mengecek suhu tubuh orang satu per satu secara manual. Mereka yang akan masuk kampus tinggal mendekatkan tangan ke alat dan suhu tubuhnya bisa diketahui. "Kalau suhu tubuhnya lebih dari 38 derajat Celsius tidak boleh masuk kampus."
Setelah mendapatkan ide itu, ketiganya lantas membeli komponen-komponen yang di antaranya adalah Arduino Nano, sensor pengecek suhu bertipe MLX916. Untuk menampilkan hasilnya, dipakailah layar liquid crystal display (LCD) berukuran 16 x 2 milimeter. Pengukuran jarak antara obyek dan alat memakai sensor ultrasonik. "Semua perlengkapan itu dibeli secara online dengan biaya sekitar Rp 300 ribu," ucap Deni.
Untuk membuat alat ini, ketiganya berbagi peran. Deni bertugas membuat program untuk Arduino. Lukmanul membuat rancangan alat ini. Adapun Kadafi bertugas merakit semua alat sehingga bisa dioperasikan. Menurut Deni, waktu pembuatan alat ini kurang dari seminggu. Alatnya dikerjakan sejak Juni dan diserahkan ke kampus pada 1 Juli lalu kemudian langsung dioperasikan.
Deni menjelaskan garis besar cara kerja alat ini. Saat orang mendekatkan tangan ke alat, terlebih dulu akan dibaca jaraknya oleh sensor ultrasonik. Di belakang sensor ultrasonik itu terdapat sensor suhu, yang fungsinya mengukur temperatur tubuh, dan Arduino Nano yang berfungsi mengolah hasil dari dua sensor tersebut lalu menampilkan hasilnya di layar LCD.
Jika jarak obyek dengan alat kurang dari 3 sentimeter, sensor suhu akan mengukur suhunya. Setelah itu, Arduino akan menampilkan hasil pengukuran suhu itu ke layar LCD. Jika jarak obyek dengan alat lebih dari 3 sentimeter, sensor suhu tidak akan membaca suhu dan Arduino menampilkan pesan "dekatkan tangan Anda" di layar LCD. "Kalau jarak lebih dari itu, dikhawatirkan pengukuran suhunya tidak akurat," ujar Deni.
Deni dan kawan-kawan baru membuat satu buah alat ini yang kini dipasang di pintu masuk kampus. Menurut Deni, alat ini masih akan terus dikembangkan dengan menambahkan fitur baru. Salah satunya menambahkan fitur suara yang berfungsi menyampaikan hasil pengukuran suhu agar tak perlu melihat ke layar LCD. "Itu salah satu harapan dari kampus," kata pria kelahiran 16 Oktober 1998 ini.
Alat deteksi suhu ini juga masih mengandalkan pasokan listrik secara langsung dalam pengoperasiannya. Deni ingin agar nantinya alat ini memakai baterai yang dayanya bisa diisi ulang. Soal rencana lain untuk alat ini, termasuk apakah akan diproduksi lebih banyak, Deni menyerahkan sepenuhnya hal itu kepada kampus.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo