Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

teroka

Jika Dumbledore Berhadapan dengan Masa Lalu

Seri ketiga franchise Fantastic Beasts menyajikan masa lalu dan masa kini Dumbledore. Jude Law tampil bagus, tapi plot terlalu mudah ditebak.

16 April 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Seri ketiga franchise Fantastic Beast.

  • Menyajikan kisah masa lalu dan masa kini Dumbledore.

  • Jude Law tampil cemerlang.

KEDUA penyihir sakti mandraguna itu duduk berhadapan di sebuah kafe. Kita kembali ke tahun 1930 ketika Profesor Albus Dumbledore (Jude Law) tengah berhadapan dengan lelaki yang pernah dicintainya: Gellert Grindelwald (kali ini Johnny Depp diganti oleh aktor Denmark, Mads Mikkelsen). Grindelwald mengingatkan, “Kau pernah berjanji akan mengubah dunia bersamaku.”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“…karena saat itu aku jatuh cinta kepadamu.”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketika trailer film ini beredar, sebetulnya kata “secret” di judul yang bercita-cita untuk provokatif itu bukan rahasia lagi. Pada 2007, setelah novel terakhir Harry Potter meluncur, tiba-tiba penulis J.K. Rowling membuat pernyataan tentang Dumbledore, guru dari segala guru dunia sihir yang bijak bestari itu. Sang penulis mengungkap bahwa “Dumbledore seorang gay dan di masa mudanya ia mempunyai hubungan khusus dengan Gellert Grindelwald”.

Pernyataan itu tak memiliki relevansi apa pun dengan ketujuh novel Harry Potter yang menjadi serangkaian novel terlaris di masanya serta menjadi franchise luar biasa yang menghasilkan film dan theme park di berbagai negara. Baru belakangan masyarakat pencinta jagat Harry Potter memahami bahwa Rowling tengah menyiapkan sebuah prekuel dengan peran utama Newt Scamander.

Dia adalah si pencinta binatang fantastis yang mampu menaklukkan hewan-hewan ganjil dan memasukkan mereka ke koper yang merupakan jagat para hewan. Adapun nama Scamander disebut-sebut dalam serial Harry Potter sebagai salah satu penulis buku Fantastic Beasts, yang menjadi bacaan wajib mereka.

Eddie Redmayne dalam Fantastic Beasts: The Secrets of Dumbledore/Warner Bros

Lalu apakah jagat Scamander dengan pelbagai keajaiban hewan yang diasuhnya itu bisa menunaikan rasa kehilangan para pembaca dan penonton Harry Potter?

Film ini dimulai dengan protagonis Newt Scamander (Eddie Redmayne) yang berada di Kweilin, Cina, pada 1932. Dia berupaya menyelamatkan seekor Qilin, hewan ajaib berbentuk seperti kijang dan berwajah lama yang mampu melihat kebersihan dan nurani jiwa manusia. Kemampuan luar biasa inilah yang membuat Scamander ekstra-hati-hati karena Qilin yang tengah diawasinya itu baru saja melahirkan bayi kembar. Benar saja, gerombolan penyihir Grindelwald sudah berada di sana, membunuh sang induk dan menculik salah satu dari kembaran itu. Scamander berhasil menyelamatkan satu bayi Qilin, yang langsung ia selipkan ke dalam kopernya.

Selanjutnya kita mafhum kisah ini mencoba merefleksikan bagaimana dunia sudah dikuasai oleh kekuatan populisme. Gellert Grindelwald yang dulu berstatus buron karena telah membunuh banyak penyihir justru sangat populer di kalangan rakyat. Dia berkampanye menghapus kaum No-Maj (itu istilah bagi kaum Muggle alias manusia biasa tanpa kekuatan sihir seperti kita) dari muka bumi. Dengan ambisi Grindelwald memimpin Dunia Penyihir segala bangsa, dan “membuat dunia lebih murni untuk melindungi bangsa kami”, Dumbledore merasa sangat bertanggung jawab menghadang rencana besar lelaki yang pernah dicintainya itu.

Dan Fogler dalam Fantastic Beasts: The Secrets of Dumbledore

Problemnya bukan soal kesaktian Dumbledore, karena ia adalah penyihir sakti mandraguna tiada tanding. Seperti yang diungkapkan di seri kedua film ini, Fantastic Beasts: Crimes of Grindelwald, dua penyihir itu mempunyai sumpah darah yang sangat berarti di dunia sihir. Sumpah darah itu tak bisa dilanggar.


FANTASTIC BEASTS: THE SECRETS OF DUMBLEDORE

Sutradara: David Yates
Penulis skenario: J.K. Rowling dan Steve Kloves
Penulis cerita: J.K. Rowling
Pemain: Jude Law, Eddie Redmayne, Ezra Miller, Mads Mikkelsen


Dibanding kedua pendahulunya, sesungguhnya film ketiga ini lebih memiliki fokus cerita. Plot menukik ke dalam hubungan duo penyihir besar yang di masa muda begitu intim dan kelak berhadapan sebagai lawan. Pertemuan mereka di kafe itu sesungguhnya bukan upaya Dumbledore untuk membujuk Grindelwald menghentikan hasratnya menguasai dunia, melainkan karena dia ingin berusaha melepaskan diri dari sumpah darah yang mengikat.

Ambisi Grindelwald yang demonic—untuk menghapus ras manusia biasa—tak hanya berbahaya, tapi menjadi rencana paling keji dan mengerikan yang harus ditumpas. Apalagi Dumbledore sangat tahu, penculikan hewan agung Qilin itu sudah pasti akan digunakan Grindelwald untuk menguatkannya dalam pemilihan pemimpin penyihir dunia.

Dengan penampilan Jude Law yang majestic dan agung serta bijak bestari melawan Mad Mikkelsen yang jauh lebih keji dan meyakinkan dibanding tafsir Johnny Depp yang teatrikal, seharusnya episode ini bisa dikatakan sebagai bagian paling solid dibanding kedua pendahulunya. Bahwa peran Eddie Redmayne sebagai Newt Scamander dan terutama Tina Goldstein (Katherine Waterston) tersingkir ke tepi, seri ini tak lagi mengutamakan satu tokoh sebagai pembaca cerita dalam jagat sihir Hogwarts seperti halnya serial Harry Potter.

Namun sukses serial ini amat jauh dari demam Harry Potter. Bukan hanya karena tokoh-tokohnya tak terlalu melekat di hati dan benar seperti halnya tokoh-tokoh Harry Potter, serial ini juga mengandung banyak keributan di luar karya itu sendiri. Kontroversi pada masa-masa persiapan, dari kasus Johnny Depp hingga kasus Ezra Miller, belum lagi J.K. Rowling yang giat menyerang kiri-kanan soal transgender yang membuat sebagian pembaca ataupun pemeran Harry Potter mengkritik dan menjaga jarak darinya, membuat citra film ini cukup terganggu jauh sebelum peluncuran resmi.

Mads Mikkelsen dalam Fantastic Beasts: The Secrets of Dumbledore

Faktor lain, meski situasi pandemi dianggap sudah akan memasuki masa endemi, belum banyak penonton yang bersedia kembali ke bioskop seperti biasa. Faktor terakhir ini pula yang masih menjadi persoalan dunia film di seluruh dunia.

Film Fantastic Beasts: The Secrets of Dumbledore tetap bisa dianggap sebagai satu karya yang menghibur meski jalan ceritanya sangat mudah ditebak.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus