Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

teroka

Killers of The Flower Moon: Pembunuhan Suku Indian Osage

Film Killers of the Flower Moon garapan sutradara Martin Scorsese. Diangkat dari kisah nyata tentang kematian beruntun di Osage.

12 November 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Film tentang suku Indian Osage, Killers of the Flower Moon.

  • Kekayaan minyak menjadi petaka.

  • Rentetan pembunuhan misterius selepas penemuan minyak.

MEI lalu, sejumlah selebritas Hollywood, seperti Tobey Maguire, Cate Blanchett, Robbie Williams, dan Kirsten Dunst, menantikan pemutaran film Killers of the Flower Moon di Grand Theatre Lumière, Cannes, Prancis. Mereka ingin menonton karya terbaru sutradara Martin Scorsese, Killers of the Flower Moon.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seusai film, tepuk tangan panjang selama sekitar sembilan menit menggema di ruangan. Para hadirin berdiri dan bertepuk tangan, seperti dituliskan Reuters. Film yang tayang perdana dalam Festival Film Internasional Cannes ini dikabarkan mendapat sambutan hangat. Sebuah film yang paling ditunggu khalayak. Ulasan positif dengan banyak bintang mewarnai halaman-halaman media internasional. Film ini masuk ke layar-layar di Indonesia pada Oktober lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film berdurasi 3 jam 26 menit ini didasarkan pada kisah nyata dalam buku terbitan 2017 karya David Grann yang berjudul sama. Buku itu mengisahkan kejahatan brutal bangsa kulit putih terhadap suku Indian Osage ketika minyak ditemukan di tanah milik suku ini di Oklahoma, Amerika Serikat, pada 1920-an.

Bersama Eric Roth, Scorsese meracik cerita dari buku ini menjadi sebuah film drama kejahatan epik. Tak tanggung-tanggung, Scorsese pun mengambil gambar di Oklahoma yang penuh padang rumput. Scorsese kembali mempertemukan Leonardo DiCaprio dengan Robert De Niro setelah mereka beradu akting dalam film This Boy’s Life (1993) dan The Audition (2015).

Scorsese menyebut film ini sebagai kisah drama percintaan berbalut plot yang kompleks, sarat konspirasi, pengkhianatan, kebohongan, hingga pembunuhan yang brutal. “Aku ingin menangkap bagaimana virus atau kanker ini secara alami menciptakan sebuah genosida yang enteng dilakukan begitu saja,” ujar sutradara film The Wolf of Wall Street itu. Ketika minyak ditemukan di tanah bangsa Osage, satu per satu warga suku itu tewas secara misterius tanpa penanganan hukum.

Adegan dalam film Killers of the Flower Moon. YouTube

Di tanah termakmur saat itu, tanah bangsa Osage, William Hale (Robert De Niro), berkuasa. Tak seperti para orang kaya lain yang mengeruk dolar dari bisnis minyak, ia menjadi raja peternakan dan properti di daerah itu. Ia menggerakkan bisnis dari istananya yang megah di tengah padang rumput yang hijau, jauh dari hiruk-pikuk kota dan ladang minyak. Di suatu siang yang berdebu di stasiun, Ernest Burkhart (Leonardo DiCaprio), veteran perang, baru saja tiba. Ia tampak sedikit kebingungan. Tapi segera ia menemukan orang kepercayaan pamannya, William.

Cerita pun bergulir. Ernest diminta membaca buku tebal untuk mengenal lebih jauh siapa suku Osage. “Mereka orang-orang yang paling sejahtera dan cantik di seluruh dunia,” begitu William menyebut suku Osage. Sambil belajar, Ernest bekerja sebagai pengemudi taksi yang dimodali pamannya. Dari pekerjaan itu, ia mengenal Mollie Kyle (Lily Gladstone), perempuan anggun yang selalu berselimut kain tradisional berwarna-warni.

Mollie adalah satu dari empat perempuan bersaudara yang hidup bersama ibu mereka yang sakit. Matanya tajam tapi teduh, wajahnya agak lebar. Ia tak banyak bicara, tapi terlihat tegas dan berpendirian. Tiga saudara Mollie bersuamikan warga kulit putih. Mollie harus meminta persetujuan penguasa setempat untuk mengambil uang kebutuhan pengobatan ibunya. Pemerintah saat itu membuat kebijakan bahwa warga Osage dinyatakan tak kompeten mengelola uang atas minyak di tanah mereka.

Pertemuan Mollie dengan Ernest berujung pada sebuah perkawinan. Sebelumnya, Ernest ditantang menunjukkan kesiapannya menjadi bagian dari tradisi bangsa Osage. Kebahagiaan Mollie terkoyak ketika ia mendengar kerabatnya tewas. Hatinya resah, ketakutan menderanya. “Iblis sepertinya mengelilingiku,” ucapnya.

Leonardo DiCaprio dan Lily Gladstone (kiri) dalam adegan film Killers of the Flower Moon. IMDB

Suara Mollie yang sedikit bergetar menyebutkan satu demi satu kematian yang misterius: yang tertembus peluru, yang sakit dan mati mendadak, yang diledakkan, yang dijerat, dan lain-lain. Mayat-mayat mereka silih berganti menghiasi layar.

Keresahan dan ketakutan tak hanya menyelimuti perempuan Osage ini, tapi semua warga Osage. Mereka berkumpul membahas kematian-kematian yang penanganannya mandul di tangan polisi. Hingga akhirnya mereka mengumpulkan uang untuk menyewa detektif ibu kota guna menyelisik kematian demi kematian ini.

William Hale yang sudah dianggap seperti orang Osage, semacam warga kehormatan, saudara bagi bangsa Osage, pun ikut patungan membayar detektif. Tapi ujung-ujungnya sang detektif pun tewas tanpa jejak, tanpa diketahui warga Osage. Ia dianggap kabur, padahal tewas ditembak tanpa ampun.

Mollie mengidap diabetes seperti ibunya. Keduanya dihadiahi insulin oleh William Hale. Diabetes dianggap sebagai penyakit warga Osage. Sepeninggal ibunya, Mollie seperti makin tak berdaya. Ia tak mampu berbicara ketika adiknya, Anna, ditemukan tewas ditembak di sebuah jurang. Ia meradang, menangis histeris, ketika mendapat kabar bahwa salah satu saudara perempuannya yang lain tewas sekeluarga. Rumahnya hancur lebur oleh ledakan bom yang mengguncang permukiman di malam hari. Kaca kamar Mollie bahkan pecah bertaburan saking dahsyatnya ledakan.

Robert DeNiro dan Leonardo DiCaprio dalam adegan film Killers of the Flower Moon. IMDB

Kematian yang beruntun dan diabetes yang melemahkan tak membuat Mollie diam. Ia nekat pergi ke ibu kota menemui presiden agar ada perhatian atas banyaknya kematian ini. William kesal terhadap ulah Mollie yang membawa kasus ini hingga membuat para agen penyidik federal turun menyelidiki. “Istrimu keras kepala sekali,” katanya kepada Ernest, yang tak berkutik menghadapi keinginan istrinya dan ambisi pamannya.

Kebohongan, pengkhianatan, dan konspirasi menjadi bumbu skandal yang paling kental. Terlihat betapa kelindan iming-iming bayaran uang, kekayaan, dan jaringan centeng bekerja dengan cepat dan sigap. Semuanya dingin, kejam, dan brutal ketika kematian demi kematian menjemput.

Leonardo DiCaprio dan Robert De Niro cemerlang sekali memerankan keponakan nan patuh dan paman yang licik serta ambisius. Ernest Burkhart yang diperankan DiCaprio, 49 tahun, dalam kisah nyatanya masih berusia 30-an tahun. Adapun William Hale yang dimainkan De Niro, 80 tahun, saat itu berusia 45 tahun.

DiCaprio menampilkan sosok Ernest yang tertekan. Matanya lebih sering memicing, dahinya selalu berkerut, mulutnya ditarik ke bawah. Tak ada senyum yang tampak kecuali saat dia menggoda Mollie pada awal pertemuan. De Niro, peraih dua Piala Oscar dan dua Piala Golden Globe, pun dengan meyakinkan tampil sebagai laki-laki tua yang licik, licin, serta piawai memanipulasi orang dan situasi.

Ernest terlihat bodoh di mata pamannya. Kemarahan sang paman meledak saat keduanya melaju dengan mobilnya di pinggiran kota. “Kenapa ditembak di belakang? Sudah kubilang dari depan. Depan ya depan, belakang ya belakang!” ujar William, yang sangat marah. Ernest pun meradang dianggap tak becus, tak memahami perintah. “Aku bersumpah, sudah mengatakan kepadanya dari depan, depan seperti katamu,” tuturnya.

Poster film Killers of the Flower Moon. IMDB (kiri) dan Sampul buku Killers of the Flower Moon karya David Grann (kanan)

Martin Scorsese menghabiskan US$ 200 juta untuk mewujudkan filmnya ini. Jumlah uang itu sangat besar dibanding biaya beberapa film lain, termasuk The Matrix Resurrections (2021) yang menelan ongkos sekitar US$ 190 juta. Juga film buatan Scorsese sebelumnya, The Irishman (2019), yang berbiaya US$ 159 juta.

Sejak awal, ketika membaca buku David Grann, Scorsese langsung tertarik memfilmkan kisah nyata itu. Tak tanggung-tanggung, ia pun terlibat pembicaraan beberapa jam dengan tetua suku Indian Osage untuk meyakinkannya dan memintanya membantu pembuatan film ini. Sang tetua senang kisah tentang pembunuhan warga Osage diangkat menjadi film.

"Rakyat saya sangat menderita. Sampai hari ini, dampak tersebut masih ada. Namun saya dapat mengatakan, atas nama Osage, Scorsese dan timnya telah memulihkan kepercayaan dan kami tahu bahwa kepercayaan tidak akan dikhianati," ucap Chief Standing Bear, tetua suku Osage, kepada wartawan di Cannes.

David Grann menghabiskan waktu hampir 10 tahun untuk meneliti kembali bahan tentang kisah pembunuhan ini dalam penyusunan bukunya. Ia memberinya judul Killers of the Flower Moon: Oil, Money, Murder and the Birth of the FBI. Yang menarik, buku Grann ini mengemukakan bahwa penyelidikan pembunuhan orang-orang Osage merupakan investigasi pertama yang dilakukan Biro Investigasi Federal (FBI) yang baru dibentuk. Saat itu J. Edgar Hoover memimpin investigasi tersebut.

Foto korban pembunuhan kasus minyak di tanah suku Indian Osage di kawasan Oklahoma, Amerika Serikat, pada potongan artikel koran yang terbit Januari 1926. Wikimedia

Meski demikian, film Scorsese ini bukanlah film pertama yang mengangkat peristiwa pembunuhan warga Osage. Sebelumnya, ada beberapa film lain yang mengusung kisah pembunuhan ini, antara lain Tragedies of the Osage Hills oleh James Young Deer yang dirilis pada 1926. Film lain tentang Indian Osage yang juga menggambarkan pembunuhan tersebut adalah Fort Osage (1952) dan The FBI Story (1959).

Scorsese memang tak memberikan banyak porsi untuk kisah investigasi FBI ini. Dia lebih banyak menggambarkan bagaimana kematian demi kematian terjadi sangat brutal dan dingin. Kisah pembunuhan ini difilmkan dengan format dokumenter dalam film Osage Tribal Murders (2010) dan The Osage Murders (2022).

Tragedies of the Osage Hills yang berformat hitam-putih dibintangi Lillian A. King, Walt Nayler, dan Kate Spencher. Hollywood Reporter menyebut film yang dirilis pada 11 Mei 1926 di American Theatre di pusat Kota Cushing, Oklahoma, ini sebagai “gambar paling sensasional pada masanya”.

Diproduksi oleh pembuat film yang juga penduduk asli Amerika, James Young Deer, dan rekannya, pemilik hotel di Oklahoma, Frank L. Thompson, film tersebut digambarkan sebagai sebuah drama tentang teror bangsa Osage yang terjalin dengan “kisah cinta yang lembut”.

James Young Deer merekam ratusan penduduk asli Amerika dalam filmnya. Tragedies of the Osage Hills menampilkan istri Young Deer, Lillian A. King, yang memerankan Little Princess Prairie Flower, dan Toodles, aktor termuda dalam film tersebut. Film thriller dramatis Young Deer dengan subplot romantis dan kesimpulan dongeng ini sangat kontras dengan kisah dalam kehidupan nyata.

Eksploitasi, penembakan, peracunan, dan peledakan selama bertahun-tahun mengguncang masyarakat yang berlumur darah. Young Deer mendapat kehormatan sebagai pembuat film penduduk asli Amerika pertama di Hollywood. Ia menikah dengan Lillian yang berasal dari suku Winnebago di Nebraska, Amerika Serikat.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Bahan artikel ini mengutip Reuters, IMDB, Hollywood Reporter. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Minyak dan Darah di Tanah Suku Indian Osage"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus