Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Gambar penari gambyong terpampang dalam lembaran uang kertas baru dengan nominal Rp 5.000. Tari Gambyong merupakan tarian klasik yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah. Bermula sebagai hiburan rakyat jalanan, tari ini dipertunjukan keraton Mangkunegaran untuk menyambut tamu penting.
Uang baru 2022 pecahan Rp5.000. Foto: Bank Indonesia
Asal usul Tari Gambyong
Gambyong, menurut Sri Rochana Widyastytieningrum dalam buku Sejarah Tari Gambyong: Dari Rakyat Menuju Istana, merupakan singkatan dari dua gending yang mengiringi gerakan tayub yakni Gambirsawit dan Boyong. Tayub merupakan pertunjukan jalanan yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Pertunjukan ini pun kerap kali ditanggap dalam sebuah perayaan dengan imbalan uang.
Namun, R. M. Said, dalam babad sala menyatakan bahwa Gambyong adalah nama seorang penari tayub pada masa kepemimpinan Pakubuwana IV. Lebih lengkapnya, penari itu bernama Mas Ajeng Gambyong. Berkat kemahirannya berlenggak-lenggok, namanya menjadi sinonim dengan tarian yang ia tampilkan. Apalagi, tarian ini pada awalnya ditarikan seorang diri sebagai pembuka pertujunkkan tayuban.
Terlepas dari perbedaan asal-usul nama itu, seni jalanan ini, dilansir dari laman resmi DPAD Provinsi Jogja, sudah dikenal sebagai tlèdhèk sejak masa kepemimpinan Pakubuwana IV (1788-1820) dan Pakubuwana V (1820-1823). Sesuai namanya, tarian ini ditujukan untuk menggoda atau mengundang daya pikat.
Atas usul K. R. M. T. Wreksadiningrat, penata tari pada masa kepemimpinan Pakubuwana IX (1861-1893), tarian rakyat ini diperhalus dan dipertontonkan di kalangan bangsawan atau priayi. Nyi Bei Mardusari, selir Sri Mangkunegara VII, menyebutkan tarian ini dipertunjukkan kepada tamu di istana Mangkunegaran.
Pada tahun 1950, Nyi Bei Mintoraras membentuk koreografi baku tarian ini dan dinamakan sebagai Gambyong Pareanom. Gerakan yang distandardisasi pelatih tari istana itu pertama kali dipentaskan dalam upacara pernikahan Gusti Nurul, saudara perempuan Sri Mangkunegaran VII pada 1951. Sejak saat itu, variasi ini menjadi populer di masyarakat dan melahirkan berbagai pengembangan gerakan lainnya.
Gerakan tari Gambyong, secara umum, terbagi menjadi tiga yakni maju beksan, beksan, serta mundur beksan. Setiap bagian itu berpusat pada gerak kaki, lengan, tubuh, dan kepala. Tari ini terkesan kenes, gemulai, dan lembut meskipun tidak lagi memperliharkan betis, melirikkan mata, dan mengguncangkan payudara.
Sebagai tarian perempuan, gerakannya mempunyai batas-batas tertentu. Aturan gerak ini untuk mempertahankan serta menonjolkan sifat-sifat perempuan jawa. Suasana hati dan gerak tubuh mesti selaras dan seimbang.
Penari Gambyong menggunakan pakaian bernuansa kuning dan hijau yang menyimbolkan kemakmuran dan kesuburan. Pakaiannya berupa angkinan, kain batik, dengan ikat pinggang bermotif jumputan atau pelangi serta sampiran selendang. Rambutnya dihias bunga melati dan kantil dengan gelung gedhe.
PRAMODANA
Baca: Tarian Jawa Tari Serimpi Karya Era Kejayaan Sultan Agung
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini