Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SELAIN penganan seperti kacang dan kopi, jangan lupa siapkan tisu saat menonton laga antara Argentina dan Kroasia pada dinihari nanti. Mungkin akan berguna saat pertandingan berakhir. Apa pun yang terjadi, siapa pun yang melaju ke laga penghabisan, kesedihan ini akan segera terasa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tangisan akan menjadi pengantar kepergian satu dari dua maestro di panggung Piala Dunia. Lionel Messi di kubu Argentina dan Luka Modric di tim Kroasia. Hanya keajaiban bagi keduanya jika empat tahun mendatang mereka masih datang sebagai pemain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kegagalan menuju final menghapus mimpi besar Modric, 37 tahun, untuk memenangi Piala Dunia sepanjang kariernya. Peraih Ballon d’Or 2018, yang sampai sekarang masih berkilau di klubnya, Real Madrid, ini gagal menggaet Piala Dunia empat tahun lalu. Di final, Kroasia kalah oleh Prancis, 2-4.
Pun dengan Messi. Pemain yang sering dikatakan datang dari planet lain itu punya lebih banyak koleksi penghargaan pemain terbaik dunia, yakni tujuh kali. Penyerang berusia 35 tahun itu telah memenangi semua turnamen yang pernah diikutinya, kecuali mempersembahkan gelar juara dunia bagi negerinya.
Dia pernah mendapat kesempatan emas. Namun, di final Piala Dunia 2014 di Stadion Maracana, Rio de Janeiro, Brasil, dia hanya kebagian penghargaan Pemain Terbaik. Sedangkan piala rancangan Silvio Gazzaniga itu diangkat oleh Mario Goetze cs untuk kemudian diangkut ke Berlin, Jerman.
Dalam laga di Stadion Lusail Iconic di babak semifinal Piala Dunia 2022, Rabu dinihari WIB nanti, kedua kapten ini akan mengubur kegagalan tersebut. Modric akan tetap menjadi kekuatan utama Kroasia di lini tengah. Fisiknya yang sempurna, meski telah digerayangi usia, tetap mampu memimpin pasukan Zlatko Dalić saat menyerang dan bertahan secara bersama-sama. Bahkan untuk waktu 120 menit seperti saat melawan Brasil.
Pemain Kroasia Luka Modric pada pertandingan Perempat Final Piala Dunia melawan Brasil di Stadion Education City, Doha, Qatar, 9 Desember 2022. REUTERS/Hannah Mckay
Dalam laga itu pula, Kroasia berhasil memainkan sepak bola yang mengandalkan kolektivitas. Dengan bermain ketat, menempatkan pemain yang tak jauh dari pemain lawan, alur serangan Brasil menjadi mandek. Kehebatan Neymar cs seolah-olah menguap begitu saja. “Secara psikologis, kekalahan ini membuat saya telah hancur,” kata Neymar setelah laga.
Bersama Mateo Kovacic dan Marcelo Brozovic, Modric dipuji sang pelatih, Zlatko Dalic, sebagai gelandang trio terbaik yang pernah dimiliki Kroasia. “Ketika Anda mengoper bola kepada mereka, itu akan lebih aman ketimbang menyimpan uang di bank. Semuanya menjadi sangat mudah ketika mereka ada di lapangan,” kata Dalic.
Tentu saja ini merupakan capaian nan gemilang dari negara pecahan Yugoslavia ini. Sang manajer berperan besar dalam pembentukan tim yang tidak dilihat orang sebagai unggulan.
Keterampilan Dalic tidak hanya dalam soal taktik di lapangan, tapi juga memecut para pemainnya dengan pilihan kata yang melambungkan semangat. Saat melakukan briefing, dia kerap membumbui dengan frasa "pejuang hebat”, "tidak menyerah”, dan "ini adalah semua untuk rakyat”.
Bek Kroasia, Josip Juranovic, menyatakan rahasia keberhasilan mereka terletak pada kebersamaan dan persatuan dalam tim. "Faktanya, kami bermain sebagai sebuah keluarga,” ujarnya.
Sebaliknya, Messi, seperti yang sudah-sudah, akan memainkan peran penting dalam serangan Albiceleste. Kreativitas yang tiada pernah habis selalu membuatnya lincah bergerak. Dari sisi kanan, dia datang untuk menerobos pertahanan lawan.
Tidak hanya itu, sebagai seorang leader, Messi telah membuktikan membawa pasukannya memenangi laga yang berat ketika melawan Belanda di babak perempat final. Bertanding dengan tekanan yang berat tentulah bukan persoalan mudah.
Dalam laga itu, Messi cs seperti berhadapan dengan dua lawan sekaligus, yakni tim Belanda dan wasit Antonio Mateu Lahoz yang disebutnya tidak layak memimpin big match tersebut. Gara-gara kritiknya itu, Messi sempat dikabarkan terancam hukuman larangan bermain dalam laga semifinal nanti.
Pelatih Argentina Lionel Scaloni (kiri) dan pemain Argentina Lionel Messi setelah lolos ke Semi Final pada pertandinga Perempat Final melawan Belanda di Stadion Lusail, Lusail, Qatar, 10 Desember 2022. REUTERS/Carl Recine
"Hari ini Messi menunjukkan bahwa dia yang terbaik sepanjang masa," kata pelatih Argentina, Lionel Scaloni, setelah menang atas Belanda. “Tim ini memiliki semangat untuk dapat menghadapi situasi setiap saat.”
Namun kehebatan Messi cs tak melunturkan semangat para pemain Kroasia. Mereka tak gentar meski berhadapan dengan Messi, mega bintang yang berambisi menutup kariernya dengan mengantar Argentina menjadi juara.
“Saya tidak sabar menunggu Argentina. Messi adalah yang terbaik. Akan sulit melawannya. Tapi kami siap. Kami ingin memainkan pertandingan terbaik dalam hidup kami,” kata Modric. “Kami memiliki DNA yang sama dengan Real Madrid. Sampai akhir kami tidak pernah menyerah.”
Argentina vs Kroasia
Pertemuan di antara kedua tim dalam laga Piala Dunia bukanlah yang pertama. Pada Piala Dunia 2018, di Stadion Nizhny Novgorod, Rusia, Modric mencetak satu gol dalam pertandingan yang berakhir dengan skor 3-0. Messi atau siapa pun di tim ini, tentu ingin segera menghapus memori buruk itu.
“Mereka adalah tim hebat yang setara dengan Brasil dan terkadang jauh lebih baik,” kata Messi. “Berada sejak 2018 bersama pelatih yang sama membuat mereka telah saling mengenal dengan baik.”
Dalam laga ini, Argentina tidak diperkuat Gonzalo Montiel dan Marcos Acuna akibat akumulasi kartu kuning. Kehilangan dua bek sayap itu akan menjadi pertimbangan Scaloni dalam meracik timnya, termasuk strategi membebaskan Messi dari impitan pasukan Kroasia.
IRFAN BUDIMAN | REUTERS | DAILY MAIL | SPORTS MOLE | FIFA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo