Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto turut menonton konser Sawung Jabo bersama Sirkus Barock di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta Rabu petang 6 November 2024. Dalam konser bertajuk Hidup Bukan Sekadar Bernafas itu, Hasto menilai perjalanan hidup dan karya Sawung Jabo yang sarat kritik sosial layak untuk dibukukan agar terus jadi inspirasi generasi muda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya berharap perjalanan karier Mas Jabo dibuat life story, bisa dibikinkan buku, termasuk versi digitalnya sehingga generasi muda tahu dan menjadi inspirasi," kata Hasto di sela bertemu Jabo di sela konser.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hasto mengatakan kekagumannya atas sejumlah karya Jabo termasuk karya kolaborasinya bersama seniman lain selama ini. "Lagu Jabo berisi kritik sepanjang masa, salah satunya yang berjudul Badut, itu top," kata Hasto.
Pilihan Tema Konser Sawung Jabo
Menurut Hasto pemilihan tema konser Hidup Bukan Sekadar Bernafas itu juga sarat makna. "Hidup itu memang berarti. Merenungi seluruh lirik lagu Mas Jabo mencerminkan kedalaman spirituaitas hidup penuh gugatan," kata dia.
Meski penuh kritik sosial, Hasto melanjutkan, namun karya Jabo sangat kontemplatif. Di dalam syairnya mencerminkan cinta, gelora kehidupan, dan pandangannya terhadap semesta. "Bagi saya pribadi, beliau itu maestro," ujarnya.
Selain bersama Sirkus Barock, Sawung Jabo berkibar di blantika musik nasional saat bergabung di band supergroup Kantata Takwa, lalu Swami. Sawung Jabo pun turut andil dalam melahirkan lagu-lagu legendaris, seperti 'Bento', 'Bongkar', Hio', hingga 'Nyanyian Jiwa.'
"Melalui lagu penuh kritik sosial Mas Sawung Jabo bersama Iwan Fals, telah menjadi energi perlawanan terhadap dogmatisme kekuasaan," kata Hasto.
Selama konser, Hasto tekun menyimak lagu yang dimainkan Jabo dan Sirkus Barock. Terutama saat musisi itu melontarkan celetukan celetukan yang membuat penonton tertawa di sela konser.
Misalnya saat ia berdialog dengan personelnya. "Nyanyi yang bagus, nanti dapat honor tambahan," kata Jabo kepada backing vokalnya. Jabo juga memperkenalkan personelnya Ruben yang sedang memainkan melodi nan indah di awal sebuah lagu.Tak muda lagi, Jabo sesekali meminum air mineral yang terletak di samping kursinya. Dia mencairkan suasana saat memperkenalkan mereka.
Perjalanan Karier Sawung Jabo
Sawung Jabo saat ini berusia 73 tahun. Suami Suzan Piper ini masih menggunakan nama lahirnya, Mochamad Djohansyah ketika memutuskan merantau dari Ampel, Surabaya ke Yogyakarta pada 1970-an. Di Yogyakarta, Sawung Jabo mempertajam bakat bermusiknya dengan belajar di Akademi Musik Indonesia.
Selain bermusik, Jabo juga bergulat dengan seni teater. Ia bergabung di kelompok seni terkenal saat itu bernama Kelompok Kampungan. Tapi pada 1976, Jabo mendirikan Sirkus Barock. Kelompok ini berisi anak-anak asal Surabaya yang belajar di Akademi Musik Indonesia dan Akademi Seni Rupa Indonesia di Yogyakarta. Anggota tetapnya adalah Innisisri, Nanoe, Totok Tewel, dan Edi Darome.
Jabo selanjutnya bergabung dengan Si Burung Merak, WS. Rendra di Bengkel Teater pada 1977. Dua tahun kemudian, Jabo menikah dengan Suzan Piper, perempuan asal Australia yang dikenalnya setahun sebelumnya. Mereka hijrah ke Australia lantaran Jabo ingin memperdalam ilmu bermusiknya.
Pada 1983, Jabo kembali ke Indonesia. Ia kembali bermusik bersama Sirkus Barock dan menggelar konser. Pada 1989, Jabo bersama Iwan Fals, Naniel Yakin membentuk grup Swami dan anggota bertambah dengan Jockie Suryoprayoga. Ia lalu membentuk Kantata Takwa bersama Iwan Fals, Jockie Suryaprayogo, Setiawan Djodi, dan Rendra.