Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BEGITU kick off dimulai, Lionel Messi, 35 tahun, langsung mencetak sejarah. Dialah pemain yang paling sering tampil dalam pertandingan Piala Dunia. Laga melawan Prancis merupakan penampilannya yang ke-26 atau satu laga lebih banyak dibanding Lothar Matthaus, pemain legendaris Jerman, pemegang rekor sebelumnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun Messi tak akan puas hanya dengan rekor itu. Dalam laga malam nanti, ada catatan paling penting dan dinanti oleh penduduk Argentina selama 36 tahun, yakni menjadi juara dunia. Messi ingin menyamai idolanya, Diego Maradona, yang menjadi kapten dan mengangkat trofi Piala Dunia di kala dirinya belum dilahirkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ibarat sebuah buku, gelar juara dunia merupakan epilog atau bagian akhir dari perjalanan kariernya yang panjang. Messi ingin menulis bagian ini dengan sebuah kisah sempurna. Kelak, perjalanan kariernya itu diwarnai dengan prestasi bersama klub dan Argentina serta secara personal, dengan cerita-cerita yang ceria.
Piala Dunia di Qatar diprediksi merupakan tempat dan waktu yang tepat bagi Messi. Kiprahnya dalam lima pertandingan sebelum laga final menunjukkan bahwa pemain Paris Saint-Germain ini tengah berada di puncak penampilannya. Messi tak hanya sulit dihentikan dan kerap membuat gol, tapi juga memimpin pasukan untuk menjadi tim yang terbaik.
Mauricio Pochettino, eks pemain tim nasional Argentina dan pernah melatih Messi di PSG, menyebutkan tim yang dibangun Lionel Scaloni merupakan yang terbaik bagi Lionel Messi. Mereka, sepuluh pemain itu, hadir di lapangan semata-mata untuk memberikan segalanya bagi La Pulga.
Pochettino mengatakan, ketika sebuah tim memiliki Messi, hanya ada satu hal yang perlu dilakukan, yakni memberikan semuanya kepada dia. Pada saat itu, kata Pochettino lagi, Messi akan melakukan yang terbaik untuk Argentina. Persis seperti yang dia lakukan pada Selasa malam ketika melawan Kroasia di babak semifinal.
Pasukan yang dibawa Scaloni berbeda dengan tim dalam beberapa Piala Dunia sebelumnya. Anak-anak muda dalam tim ini merupakan pemain yang sejak kecil telah menganggap Messi sebagai idola, pahlawan, dan bintang. Julian Alvarez, 22 tahun, misalnya.
Sepuluh tahun lalu, tandem Messi di lini depan tersebut hanyalah bocah yang minta berfoto bersama. Kini, di lapangan, dia memberikan lebih dari 100 persen yang dimilikinya untuk sang idola.
Bahkan lebih dari itu. Rodrigo de Paul, 28 tahun, gelandang yang bermain di Atletico Madrid, selalu ada di dekat Messi untuk melindungi dan membuatnya nyaman.
Tak mengherankan jika statistik jarak tempuh De Paul berlipat-lipat dibanding pemain Argentina lainnya. Dalam tiga laga di babak penyisihan, dia menempuh jarak hingga 32,36 mil atau sekitar 51 kilometer. Hal itu terjadi karena Messi.
“Saat bermain, saya mencoba membuatnya lebih sedikit berlari dan terus memberikannya ruang untuk bergerak,” kata De Paul, yang kini dijuluki "sang bodyguard".
Siapa pun mengakui kehebatan Argentina, termasuk timnas Prancis, lawan mereka. Antoine Griezmann, 31 tahun, menyebutkan tim berjulukan Albiceleste ini dalam performa terbaiknya. “Kita melihat betapa hebatnya mereka. Bertanding melawan mereka akan menjadi laga yang sulit,” ujarnya.
Empat tahun lalu, Griezmann turut mencetak gol ke gawang Argentina saat menggusur mereka di babak 16 besar Piala Dunia di Rusia. Namun dia tahu laga yang berakhir dengan skor 4-3 itu tidaklah mudah diraih. Lagi-lagi itu karena faktor Messi.
Kali ini, di Qatar, mereka tak memiliki N'Golo Kante yang mengalami cedera. Olivier Giroud, striker Prancis, masih mengingat betul pertandingan itu. Dia menyebutkan Kante seperti tak pernah lepas di belakang Messi. “Kali ini, saya tidak tahu rencana apa yang dimainkan. Kita lihat apa yang akan dilakukan manajer,” kata pemain AC Milan itu.
Peran Didier Deschamps, sang pelatih, tentu saja menjadi kunci. Dia harus meracik strategi yang jitu dan mencari solusi untuk membuat Messi tak leluasa bergerak, terutama di lini belakang yang akan menjadi sasarannya. Pada saat yang sama, tetap pula, mereka mengawasi dan menghentikan pergerakan Julian Alvarez.
Bukan perkara mudah. Apalagi beberapa pemain Prancis dikabarkan disergap flu unta. Bahkan lima pemainnya, termasuk Raphael Varane dan Ibrahima Konate, absen berlatih pada Jumat lalu. Deschamps harus berpikir keras untuk mendapatkan solusi seperti ketika dia berangkat tanpa pemain yang cedera.
Sejauh ini, dia berhasil. Tanpa Karim Benzema, Paul Pogba, dan N'Golo Kante, pasukan yang dibawa ke Qatar tetap tampil impresif, bahkan bisa melenggang ke laga final. Urusan taktik biar menjadi pekerjaan sang pelatih, sedangkan pemain hanya perlu tahu tugas yang harus dijalankannya. “Harus bermain sesuai dengan kualitas yang kami miliki,” kata Aurelien Tchouameni, gelandang bertahan.
Di bagian serangan tentu menjadi tugas Kylian Mbappe, 23 tahun. Seperti pemain Prancis lainnya yang turut bermain dalam Piala Dunia di Rusia, dia ingin menjuarainya sekali lagi. Berbeda dengan Messi, trofi ini justru menjadi langkah awal bagi Mbappe untuk menuju capaian terbaiknya di masa-masa mendatang.
Hal ini sesuai dengan keinginannya menjadi pemain bintang yang menggantikan Messi dan Cristiano Ronaldo, yang digerus usia. “Saya pikir, saya akan memenanginya,” kata Mbappe ihwal peluangnya menjadi Pemain Terbaik pada tahun ini.
Untuk itu, dia harus menjawabnya dengan membawa pulang piala. Tentu ini akan menjadi ancaman serius bagi Lionel Messi yang ingin menutup kariernya dengan epilog yang indah.
IRFAN BUDIMAN| REUTERS | GIVE ME SPORTS | INTOTHECALDERON
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo