Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Lukisan para perupa ternama Indonesia dijual murah seharga Rp 5 juta dalam sebuah pameran di Yogyakarta.
Dari lukisan karya Djoko Pekik, Kartika Affandi, Jumaldi Alfi, hingga Nasirun.
Fenomena menarik di tengah kecenderungan harga lukisan yang mahal.
LUKISAN itu menampilkan sosok lelaki tua berkumis lebat. Kedua pipinya mencekung. Sorot kedua matanya tampak kosong. Ada citraan berwarna kuning, merah, dan hijau pada wajah dan bajunya. Lukisan berjudul Lelaki Tua itu dilukis anak maestro seni lukis Affandi, Kartika Affandi, pada 1979. Lukisan cukup tua berukuran 73 x 57 sentimeter itu dilepas hanya Rp 5 juta pada pengundian pertama, Ahad, 10 Juli lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kartika Affandi tak sendiri. Ada Lucia Hartini yang membuat lukisan air terjun yang membiru. Air ditumpahkan dari batu karang yang melengkung, lalu jatuh melimpah ke bawah, menyatu dengan air biru yang mengalir entah ke mana. Permainan warna biru yang dimunculkan dari cat minyak itu membuat banyak mata kesengsem. Lukisan Lucia diminati 35 pemilik tiket undian untuk diboyong pulang. Angka tersebut adalah jumlah tiket undian terbanyak hari itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Akan halnya Butet Kartaredjasa melukis sosok kepala perempuan berambut ikal di atas kertas dengan arang hitam dan mendetailkannya dengan spidol hitam. Bertumbuhan dahan dan ranting pohon dari kepala sang perempuan. Rimbun daunnya seperti mahkota. Perupa sekaligus teaterawan ini memberi judul lukisannya Subur Kepalanya. Ada juga lukisan Pura berwarna hitam-putih yang diciptakan perupa Putu Sutawijaya pada 2012 serta Sisyphus #2 karya Jumaldi Alfi, Celengan (Agus Kamal), Mari Berkisah (Ivan Sagita), dan Happy Friendship (Erika).
Semua lukisan tersebut juga laku setelah diundi pada hari itu dengan “harga persahabatan”, Rp 5 juta per lukisan. Para perupa yang sudah punya nama ini berpartisipasi dalam perhelatan “Bangkit Berkarya Lagi” yang digelar Rosan Production selama 8 Juli-11 September 2022 di Ada SaRanG Café, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebuah ajang solidaritas para pelukis yang sudah mapan untuk menolong para pelukis yang sedang berjuang.
Tol Selatan-selatan karya Djoko Pekik yang dipajang untuk diundi di Ada Sarang Cafe, Bantul, Yogyakarta, 12 Juli 2022/Tempo/Pito Agustin
“Sebenarnya sayang (dijual dengan harga Rp 5 juta), apalagi lukisan buatan 1979. Tapi Mami Kartika akan bantu kalau tujuannya baik,” kata buyut sekaligus manajer Kartika Affandi, Dissa Aruna Makalingga, saat ditemui Tempo di Museum Affandi, Yogyakarta, Rabu siang, 13 Juli lalu. Kartika tengah berfokus melukis saat itu sehingga tak bisa diusik. Sosok “lelaki tua”-nya, menurut Dissa, tak menggambarkan ketokohan siapa pun. Kartika saat itu tertarik pada wajah tersebut, kemudian melukisnya.
Bagi Kartika, harga lukisan adalah soal selera. Lukisan bisa dijual dengan harga Rp 20 juta, Rp 30 juta, atau lebih. Tak ada patokan khusus, meskipun itu karya lama. “Mami kan pakai rasa, ya. Kalau bagi dia meaningful terus mau dibeli Rp 100 juta, bisa enggak dilepas,” ujar Dissa. Pemilihan lukisan Lelaki Tua untuk diikutkan dalam event gotong-royong itu pun diakui Dissa disebabkan oleh tak banyaknya waktu bagi Kartika untuk melukis. Dalam waktu yang mepet dengan pergelaran, Kartika hanya sempat merampungkan dua lukisan, Bunga Cassablanca #1 dan Bunga Cassablanca #2. Total ada tiga lukisan yang diikutkan dalam pengundian.
Putu Sutawijaya pun turut terpanggil dalam acara itu. Selain membangkitkan kembali semangat berkesenian di Yogyakarta, event itu bisa memberi banyak orang kesempatan mengoleksi karya para seniman yang sudah punya nama. “Di sini ada peristiwa luar biasa karena bikin senang dan bahagia. Kesenian bisa bangkit, sehat, dan sejahtera,” tutur pemilik Sangkring Art Gallery itu.
Ada 20 nama perupa mapan yang karya-karyanya akan diikutkan pengundian. Selain delapan nama tersebut, ada nama perupa gaek Djoko Pekik, Nasirun, Goenawan Mohamad, Ugo Untoro, Iqi Qoror, Laksmi Shitaresmi, dan Budi Ubrux. Karya-karya mereka disebut karya undian dan pembelinya akan diundi setiap pukul 18.00 Ahad. Pada pekan kedua acara, dihadirkan empat perupa yang sama seperti pekan sebelumnya, yakni Butet, Lucia, Erika, dan Jumaldi, tapi dengan karya yang berbeda. Empat karya lain adalah ciptaan Goenawan Mohamad, Budi Ubrux, Djoko Pekik, dan Nasirun.
Djoko Pekik melukis jalan yang membelah kawasan pantai yang bertebing tinggi. Pekik memberinya judul Tol Selatan-Selatan. Adapun Budi Ubrux melukis tas ransel cokelat yang dipenuhi lajur tulisan yang terlihat seperti hiasan. Tas ransel itu berlogo “Ilmu”. Di bawah tas ransel, terlihat dua anak tangga berupaya menggapainya. Tangga segitiga kalah tinggi dibanding tangga bambu panjang, meski penuh perjuangan untuk menaikinya dengan menanjak.
Sedangkan Goenawan Mohamad melukis sosok Gandari, istri Destarastra, orang tua para Kurawa. Perempuan wayang itu duduk bersimpuh dengan mata ditutup kain hitam. Ada dua bait syair yang disertakan di samping lukisan, bahwa Gandari menutup matanya bukan sebagai bentuk solidaritas kepada suaminya yang buta, melainkan merupakan sikap penolakan melihat dunia bentukan para dewa yang isinya meninggalkan yang lemah dan mengutuk yang kalah.
Karya-karya mereka dipajang pada dua papan panel putih. Rencananya, jumlah karya dalam pengundian yang semula delapan lukisan tiap pekan akan ditambah. Setelah lukisan laku dibeli melalui pengundian, panitia akan menggantinya dengan karya lain.
Untuk mendapatkan tiket undian pembelian karya-karya itu, pengunjung harus membeli karya-karya cangking dulu. Ini adalah karya para perupa yang diistilahkan masih junior, sedang berjuang untuk bertahan atau menuju mapan. Ada Kus Indarto, Maman Rahman, Katirin, Desy Gitary, dan banyak lainnya. Total ada 400-an karya yang masuk dan akan dipajang bergantian saban pekan.
Baik perupa karya undian maupun karya cangking bisa mengirim lebih dari satu karya. Perupa Iwan Yusuf akan secara on-the-spot melukis wajah siapa pun yang berminat dan melego lukisan itu seharga Rp 5 juta. “Saya akan menjadi model pertamanya. Saya setahun lalu di-sketch Iwan cuma tiga menit. Silakan Anda belanja dulu lukisan-lukisan karya cangking sampai minimal Rp 10 juta, baru bisa membeli yang Rp 5 juta ini,’ kata Butet.
Berbeda dengan karya undian, karya-karya cangking dipajang memenuhi dinding batu merah transparan di ruang penuh kaca di lantai dua selama sepekan. Sisanya dibiarkan bersandar di sisi bawah dinding kaca, juga menghampar di meja panjang putih di sana. Tak ada nama perupa, tak ada pula judul lukisan. “Karena ini bukan pameran seni rupa. Ini bazar art,” ucap penyelenggara acara, Suci Senanti.
Karya cangking dari para perupa junior yang dipajang untuk diundi di Ada Sarang Cafe, Bantul, Yogyakarta, 12 Juli 2022/Tempo/Pito Agustin
Sementara harga karya undian dipatok Rp 5 juta, harga karya cangking bervariasi, minimal Rp 750 ribu. Tak sedikit perupa yang memberi harga Rp 5 juta juga. Satu tiket undian akan diterima dari setiap pembelian karya cangking seharga Rp 750 ribu dan bertambah sesuai dengan kelipatannya. Jadi, jika membeli lukisan karya cangking seharga total Rp 5 juta, misalnya, pengunjung akan memperoleh enam tiket undian. Enam tiket tersebut bisa ditujukan pada satu karya undian saja, bisa juga dibagi buat karya undian lain yang dipajang pekan itu. “Karya cangking yang terbeli acak. Ada lukisan dengan warna cerah, abstrak, bukan lukisan tentang orang,” ujar Ucis—sapaan akrab Suci, anak kedua Butet Kartaredjasa.
Hadirnya pergelaran tersebut dipicu dampak pandemi Covid-19 yang membuat banyak perupa tak bisa menjual karya mereka. Sebab, ada larangan hingga batasan menggelar pameran terbuka. “Karena pandemi, semua urusan seni rupa mandek. Sekarang orang mulai ‘bakar-bakar api’ biar meletup,” kata Ucis menggambarkan kebangkitan semangat para perupa.
Acara “Bangkit Berkarya Lagi” juga memanfaatkan momentum pameran akbar ArtJog 2022 yang berlangsung hingga September mendatang melalui program Parallel Event. Ucis berharap orang yang datang ke Yogyakarta untuk melihat pameran ArtJog bisa mampir dan membeli karya dalam event itu. “Bukan hanya seniman, art lover. Siapa pun bisa mendadak jadi kolektor,” ucap Ucis.
Konsep gotong-royong dan tolong-menolong dalam acara ini terinspirasi pergelaran “Pasar Cemangking” yang diadakan di Mojokerto, Jawa Timur, pada Juni lalu. Bedanya, “Pasar Cemangking” hanya berlangsung sehari, sementara “Bangkit Berkarya Lagi” digelar sekitar dua bulan. “Dan saya dapat ide ini dari Bapak (untuk mengadopsi konsep ‘Pasar Cemangking’). Waktunya mepet, 10 hari menjelang ArtJog,” tutur Ucis.
Woro-woro pengumpulan karya disebar melalui media sosial. Tanggal 4-7 Juli 2022 ditetapkan sebagai waktu pengumpulan karya. Adapun kurasi dilakukan Bambang Heras dan Jumaldi Alfi pada Kamis malam, 7 Juli, sampai Jumat subuh, 8 Juli lalu. “Kurasi cepat. Pilih karya-karya yang siap pajang, menjual, dan cangking-able (mudah dibawa),” kata Ucis, memaparkan proses kurasi yang hanya semalam itu.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo