Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Ada ratusan kreator yang bekerja menciptakan serial animasi Malaysia yang terkenal, Upin & Ipin.
Burhanuddin Radzi membangun tim dari nol hingga sukses menembus Oscar pada 2020.
Setiap detail adegan dalam animasi dipikirkan dengan matang.
RUANGAN itu dilengkapi dua pintu. Hanya berukuran 2 x 2 meter, ruang kedap suara ini berisi sebuah meja dengan komputer dan mikrofon bertiang. Di sini, di ruang audio lantai satu Les’ Copaque Production di kompleks perniagaan Shah Alam, Selangor, Malaysia, para pengisi suara serial Upin & Ipin bergantian mengisi dialog. “Ini studio suara yang dibangun sejak pertama Les’ Copaque berdiri,” kata Mohamad Zaki, penata suara serial animasi paling digemari di Indonesia dan Malaysia tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Zaki, kini Direktur Suara dan Musik Les’ Copaque, termasuk awak pertama yang bergabung dengan tim Les’ Copaque ketika Burhanuddin Radzi mulai membuat konsep film Geng: Pengembaraan Bermula. Meski kini Les’ Copaque memiliki banyak lini produksi, ruang sulih suara dibiarkan seperti semula. Menurut Zaki, ruangan itu sengaja tak diubah untuk mengingatkan pada sejarah rumah produksi ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengisi suara Upin dan Ipin berganti dua kali. Burhanuddin meniru Disney ketika membuat karakter tikus Mickey dengan mencari pengisi suara anak perempuan. Alasannya, anak laki-laki akan pecah suaranya ketika menginjak usia remaja dan akil baligh. Burhanuddin menemukan Nur Fathiah Diaz yang cocok melakonkan suara Upin dan Ipin. Namun ia mundur setelah tiga musim pertama. Pengisi suara si kembar itu kini Asyiela Putri.
Burhanuddin menemukan bakat Asyiela ketika berusia 11 tahun—kini ia sudah kuliah—karena dikenalkan seorang temannya. Burhanuddin menganggap suara Asyiela cocok dengan karakter Upin dan Ipin. Burhanuddin sendiri mengisi suara Atok Dalang dan istrinya, Ainon Ariff, memerankan Opah, nenek Upin dan Ipin. Hingga kini, hanya tiga pengisi suara karakter ini yang tak berubah, sementara suara pemain pendukung berganti-ganti.
Di Les’ Copaque, suara tokoh direkam setelah skrip cerita jadi. Di bawah pengawasan Zaki, para pengisi suara bergantian masuk ruang sulih suara untuk menyuarakan dialog cerita. Setelah itu, Burhanuddin dan Ainon akan mendengarkan keseluruhan rekaman seperti mendengar drama radio. Jika ada yang tak sreg, Zaki akan meminta diulang. “Untuk revisi suara Tok Dalang dan Opah, ada trik khusus,” ucapnya ihwal kesungkanan menegur bosnya.
Studio Upin-Ipin divisi suara dan musik, bagian penting pembuatan film animasi di Les’ Copaque Production, di kompleks perniagaan Shah Alam Selangor, Malaysia, 29 Juni 2022. TEMPO/Bagja Hidayat
Les’ Copaque berdiri pada Desember 2005. Burhanuddin setuju dengan keinginan istrinya memakai tabungan pensiunnya untuk membuat rumah produksi film guna mempopulerkan budaya Melayu.
Ada empat karyawan yang pertama direkrut Burhanuddin. Zaki salah satunya. Lalu ada Syed Nurfaiz Khalid Syed Ibrahim yang menjadi pengarah kreatif. Syed membawa rombongan wartawan Indonesia dan Malaysia tur ke studio Les’ Copaque. Ia membawa kami ke tiap divisi dan menerangkan proses di belakang layar serial Upin & Upin serta banyak produksi turunannya di tiga lantai gedung Les’ Copaque yang mengasyikkan.
Tak boleh ada yang memakai sepatu atau sandal jika masuk ke ruangan-ruangannya. Setiap ruangan berisi satu-dua divisi. Para kreator umumnya anak-anak muda yang baru lulus kuliah sinematografi atau animasi. Dari sekitar 200 kreator, hanya satu yang asal Indonesia, yaitu Zeehan yang berasal dari Surabaya. Ia kuliah di Malaysia dan betah bekerja sebagai animator Upin & Upin selama sepuluh tahun, bahkan berjodoh dengan Syed Nurfaiz.
Setelah mengunjungi ruang sulih suara, Syed membawa kami ke ruang konsep. Di sini para animator membuat konsep lanskap cerita Upin & Ipin. “Detail-detail dipikirkan,” tuturnya. Misalnya, jika dalam satu episode Upin dan Ipin memakan apel, para konseptor menyiapkan apel dari jenis, warna, dimensi, hingga letaknya.
Bahkan, untuk bentuk baut, para konseptor mesti menggambarnya dengan persis, meski baut itu hanya menyelip di layar sehingga mungkin penonton tak mencermatinya. Mereka meriset jenis-jenis barang yang ada dalam skrip sehingga gambarnya presisi untuk mendukung jalan cerita buatan tim penyusun cerita yang berisi enam orang.
Tim penyusun membuat cerita lalu mempresentasikannya di depan Ainon Ariff. Jika Ainon tak sreg, cerita bisa berubah total. “Skrip film Upin & Ipin: Keris Siamang Tunggal dirombak 86 kali,” ujar Burhanuddin. Film animasi yang rilis pada 2019 ini menjadi nomine Oscar 2020. Film ini tersisih oleh Toy Story 4.
Pada prinsipnya, cerita film-film animasi Les’ Copaque tak berisi petuah yang menggurui. Jika ada tokoh anak-anak yang nakal tak logis atau sok memberi nasihat, Ainon pasti akan mencoretnya. Bagi Burhanuddin dan Ainon, cerita anak harus mengalir seperti layaknya anak-anak. “Istri saya ingin film anak-anak tak memakai dialog orang dewasa,” kata Burhan.
Setelah semua cerita, detail kisah, dan karakter mendapat persetujuan Ainon, animasi Les’ Copaque masuk studio rekaman, lalu ke tim produksi, dari tim konsep hingga tim render yang mentransfer dokumen animasi ke audio-visual. Zeehan dari Indonesia bertugas di divisi ini. “Setelah suara, baru memulai proses animasi,” ucap Burhanuddin.
Proses panjang sebuah film animasi membuat tim Les’ Copaque berkembang besar. Gedung Les’ Copaque tak cukup lagi menampung semua kreator. Tim pembuat cerita, pengarah kreatif, dan tim musik latar bekerja di gedung terpisah, di seberang kantor Les’ Copaque. Dengan jaringan komputer beresolusi tinggi, tiap divisi saling terhubung dalam sebuah kerangka kerja yang dibuat Burhanuddin sejak awal pendirian Les’ Copaque.
Proses pembuatan film animasi di Les’ Copaque Production, di kompleks perniagaan Shah Alam Selangor, Malaysia, 29 Juni 2022. TEMPO/Bagja Hidayat
Burhanuddin mengkonsep alur kerja para animator pada 2006 bersama tim awal yang ia rekrut. Tim awal ini umumnya terdiri atas orang-orang yang punya pengalaman membuat film animasi di banyak rumah produksi. Animasi Malaysia pernah berjaya pada 1990-an, tapi kemudian redup seiring dengan lesunya industri film lokal akibat tak bisa bersaing dengan film-film Hollywood. Lat atau Mohammad Nor Khalid, 71 tahun, adalah pelopor kartun Malaysia yang mendunia.
Ketika seri pertama Upin & Ipin meledak setelah tayang di TV9 pada 2007, Burhanuddin dan Ainon makin sibuk melayani permintaan penayangan dari televisi-televisi luar negeri. Karena MNCTV, nama baru Televisi Pendidikan Indonesia setelah diambil alih pengusaha Hary Tanoesoedibjo pada 2010, berminat menayangkan serial Upin & Ipin, Burhanuddin sering bertandang ke Jakarta.
Akibatnya, ia abai mengurus para animatornya. Ledakan popularitas Upin & Ipin mendorong industri film animasi Malaysia ikut tergerak. Hibah RM 200 juta setahun dari pemerintah Malaysia membuat banyak rumah produksi berdiri. Para kreator Upin & Ipin pun hijrah ke sana karena tawaran gaji yang lebih menggiurkan. Animasi-animasi superhero seperti Boboiboy dan Ejen Ali dirilis oleh beberapa rumah produksi.
Burhanuddin sadar ada yang tak beres pada suasana kerja Les’ Copaque. Banyak kreator yang tak bisa dikontak setelah pukul 6 petang. Banyak skrip tak selesai. Bahkan ada dugaan korupsi karena penggelapan uang kantor. Burhanuddin yang terbiasa menghadapi krisis sewaktu kerja di perusahaan minyak bumi segera mengambil alih kendali. Pelan-pelan para kreator yang tersisa mulai kembali bergairah kerja.
Setelah Les’ Copaque makin mendunia, studio ini kini punya akademi animasi untuk mendapatkan para penerus animator. Tiga anak Burhanuddin dan Ainon juga mulai menggantikan peran ayah-ibu mereka. Apakah akan ada cerita Upin & Ipin ke Jakarta? “Suatu saat, jika waktunya pas,” tutur Burhanuddin.
Artikel lain:
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo