Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Bonnie Triyana turun ke dapur membantu bisnis kuliner istrinya setiap akhir pekan.
Dari New York, Irma Hidayana meluangkan waktu memantau bisnis kukisnya di Jakarta.
Ade Rai merogoh kocek menghidupi bisnis pusat kebugaran di tengah pandemi.
BERAWAL dari niat membantu usaha kuliner istrinya, sejarawan Bonnie Triyana menjadi koki dadakan. Istrinya, Sofia Adrianti, membeli waralaba Mostato BSD, kedai makanan yang menyediakan aneka kudapan berbahan dasar kentang dan keju sejak April lalu. Bonnie tidak hanya menyiapkan makanan pesanan. “Saya juga ikut menggoreng dan memastikan semua tersajikan dengan baik untuk dikirim kepada pemesan,” kata Bonnie, 42 tahun, melalui WhatsApp pada Jumat, 15 Oktober lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Istri Bonnie merintis usaha kuliner saat masa pandemi Covid-19 karena lebih banyak orang yang tinggal di rumah dan lebih aman memesan makanan secara daring lewat aplikasi. Baru berjalan beberapa bulan, gerai Sofia laris manis. Pesanan online kerap membeludak. Tidak tega melihat istrinya kewalahan, pemimpin redaksi majalah Historia itu berinisiatif membantunya setiap akhir pekan. “Kalau dikerjakan sendiri pasti kerepotan,” ujar Bonnie kepada Gunawan Wicaksono dari Tempo melalui sambungan telepon, Selasa, 12 Oktober lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bonnie sudah biasa memasak sejak duduk di kelas III sekolah dasar karena hidup jauh dari orang tuanya di Sumatera. Sebelum membuka gerai waralaba pun ia yang memasak untuk keluarga tiap akhir pekan. Ia meminta sang istri beristirahat.
Selain berkutat di dapur, Bonnie tak segan terjun langsung sebagai kurir makanan. Kadang ia mengantarkan makanan sampai ke rumah pemesan jika lokasinya tak terlalu jauh dan pemesanannya tidak melalui aplikasi. Tugasnya sebagai pengganti pengojek online itu menyuguhkan pengalaman baru.
Selama menggeluti usaha kuliner tersebut, Bonnie dan istrinya kerap mendapati kejadian unik. Ada kalanya pengemudi ojek daring datang terlambat sehingga makanan jadi dingin. Sering kali juga ada orang yang memesan ulang hanya dalam selang waktu singkat dalam sehari. “Mungkin karena menyukai makanan yang kami bikin,” ujar Bonnie. Istrinya kini mengembangkan bisnis kuliner lain, seperti melayani penjualan croffle, perpaduan croissant dan waffle yang sedang ngetren di kalangan anak muda.
Irma Hidayana. Dok. Pribadi
Dari New York, Amerika Serikat, Irma Hidayana masih meluangkan waktu untuk memantau pembuatan kukis di Kios Ojo Keos. Berjualan kukis adalah salah satu cara para personel grup musik Efek Rumah Kaca untuk menghidupi ruang kreatif di daerah Lebak Bulus, Jakarta Selatan, itu. Irma, vokalis latar Efek Rumah Kaca sekaligus istri vokalis dan gitaris band independen tersebut, Cholil Mahmud, terakhir memasak di Kios Ojo Keos satu bulan lalu sebelum berangkat ke Negeri Abang Sam. “Dari jauh saya juga ngecek, aduh fotonya kok begini. Penampakannya atau bentukannya (kukis) kurang bagus,” kata Irma, 41 tahun, saat dihubungi, Kamis, 14 Oktober lalu.
Sewaktu awal menjual kukis, April lalu, Irma dan Cholil memasak sendiri kue dengan enam varian rasa, yaitu matcha, oatmeal raisin, choco chip, peanut butter choco chip, dark brown choco chip, dan dark brown peanut butter. Seiring dengan waktu, para anggota staf di Kios Ojo Keos belajar membuat kukis yang diberi nama Cookeos dan dijual secara online itu. Kini setidaknya tiga anggota staf telah mahir membuat kukis.
Selain memastikan kukis diolah secara benar dan dengan bentuk yang tepat, Irma memantau persediaan adonannya. Sebelum dipanggang, adonan kukis minimal disimpan selama satu hari di dalam kulkas. “Stok di kulkas harus baru terus. Makanya setiap orang yang jaga harus bisa bikin,” tutur Irma, yang menjadi profesor tamu di St. Lawrence University.
Salah seorang penggagas Lapor Covid-19 ini mengatakan tidak mudah baginya mengelola usaha kukis. Apalagi ia dan suaminya tidak memiliki pengalaman bisnis. Dengan menjual setiap keping Cookeos seharga Rp 15-17 ribu, mereka juga tidak mencari margin untung yang besar. “Sekarang bisa bikin kukis yang enak. Setiap hari ada saja yang beli meski tidak laris luar biasa. Rasanya senang,” ucap Irma.
Ade Rai. Facebook.com/Ade Rai
Pandemi Covid-19 menyuguhkan pengalaman tidak menyenangkan bagi I Gusti Agung Kusuma Yudha Rai, 51 tahun. Pakar kebugaran dan mantan atlet binaraga nasional yang lebih dikenal dengan panggilan Ade Rai itu harus menalangi semua biaya operasional unit bisnisnya. Ia memiliki beberapa unit pusat kebugaran yang dilengkapi dengan kafe yang menyediakan makanan sehat. “Bukan penurunan lagi, kondisi ini membangkrutkan seluruh gym di Indonesia,” ujar Ade saat dihubungi Irsyan Hasyim dari Tempo, Kamis, 14 Oktober lalu.
Ade memiliki dua cabang utama untuk gym yang diberi nama Rai Fitness Indonesia. Keduanya berada di Bali dan Bandung. Sedangkan cabang lain menggunakan konsep waralaba di beberapa kota. Untuk bisa tetap menghidupkan pusat kebugaran miliknya, Ade merogoh kocek pribadi untuk membayar gaji karyawan. “Enggak ada pemasukan sejak Maret 2020, bahkan tidak ada profit lima perak pun,” ujarnya.
Sebelum masa pandemi, Ade mengoperasikan pusat kebugarannya tidak hanya sebagai tempat olahraga, tapi juga tempat mendapatkan makanan sehat. Menu makanan yang ditawarkan dari katering sehat milik Ade Rai ini terdiri atas karbohidrat, protein dan serat, serta dibuat tanpa monosodium glutamat dengan kandungan 350-400 kalori. Menurut Ade, selama ini kafe berfungsi sebagai pendukung kegiatan operasional pusat kebugaran.
Peraih medali emas binaraga SEA Games 1997 ini mempertanyakan alasan pemerintah masih melarang pusat kebugaran kembali beroperasi. Namun ia tak berhenti mengkampanyekan gaya hidup sehat. Melalui akun Instagram, Ade Rai menjelaskan pola makan yang bisa meningkatkan daya tahan tubuh.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo