Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

teroka

Dari Bawah Mikroskop hingga Kecerdasan Buatan

Museum MACAN menampilkan pameran seniman yang mengeksplorasi seni rupa media baru berbasis teknologi. Para seniman ini adalah pemenang dan finalis sebuah kompetisi media baru.

10 September 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI layar monitor itu terlihat sekelompok orang berdemonstrasi di luar pagar pembatas. Tiga aparat keamanan menjaga mereka, mencegah mereka melewati pembatas. Muka-muka para demonstran lalu dipindai dengan kotak-kotak digital berwarna merah dan hijau. Mereka seperti menjadi target. Muncullah wajah-wajah dalam mode head shot, seperti dicocokkan dengan data pribadi mereka. Wajah-wajah mereka kemudian muncul dalam sebuah fragmen aktivitas, seakan-akan tengah berakting di depan layar hijau.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wajah-wajah itu terus dipindai, menjadi piksel-piksel yang kemudian memblur, berubah menjadi sebuah lukisan bergaya Romawi. Hingga muncullah sosok laki-laki berjas menghadap ke dua pengeras suara di sebuah mimbar. Dia berteriak seperti sedang berkhotbah dengan kedua tangan terjulur ke depan. Para pengikutnya dengan takzim memuja. Sang lelaki terus berteriak dan dalam sebuah adegan ia memangku seorang perempuan. Orang-orang mengelilinginya. Karya itu adalah milik Jungwon Seo, salah satu finalis VH Award Ke-4, berjudul Kami Menciptakan Tuhan (We Maketh God). Karya video kanal tunggal tersebut berdurasi 15-20 menit.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Karya seniman finalis lain adalah milik Paribartana Mohanty yang berjudul Duka Kelaparan Nasi (Rice Hunger Sorrow), sebuah video kanal tunggal yang berdurasi 20-25 menit. Paribartana yang tumbuh di India Timur menyajikan persoalan ekosistem. Ia merekam perjalanan 10 ribu kilometer di dekat Teluk Benggala menyaksikan dan merekam kerusakan lingkungan. Untuk karya ini, dia mengikuti dua tokoh protagonis menuju laut dan menembus hutan. Mereka mempertanyakan siapa yang terkuat.

Dalam video Paribartana akan kita jumpai perjalanan si tokoh yang sempat memakai baju hazmat. Pengunjung juga akan melihat desa-desa yang diamuk kekeringan, paceklik. Hanya tersisa onggokan jaring-jaring penangkap ikan di sudut-sudut rumah serta puing-puing tembok rumah yang ditinggalkan penghuninya. Sebuah situasi kontras hadir dari karya itu.

Paribartana Mohanty, seniman yang bermukim di New Delhi, India, dan Jungwon Seo dari Seoul, Korea Selatan, adalah dua dari empat seniman yang karyanya dipajang di Museum Modern and Contemporary Art in Nusantara (MACAN), Jakarta. Mereka adalah dua dari empat finalis kompetisi seni yang diprakarsai Hyundai Motor Group. Pameran ini dibuka untuk umum pada 10 September-13 November 2022 sebagai bagian program pameran global VH Award. Karya ini juga diputar eksklusif di New Museum Frieze New York, Amerika Serikat; disajikan dalam presentasi daring dengan Elektra, yakni sebuah media internasional dan organisasi seni kontemporer digital yang berbasis di Montréal, Québec, Kanada; serta ditampilkan dalam presentasi di Ars Electronica Festival, salah satu festival seni media terpenting di dunia.

Para seniman yang terlibat dalam pameran ini menggunakan teknologi dengan cara yang baru dan membangun koneksi yang baru, dengan subyek yang berkisar pada hubungan manusia dengan kecerdasan artifisial hingga masalah sosial dan ekologi yang mendesak di zaman ini.

Lihatlah instalasi monitor yang dipasang untuk memajang karya mereka. Doreen Can yang tinggal di Chicago, Amerika Serikat, menampilkan karya berjudul HalfDream (2021). Ini adalah karya seni proyek partisipatoris yang dijalankan di sebuah platform kecerdasan buatan khusus yang terhubung dengan para penonton melalui alam bawah sadar dan mimpi-mimpinya. Ia menginvestigasi persepsi pribadi, materialitas, dan detail hal-hal yang terabaikan. Di monitor, video kanal tunggal berdurasi sekitar lima menit ini memperlihatkan citraan seperti batang otak dengan sejumlah teks atau narasi dari mereka yang terlibat dalam proyeknya.

Black Cloud karya Lawrence Lek. Dok Museum MACAN

Kecerdasan buatan juga menjadi komponen karya dari Lawrence Lek yang berbasis di London. Ia merupakan pemenang kompetisi ini. Karyanya sepintas seperti animasi yang memperlihatkan sebuah mobil, bayangan serigala, dan sesosok manusia di kejauhan. Penonton diajak mengikuti langkah serigala yang berlari melihat sosok manusia dan mobil yang menyala. Penonton diarahkan untuk berfokus pada gerak-gerik dan reaksi yang muncul. Karya berjudul Black Cloud inilah yang membuat para juri memilihnya sebagai pemenang Grand Prix VH Award Ke-4.

Ia bekerja dengan perangkat lunak video game dan animasi computer-generated imagery atau CGI, menghubungkannya dengan ruang nyata dan virtual untuk melihat interaksi manusia dan kecerdasan buatan. Dari sana ia mencoba menguak implikasi geopolitik dari kecerdasan buatan.

Finalis lain adalah Syaura Qotrunada. Seniman asal Yogyakarta ini mengeksplorasi medium baru pada karyanya yang ia kirimkan ke kompetisi tersebut. Karyanya berjudul Ketidakstabilan Mesin Masa Depan (Fluidity of Future Machine). Sebuah video kanal tunggal berdurasi sekitar 12 menit. Karyanya memperlihatkan obyek mikroskopik yang ia rekam di bawah lensa atau kamera mikroskop. Ia mengeksplorasi hubungan antara air dan migrasi makhluk hidup. Lewat karyanya, seniman lulusan jurusan Jurusan Teknik Mesin Universitas Indonesia dan Jurusan Seni Fotografi Institut Seni Indonesia Yogyakarta ini berspekulasi tentang masa depan manusia.

Syaura Qortrunadha, seniman finalis VH Award ke-4 bertema 'Ketidak Setabilan Mesin Masa Depan' di Museum Macan, Jakarta, 8 September 2022. TEMPO/ Febri Angga Palguna

Ia bercerita melalui visual dan pengantar narator. Ia mengajak pengunjung merasakan pengalaman seakan-akan berada di bawah mikroskop yang memperlihatkan berbagai material tak kasatmata. Mungkin bagi pengunjung gambar atau obyek di bawah mikroskop ini adalah benda asing di tubuh kita.

Tapi ternyata obyek yang ada adalah sesuatu yang ada di sekitar kita. Dia mencoba berbagai material, seperti jasad kuda laut, putih telur, sabun, darah, kloroplas, beberapa zat kimia, dan cip komputer. Tak hanya memperlihatkan visual di bawah mikroskop. Ia pun memotret obyek kuda dan sawah dari ketinggian tertentu dengan drone sehingga terlihat sangat kecil.

Syaura terinspirasi dari air yang ia akrabi sejak masa kecil. Sejatinya, dia ingin membahas pendidikan yang sangat berdampak pada kehidupan sehari-hari. Hal inilah yang menciptakan diskriminasi, stigma, pola asuh, dan kerusakan alam. Karena itu, material yang dipakai adalah bahan yang mengikuti perkembangan teknologi, dari yang ramah lingkungan hingga yang paling merusak atau polutif.

Karyanya dilengkapi narasi suara dan teks. Sebuah kalimat narator seolah-olah sebagai pengingat: kita hidup seperti pohon, bekerja seperti mesin, dan makan seperti monyet. “Ya, begitulah sepertinya kita pada hari ini, keserakahan,” ujar Syaura.

Seniman yang beberapa kali unjuk karya di Biennale Jogja ini menggarap karyanya selama dua bulan lebih dengan bimbingan mentor dari Amerika. Selama itu rata-rata ia bekerja 12 jam, menekuri lensa mikroskopik melihat material yang ia inginkan dari eksperimennya. Ia akan segera melanjutkan kuliah di Goldsmiths, University of London, Inggris.

Direktur Museum MACAN Aaron Seeto bergabung sebagai juri bersama Sook Kyung-lee, kurator senior di Tate Modern, London; Christopher Phillips, kurator independen dan kritikus; June Yap, Direktur Kuratorial, Koleksi, dan Program Singapore Art Museum; dan Roderick Schrock dari Eyebeam yang berbasis di New York.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus