Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Banda Aceh - Sejumlah seniman berkumpul di stan Majelis Seniman Aceh (MaSa) di arena Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) malam itu. Ada penyair, penulis cerita, seniman musikalisasi puisi, pegiat teater, hingga pembaca hikayat. Beberapa lainnya seniman asal Aceh di Jakarta yang pulang demi menyaksikan PKA yang berlangsung pada 4-12 November 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mulanya mereka duduk di booth yang memamerkan buku-buku dan dokumentasi seni itu. Kemudian beberapa di antaranya berdiri dan membaca puisi lewat pengeras suara. Nyaring syair menyelinap di antara orang-orang lewat, pengunjung pekan budaya tersebut. Tapi puisi-puisi itu tak bisa berbuat banyak untuk menghentikan orang lalu menyaksikannya.
Puisi untuk Aceh
Malam makin beranjak. Fikar W Eda, penyair Aceh di Jakarta, kemudian memulai dengan performance art di antara lalu-lalang pengunjung. Sambil melafalkan kata-kata “Palestina, kami datang dengan doa-doa kami” berulang-ulang, ia bergerak magis. Sambil terus bergerak, kemudian ia juga menggotongkan kotak sumbangan untuk Palestina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejumlah seniman lain ikut melafalkan kalimat “Palestina, kami datang dengan doa-doa kami” itu. Suasana pun menjadi begitu syahdu. Atraksi di halaman stan MaSa itu menarik perhatian banyak orang. Tak hanya berhenti untuk menyaksikan, mengambil gambar, dan merekam video, mereka juga turut memasukkan uang di kotak itu.
Devie Matahari membaca puisi tentang kopi di panggung anjungan Kabupaten Bener Meriah di arena PKA 8 di Banda Aceh. Foto: TEMPO| Mustafa Ismail.
Puisi Cinta Satukan Hati
Puisi Cinta untuk Palestina, begitu tajuk acara Senin malam, 6 November itu, adalah inisiatif spontan para seniman Aceh untuk memberi dukungan dan simpati kepada rakyat Palestina. Para seniman yang terlibat, selain Fikar, ada D Kemalawati, Wina SW1, Devie Matahari, Ipol Sajak, Muista Fahendra, Muhrain, Win Ansar, Herman RN, dan lain-lain.
Ada yang membaca karya sendiri, ada pula puisi orang lain. Fikar membaca puisinya berjudul Palestina. Bunyi, antara lain: Kalian bombardir Palestina/ Menggenang darah di Jalur Gaza/ Kalian rudal Palestina/ Berlumur nanah di Tepi Barat/ Darah/ Nanah/ Tumpah di bukit-bukit dan hamparan/ Ratapan di Jerusalem/ Zikir luka di Masjidil Aqsa
Kemalawati membaca puisi karya Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi berjudul Palestina Saudaraku. Bunyinya, antara lain: Hatiku miris, karena bocah itu menangis Dia terluka Dia tidak bisa berkata Dia tidak tahu di mana bapak ibunya Setiap sepuluh menit satu anak wafat di Gaza. Adapun Wina SW membacakan puisi sendiri Kepada Palestinaku.
Selain membaca puisi, ada pula seniman yang membaca syair dalam bahasa Aceh yang antara lain berisi ajakan kepedulian pada Palestina. Dua pengunjung PKA yang berasal dari Malaysia ikut mampir di sana dan membaca puisi.
“Tiap malam ada atraksi seni di stan Majelis Seniman Aceh, tak putus, hingga malam penutupan PKA (Minggu malam, 12 November),” kata Muhrain, salah satu penggerak acara itu, Senin malam, 13 November.
Selain puisi, ada hikayat, hingga musik. Penyanyi idola remaja Aceh, Nazar Apache, turut meramaikan aksi peduli Palestina itu. “Saya sempat kolaborasi juga dengan Nazar. Dia menyanyi dan saya baca puisi,” tutur Muhrain lagi. Ada pula Thayeb Loh Angen, Magdalena Mustika, S Paru, Kuya Ali, Medya Hus, dan lain-lain.
Pekan Kebudayaan Aceh ditutup pada Ahad malam. Kepala Dinas Kebudayaan Aceh, Almuniza Kamal, menyebut helatan empat tahunan itu melibatkan 4.820 seniman. “Semua anak-anak aceh,” ujarnya dalam sambutan penutupan.
Acara utama dipusatkan di Taman Ratu Safiatuddin yang menyerupai taman mini Aceh berisi rumah adat (anjuran) dari 23 kabupaten/kota di Aceh. Sementara sejumlah acara lain tersebar di sejumlah lokasi, seperti Taman Budaya Aceh, Lapangan Blang Padang, kampus Universitas Syiah Kuala, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, dan lain-lain.
PKA menghadirkan berbagai sajian seni dan budaya Aceh, baik tradisional maupun modern, pertunjukan, pameran, pawai budaya, aneka lomba, seminar, anugerah seni-budaya, dan lain-lain. Ada pula pasar kuliner yang menjual aneka makanan khas Aceh hingga pasar malam dengan sajian komedi putar dan tong setan.
Adapun puisi tak banyak bergema di arena PKA. Di Taman Ratu Safiatuddin, selain di stan majelis seniman, lokasi lain yang sempat diramaikan penyair adalah anjungan Kabupaten Bener Meriah. Atraksi penyair berkolaborasi dengan kelompok seniman didong itu menghipnotis penonton. Sebagian penonton memotret dan memvideokan atraksi mereka. Di antara penonton itu ada pula Pj Bupati Bener Meriah H Haili Yoga, Kepala Dinas Pariwisata Sofya, Kepala Dinas Pendidikan Ruh Akbar, dan Asisten I Hermansyah.
Puisi-puisi yang mereka bacakan antara lain bertema kopi – sesuai dengan daerah Bener Meriah sebagai salah satu sentra kopi arabika. Salah satu penampil adalah Devie Matahari, seniman musikalisasi, yang membacakan puisi berjudul Selendang Kopi karya Fikar W Eda. Puisi itu antara lain berbunyi, “Selendang kopi/ Ujung senja/ Ibu menyulam/ Iringan awan di tepinya / Turun menjadi embun/ Membasahi pagi/ Helai demi helai…”
Tapi gaung puisi kalah nyaring di tengah hiruk-pikuk kesenian lain pekan budaya itu. Meski ada pentas puisi inisiatif para penyair dan lomba puisi di Taman Budaya, namun puisi tak hadir di panggung utama. Padahal, kata Fikar W. Eda, “Aceh sangat kental dengan puisi.”