Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BAGI Hollywood, Judy Garland adalah segaris pelangi penuh warna yang memberikan harapan. Persis seperti yang dinyanyikan Garland pada masa remajanya melalui lagu Over the Rainbow dalam film klasik The Wizard of Oz. Bagi dunia, Garland adalah ledakan gunung api yang suara emasnya tak tertandingi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam film Judy, sutradara Rupert Goold memilih memotret pekan-pekan terakhir aktris/penyanyi legendaris ini. Film diawali dengan pertunjukan Judy Garland (Renée Zellweger) di atas panggung yang melibatkan kedua anaknya dari suaminya yang ketiga, Sidney Luft. Kita seolah-olah melihat kehidupan Garland yang gemerlap. Seusai pertunjukan, mereka kembali ke hotel mewah yang ternyata sudah mendepaknya. Dan kita menyadari, Judy Garland, bintang film yang namanya lekat dengan studio besar Metro-Goldwyn-Mayer (MGM), yang pernah menjadi aktris kaya raya, tidak hanya sudah bangkrut, tapi juga sedang dienyahkan oleh Hollywood. Dia terpaksa menitipkan kedua anaknya kepada suaminya, Luft (Rufus Sewell), yang sudah berpisah dengannya. Garland, yang tak punya rumah, lantas menghadiri sebuah pesta untuk kemudian berkenalan dengan lelaki yang akan menjadi suami berikutnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Judy Garland/Tempo
Film ini mengambil format biopik yang sudah sangat dikenal formula Hollywood. Ambillah bagian tragis sang ikon, pusatkan pada perjuangan dia untuk tetap hidup. Meski ikon itu akhirnya tewas (oleh virus ataupun narkotik), jangan perlihatkan kematian tersebut karena penonton ingin mengenang sinarnya, bukan gelapnya. Itulah formula yang digunakan film seperti Bohemian Rhapsody (Bryan Singer, 2018) dan Rocketman (Dexter Fletcher, 2019).
Tapi bercerita tentang Judy Garland (lahir pada 1922 dengan nama Frances Ethel Gumm) tidak bisa tak melibatkan kegelapan. Sejak berusia balita, Garland dan kakak-kakaknya disorong ke atas panggung untuk bernyanyi. Karena sejak kecil suara Garland memang terbalut emas, dialah yang paling menonjol dan disamber studio MGM. Sejak masih belajar membaca itu pula ia sudah dicekoki berbagai pil agar bisa bertahan untuk bermain dalam film-film produksi MGM, termasuk The Wizard of Oz, yang membuat sosok Judy Garland remaja melekat selamanya dengan tokoh Dorothy Gale.
Sutradara Goold jelas memihak pada Judy Garland. Dalam film ini, Goold menunjukkan bahwa kerusakan tubuh dan jiwa Garland disebabkan oleh rakusnya studio dan para suami yang betul-betul memperlakukan sang aktris sebagai komoditas. Bos MGM diperlihatkan sebagai sosok yang keji dan tidak manusiawi terhadap si remaja Garland. Tentu saja ada satu-dua suami yang betul mencintainya, tapi Goold memfokuskan film pada suaminya yang terakhir, yang sangat memanfaatkan ikon Garland untuk duit.
Judy Garland/Tempo
Film ini juga memperlihatkan bagaimana nama Garland yang meteorik karena suaranya yang menaklukkan panggung dunia itu juga identik dengan karakter diva: selalu terlambat, temperamental (karena diguncang candu obat), dan kehidupan pribadi yang mengganggu pekerjaan. Tak kunjung diganjarnya Garland dengan piala Aktris Terbaik oleh anggota Academy meski begitu banyak kritikus yang memujanya dalam film A Star is Born adalah “utang” Hollywood kepada ikon ini.
Garland sangat mencintai anak-anaknya dan amat terluka karena harus meninggalkan mereka saat mencari duit di London. Itu menjadi adegan yang menusuk. “Mari kita bayangkan hidup di dalam lemari ini seolah-olah ini rumah kita,” katanya saat masuk ke lemari pakaian dan memeluk kedua anaknya. Garland kehilangan rumah karena utang pajak dan utang-utang lain sehingga dia merelakan kedua anaknya tinggal (sementara) dengan bapak mereka. Liza Minnelli, putrinya dari sutradara Vincent Minnelli, sudah dewasa dan mulai menempuh karier seperti ibunya.
Renée Zellweger terus-menerus diganjar penghargaan pada musim festival awal 2020, termasuk Golden Globe, BAFTA, dan Academy Awards, tentu saja karena dia berhasil memerankan sang ikon dengan baik. Dia menggunakan suara sendiri (meski tetap tak bisa mencapai vibrasi Garland), juga sama sekali tak memakai bahan prostetik untuk menambal wajahnya. Tentu saja Garland versi Zellweger terkadang seperti Zellweger yang memiliki ciri khas memainkan raut wajah, sementara Garland di atas panggung dan di hadapan kamera dikenal sangat ekspresif. Tapi Zellweger berhasil menampilkan Garland yang penuh lebam biru dalam jiwanya, seorang ibu yang dijauhkan dari anak-anaknya tapi terus-menerus mengharapkan kebahagiaan dari satu suami ke suami berikutnya.
Judy Garland/Tempo
Adegan akhir sungguh mencekam, ketika nyanyian Garland mendadak terhenti di tengah bait Over the Rainbow karena ia tak tahan dengan kepedihannya. Bahwa kemudian penonton memberikan tanggapan yang mengharukan dengan meneruskan sisa lagu itu bersama-sama tentu saja merupakan formula gaya Hollywood untuk membuat kita merasa lega seusai film, dan kematian Garland akibat overdosis obat cukup dituliskan saja dengan teks di layar.
Piala untuk Renée Zellweger tahun ini, seperti yang diutarakan sang aktris, adalah piala (yang terlambat diberikan) bagi Judy Garland.
LEILA S. CHUDORI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo