Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

teroka

Jalan Teguh Penyelamat Kemanusiaan

Joserizal Jurnalis menerabas sekat-sekat birokrasi dan pemangku kepentingan demi menjalankan misi kemanusiaan di dalam dan luar negeri. Berperan besar dalam pendirian Rumah Sakit Indonesia di Gaza, Palestina.

25 Januari 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sepak terjang dokter Joserizal Jurnalis tidak terlepas dari sejarah pendirian organisasi kemanusiaan MER-C.

  • Joserizal terlibat dalam berbagai misi medis dan kemanusiaan di Aceh, Ambon, Palestina, Myanmar, hingga Irak dan Afganistan.

  • Berperan besar dalam pendirian Rumah Sakit Indonesia di Gaza, Palestina.

MENGENANG dokter Joserizal Jurnalis tidak terlepas dari organisasi yang ia lahirkan: Medical Emergency Rescue Committee (MER-C). Pada akhir 1990-an, saya mengenal Joserizal dari aksi-aksi kemanusiaannya di Ambon, Maluku. Seorang dokter yang begitu berani terjun langsung membantu korban konflik. Pengalaman itu membulatkan tekadnya mendirikan MER-C, organisasi yang berfokus pada bidang kegawatdaruratan medis. Ia menilai penanganan korban konflik ataupun pengungsi di lapangan acap kurang optimal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Interaksi saya dengan Joserizal sebagai senior di bidang kemanusiaan kian intens pada awal 2005. Kala itu, Indonesia masih dirundung dampak bencana yang begitu hebat, yakni tsunami Aceh. Kami kerap berkoordinasi dan berdiskusi dalam forum-forum penanggulangan bencana tsunami. Dari sini, saya bisa mengenalnya lebih dekat. Tanggap dan tanpa basa-basi adalah kesan pertama yang saya dapatkan dari alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu. Karakter yang terbentuk dalam aktivis kemanusiaan pada umumnya, mengingat ia kerap berhadapan dengan situasi tanggap darurat yang membutuhkan penanganan cepat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada fase tanggap darurat tsunami Aceh, dibutuhkan banyak regu penyelamat ataupun tim medis. Semua lembaga kemanusiaan saat itu berkolaborasi. Saya ingat bagaimana Joserizal bersama tim MER-C secara tanggap berbagi peran dengan Aksi Cepat Tanggap (ACT). Kami berfokus pada penanganan kebencanaan menyeluruh (total disaster management), sementara MER-C menaruh perhatian utama pada kebutuhan medis warga yang terkena dampak bencana.

Berjuang di jalan kemanusiaan membutuhkan keteguhan kuat. Saya merasakan ini ketika krisis kemanusiaan kembali meningkat di Palestina pada 2008-2009. Perang berdampak pada jutaan warga Palestina. Belum lagi kondisi blokade Israel terhadap Gaza sejak 2007. Kondisi ini juga yang meresahkan Joserizal. Masalah kemanusiaan di Palestina tidak sesederhana masalah kebencanaan tingkat nasional. Upaya menolong penduduk sipil yang menjadi korban konflik pun harus melewati berbagai lapis birokrasi lintas negara.

Joserizal, melalui MER-C, menggagas pendirian Rumah Sakit Indonesia pada 2009 sebagai respons terhadap krisis yang ada. Bukan ide yang mudah diwujudkan saat itu. Apalagi dalam implementasinya dibutuhkan dukungan dana, sumber daya manusia, juga perizinan.

Namun gagasan itu terus disampaikan. Pemerintah, berbagai organisasi, dan masyarakat lintas profesi diajak berkolaborasi mewujudkan pendirian Rumah Sakit Indonesia di Palestina. Urgensi yang ditekankan Joserizal: pembangunan rumah sakit sangat dibutuhkan warga Gaza. Sebagai wilayah konflik, Gaza hanya memiliki satu rumah sakit rehabilitasi. Itu pun bisa sewaktu-waktu terkena serangan Israel. Bagi Joserizal, apa yang ia ikhtiarkan adalah perjuangan untuk kemanusiaan, untuk kemaslahatan umat.

Pembangunan rumah sakit di Gaza juga memerlukan program berkesinambungan, seperti penyediaan relawan ahli, perlengkapan medis yang memadai, dan manajemen rumah sakit. Pernyataan beliau yang saya ingat betul: “Ini bukan sekadar soal kesehatan, bukan hanya soal Palestina dan Indonesia. Ini masalah kemanusiaan.” Ini pula yang ia terus tekankan kepada seluruh pemangku kepentingan saat itu.

Keteguhan Joserizal berbuah hasil. Pada 2009, ia bertemu dengan Menteri Kesehatan Palestina di Gaza pada saat itu, dokter Bassim Naim, yang menyambut baik rencana pendirian Rumah Sakit Indonesia. Rencana tersebut juga didukung Menteri Kesehatan Republik Indonesia kala itu, Siti Fadilah Supari.

Ikhtiar mengawal pembangunan rumah sakit sempat terhambat izin masuk ke Gaza selama setahun akibat blokade. Demi bisa membuka blokade Gaza, Joserizal bersama belasan relawan MER-C dan aktivis dari berbagai negara mengikuti misi Freedom Flotilla (Armada Pembebasan Gaza) dengan menaiki kapal Mavi Marmara milik organisasi kemanusiaan IHH Turki pada Mei 2010. Namun upaya ini gagal akibat insiden penyerangan kapal oleh tentara Israel.

Pada pertengahan 2010, saya bersama Joserizal dan sejumlah aktivis kemanusiaan lain berhasil menembus Gaza lewat gerbang Rafah. Saya melalui ACT tengah mengupayakan pembangunan sekolah untuk kaum difabel di Gaza serta program kemanusiaan umum lain. Sementara itu, Joserizal masih dalam ikhtiarnya mendirikan Rumah Sakit Indonesia di Gaza.

Rumah Sakit Indonesia dibangun pada 2011 dan melibatkan puluhan relawan dari Indonesia. Empat tahun kemudian, tepatnya pada 27 Desember 2015, Rumah Sakit Indonesia mulai beroperasi dan bisa dimanfaatkan warga Gaza. Rumah sakit ini terletak 2,5 kilometer dari perbatasan Israel dan menjadi pusat rujukan utama bagi masyarakat di wilayah Jalur Gaza bagian utara. Perlengkapan medis di sana pun terbilang lengkap dan mumpuni. Bangunan rumah sakit terdiri atas dua lantai dan satu lantai ruang bawah tanah. Rumah sakit juga dilengkapi kamar inap, ruang operasi, ruang perawatan intensif, ruang radiologi, laboratorium, bank darah, dan instalasi gawat darurat.

Ihwal keteguhan Joserizal, bahkan mantan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Adi Sasono, menilainya sebagai sosok yang “keras kepala”. Adi menyampaikan hal ini dalam acara bincang-bincang yang diselenggarakan MER-C dengan tajuk "Palestina Fokus Perjuangan Pemersatu Umat Islam" di Istora Gelora Bung Karno, Jakarta, 7 Januari 2015. "Keras kepala" yang ia maksud adalah kemauan Joserizal yang kuat untuk membantu warga yang terkena dampak krisis kemanusiaan, seperti masyarakat Palestina.

Joserizal terus melanjutkan perjuangannya dan mendapat dukungan dari berbagai elemen masyarakat Indonesia. Nilai-nilai perjuangan ini pula yang sangat kuat dirasakan para relawan MER-C, seperti Abdillah Onim dan Muhammad Husein bin Aji Muslim. Keduanya bahkan meminang gadis Gaza dan menetap di sana. Mereka kini meneruskan semangat perjuangan Joserizal di Palestina.

Rumah Sakit Indonesia menjadi monumen spirit kemanusiaan dan kepedulian bangsa Indonesia yang diwariskan Joserizal bagi masyarakat Palestina hingga sekarang. Wafatnya pria kelahiran Padang, Sumatera Barat, 11 Mei 1963, itu tentu menjadi duka tersendiri bagi warga Palestina, bahkan mungkin juga memantik duka rakyat Myanmar, Iran, Irak, dan Afganistan, tempat Joserizal pernah menjalankan misi kemanusiaannya.

Jalan kemanusiaan adalah jalan yang sunyi. Hanya orang yang teguh memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan yang mampu menapakinya hingga akhir. Joserizal menunjukkan ini di tengah kesibukannya sebagai dokter ahli bedah ortopedi dan traumatologi di Indonesia.

N. IMAM AKBARI, DEWAN PEMBINA AKSI CEPAT TANGGAP
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus