Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sastrawan, penyair, dan guru besar Universitas Paramadina, Abdul Hadi WM meninggal pada Jumat, 19 Januari 2024 pukul 3.36 di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat. Kabar duka berpulangnya sastrawan besar Indonesia ini disampaikan di Instagram resmi Universitas Paramadina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Telah berpulang ke rahmatullah: Prof. DR. Abdul Hadi WM (78 tahun), Guru Besar Fakultas Falsafah dan Peradaban Universitas Paramadina pada hari Jumat, 19 Januari 2024 di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto dikarenakan sakit.
Semoga amal ibadahnya diterima Allah SWT dan mendapat tempat terbaik disisi-Nya. Aamin," demikian keterangan dari unggahan kabar duka itu.
Gagasan Besar Abdul Hadi WM: Sastra Profetik
Abdul Hadi WM, terlahir dengan nama Abdul Hadi Wijaya di Sumenep, Madura pada 24 Juni 1946. Ia merupakan budayawan dan akademisi yang mencetuskan Sastra Profetik pada sekitar 1976.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Gagasan besarnya, menghidupkan kembali sastra sufi, agar sastra kembali ke akar, bersama Mas Kuntowijoyo dan Sujiro Satoto, agar sastra kembali kepada kebersihan hati, kembali ke akar budaya Indonesia, tidak perlu berkiblat ke barat" kata sastrawan, Zawawi Imron, yang dihubungi Tempo, pagi ini.
Zawawi menuturkan, sastra dengan spiritualitas, dapat mendekatkan diri kepada Tuhan. Hal ini bisa dilihat dari puisinya yang berjudul 'Tuhan, Kita Begitu Dekat'.
...
...
Tuhan
Kita begitu dekat
Seperti angin dengan arahnya
Kita begitu dekat
Dalam gelap
Kini aku nyala
Menurut Zawawi, gagasan sastra profetik Abdul Hadi WM bermula dari perlawanannya terhadap gaya kepemimpinan Soeharto sebagai penguasa Orde Baru. Saat itu, Soeharto, yang mendapat label Bapak Pembangunan, banyak membangun fisik.
"Tapi pembangunan batin hanya diucapkan saja. Konkritnya tidak jelas. Dia ingin memberi roh bahwa manusia bukan hanya raga, tapi juga jiwa," ujarnya.
Mendirikan Pesantren Budaya
Selain menggagas sastra profetik, Abdul Hadi WM bersama Zawawi dan Ahmad Fudholi Zaini mendirikan Pesantren Budaya di kota kelahirannya pada 1990. Pesantren yang dinamakan Pesantren An-Naba ini tak sekadar belajar mengaji, tapi juga mengajar antara lain cara bertani, melukis, mendesain, membuat kaligrafi, mengukir, dan drama.
Sayangnya, tak sampai setahun, pesantren itu mandek lantaran Abdul Hadi WM mengambil program doktor filsafat di Universitas Sains Malaysia di Penang. Adapun Zawawi terkendala masalah jarak. "Dari rumah saya ke pesantren cukup jauh dan enggak punya kendaraan. Sayang memang, padahal konsep pesantren itu sangat bagus," kata Zawawi. Konsep pesantren itu sendiri diadaptasi oleh penyair di Yogyakarta dengan mendirikan Pesantren Budaya Ilmugiri di Imogiri, Bantul pada 1998.
Menurut Zawawi, Abdul Hadi WM berperan besar dalam kariernya sebagai penyair. Tekadnya untuk menjadi penyair terdorong oleh kalimat motivasi bernada mengejek yang dilontarkan Abdul Hadi WM.
"Dia itu motivator luar biasa buat saya. Dia pernah berpesan melalui teman, meskipun kata-katanya menyakitkan, tapi menjadi motivasi besar bagi saya. Katanya, 'Kalau mau jadi penyair, harus benar-benar bersih, sekarang itu calon penyair di Indonesia hampir sebesar jumlah penduduknya'," ujar Zawawi Imron.