Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Perang Rusia-Ukraina mendorong tumbuhnya investasi di sektor minyak dan gas di Indonesia
Eropa diprediksi mencari pasokan migas ke Timur Tengah, Indonesia bisa mengisi pasar Asia Timur
Sektor migas memakai CCUS dan low carbon initiative untuk mengurangi emisi
KEPALA Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto, menilai perang Rusia-Ukraina berdampak pada harga bahan bakar minyak (BBM) karena Indonesia masih berstatus net importer. Namun, di sisi hulu, perkembangan itu mendorong lebih banyak investasi untuk eksplorasi. “Gas kita surplus. Ini tambahan nilai ekspor kita, cadangan ekspor, karena sumber gas di dalam negeri cukup besar,” tuturnya dalam wawancara dengan wartawan Tempo, Retno Sulistyowati, Abdul Manan, dan Iwan Kurniawan, pada Kamis, 28 April lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mantan Direktur Utama PT Pertamina ini mendorong pemerintah agar lebih serius mengurangi konsumsi minyak dan melakukan transisi ke pemanfaatan gas untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor minyak mentah. Dalam wawancara secara daring selama satu jam itu, ia juga menjelaskan cadangan minyak dan gas, bagaimana SKK Migas memperbesar cadangan, dan inisiatif untuk mengurangi emisi karbon.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apa dampak perang Rusia-Ukraina terhadap sektor minyak dan gas (migas)?
Perang ini menyebabkan pasokan dan permintaan secara global terganggu. Di satu sisi, harga minyak dunia menjadi sangat tinggi. Kalau kita pantau grafik pertumbuhan harga yang cukup tinggi, diperkirakan banyak pihak (penyelesaian perang) ini tidak berlangsung cepat. Karena itu, tren ke depan kita harus siap dengan harga minyak dunia yang relatif tinggi. Bagi Indonesia khususnya untuk minyak, karena kita net importer. Ini menjadi beban di hilir.
Tapi ini positif bagi hulunya. Upaya untuk efisiensi dalam penggunaan BBM perlu secara serius ditangani. Di satu sisi, gas kita surplus. Gas ini tambahan nilai ekspor kita, cadangan ekspor, karena sumber gas di dalam negeri cukup besar. Memang selayaknya dilakukan transformasi dari minyak ke gas untuk bahan bakar, baik di pembangkit listrik maupun kendaraan.
Harga migas tinggi akan mendorong investasi yang lebih besar di hulu. Kami sudah melihat kegiatan eksplorasi tumbuh 25 persen. Yang paling besar adalah pengeboran. Adapun eksplorasi bersifat jangka panjang. Untuk pengeboran, pengembangan itu untuk yang ada, upaya-upaya untuk meningkatkan dan mendapatkan tambahan produksi. Pada kuartal pertama tahun lalu terdapat 76 sumur dan kuartal pertama tahun ini 162 sumur, meningkat dua kali lipat. Ini dampak harga yang tinggi, efek dari perang di Ukraina.
Berapa lama perang diprediksi berlangsung dan pengaruhnya terhadap harga minyak?
Para analis membuat analisis sangat lebar. Kami lebih cenderung ambil taksiran terbaik. Kami lihat setidaknya sampai 2023 masih di atas garis US$ 80-an per barel sehingga kami memperkirakan harga rata-rata sampai 2023 masih US$ 100 per barel. Tapi, kalau kita menganalisis investasi yang kira-kira 20 tahun, sekarang bergeser ke US$ 70 per barel.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto pada kunjungan kerja di Sumur NS-12 yang dioperasikan KKKS EMP Bentu, Kabupaten Siak, Riau, 3 Januari 2022. (foto: Dok. SKK Migas)
Apakah ini momentum industri migas kembali bergairah?
Ini mulai terlihat. Eksplorasi meningkat 25 persen pada kuartal I 2022. Kami melihat orang sudah mulai berani melakukan eksplorasi. Ini sedang didiskusikan di kementerian bagaimana mendorong investasi di eksplorasi supaya lebih masif. Kalau bisa di tahap eksplorasi jangan ada banyak penerimaan negara bukan pajak dari berbagai pihak karena pada eksplorasi kan masih belum jelas cadangannya ditemukan atau tidak.
Yang lebih agresif tentu saja yang berdampak langsung pada produksi hari ini, yakni pengembangan pengeboran. Itu meningkat dua kali lipat lebih. Kuartal pertama tahun lalu ada 76 sumur, periode yang sama tahun ini 162 sumur. Tahun lalu, dalam setahun realisasinya 480 sumur, dua kali dari 240 sumur pada 2020, dan pada 2022 targetnya kami harapkan 790 atau di atas 800 sumur.
Mungkinkah mencapai target produksi yang lebih besar?
Sangat memungkinkan. Ini sudah terlihat. Misalnya Premier, perusahaan minyak dari Inggris, cukup agresif untuk melaksanakan eksplorasi di wilayah Natuna, Kepulauan Riau. Di Andaman, dia akan ngebor dua. Saat ini orang tertarik di sini karena diperkirakan punya cadangan yang lebih besar atau sama dengan di Abadi Masela. Mengenai IDD (Indonesia Deepwater Development), ini kan antara Chevron dan kita. Chevron mau melepas. Saat ini dalam proses ikut mencarikan siapa yang bisa masuk di IDD. Peminatnya sudah ada, tapi memang sangat bergantung pada harga yang diinginkan. Demikian juga dengan Abadi Masela. Isu yang masih tersisa adalah isu kemitraan antara Shell dan Inpex. Shell sejauh ini sudah menyampaikan keinginan untuk mendivestasi meskipun belum sukses. Tapi ini menjadi isu buat Inpex untuk bergerak lebih lanjut. Sudah ada juga pihak lain yang berminat untuk ke sana. Shell sudah melakukan tender, tapi belum ada yang pas dengan harganya.
Masih mungkin meminta Chevron atau Shell bertahan?
Kami berusaha lakukan. Sejauh ini Shell, sebelum betul-betul menjual, sesungguhnya mereka akan ikut. Tapi memang kelihatan sudah kayak crack sehingga ini menjadi isu yang selalu diangkat oleh Inpex. Kami juga sudah coba panggil. Mungkin dengan posisi harga kayak begini mereka berhitung kembali. Yang kami lihat mungkin sudah kurang (berminat) adalah IDD oleh Chevron. Satu lagi yang saat ini cukup segera bergerak untuk pengembangan lebih lanjut adalah Eni, yang memiliki Muara Bakau. Yang agresif lagi adalah BP karena BP sudah akan mulai untuk proyek Ubadari yang investasinya sekitar US$ 3 miliar. BP juga melaksanakan eksplorasi di North Bali. Di sini ada wilayah yang sangat besar sumber gasnya.
Kelihatannya, dengan ketergantungan gas Eropa dari Rusia yang kemudian mengalami kondisi seperti ini, mereka mengambil langkah-langkah strategis jangka panjang. Jadi mereka juga cukup serius untuk masuk di gas. Exxon Mobil di Cepu, Jawa Tengah, juga akan segera masuk investasinya. Exxon mulai tertarik masuk di gas, yang selama ini di Indonesia berfokus di minyak.
Peluang paling cepat apakah di Andaman atau Abadi Masela?
Yang cepat masih tetap Abadi Masela karena rencana pengembangannya sudah ada. Cadangan sudah ditemukan, sudah infill (pengeboran pengembangan), sudah disertifikasi. Nanti di Andaman, kalau ditemukan, lalu ngebor lagi untuk menghitung. Di Abadi Masela masih kami hitung keekonomiannya karena Inpex memasukkan tambahan proyek penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon (CCUS). Itu diminta karena bagian dari strategi Inpex secara global untuk memenuhi janjinya kepada COP26 (Konferensi Perubahan Iklim ke-26).
Akselerasi itu akan meningkat produksi minyak berapa besar?
Posisi 2021 di 660 ribu barel per hari dan rencana jangka panjang 1 juta barel per hari. Seharusnya itu sebesar 676 ribu barel per hari. Karena Covid-19, memang (produksinya) mulai tertinggal dan kami sedang perjuangkan terus. Kalau 2022, seharusnya ia 683 ribu barel per hari. Kami masih menghadapi kendala-kendala dari sisi minyak. Di sisi gas, perencanaan jangka panjang kami adalah di 5.309 juta standar kaki kubik per hari (mmscfd) pada 2021. Realisasinya 5.501 mmscfd. Target 2022 mencapai 5.800 mmscfd. Pada 2020-2021 kami harapkan berada di bottom-nya, kemudian baru meningkat signifikan ke depan. Sekarang yang kami harapkan bisa lebih mempercepat peningkatan produksi adalah pada idle well, sumur-sumur yang dulu aktif tapi sekarang enggak aktif lagi, yang dimiliki oleh kontraktor kontrak kerja sama (K3S). Juga idle field, lapangan yang mungkin buat K3S sangat kecil. Ini kami dorong untuk dikerjasamakan dengan pihak-pihak lain. Kami sudah dorong dalam bentuk kerja sama operasi (KSO). Yang lama itu juga sudah ada KSO, tapi tidak jalan karena syarat dan kondisi bagi mitra kurang bagus. Ini sudah diperbarui dan mendapat persetujuan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Sumur idle jumlahnya 14 ribu. Apakah ini akan betul kembali akan menghasilkan atau tidak, itu kasus lain.
Seberapa besar produksinya?
Yang idle well diharapkan 14 ribu barel per hari. Tapi kami targetkan nanti tiap tahun paling tidak 1.000 sumur yang diaktifkan kembali. Kira-kira per tahun bisa bertambah 10 ribu barel per hari dari 1.000 sumur itu. (Tapi) kami beberapa kali (juga) menemui masalah. Di Cepu terjadi sesuatu yang tidak kami duga. Pipa dari lapangan Kedung Keris bergeser, tanahnya bergeser, pipanya melengkung. Sesuai dengan standar Exxon, mereka tak berani mengoperasikannya. Jadi mereka setop dulu. Diharapkan nanti akhir Mei bisa beroperasi kembali. Di Tangguh ada gangguan pada pipa joint yang bentuknya T. Ada kebocoran dan ternyata retak (sudah diperbaiki 28 April lalu).
Apakah masih ada permintaan insentif dari K3S?
Masih. Kan K3S melihat keekonomiannya yang existing tapi kemudian, misalnya, ada kebijakan biaya participating interest (hak partisipasi) 10 persen ke daerah yang harus dipikul oleh operator. Ini kan menambah beban mereka sehingga mereka minta (dikompensasi). Salah satu yang kami masih berat dengan keekonomiannya adalah proyek di Papua, Genting Oil di wilayah kerja Kasuri, Bintuni. Kalau ada wilayah kerja yang gasnya harus dijual ke dalam negeri, kan harus mengikuti peraturan dan keputusan menteri mengenai harga gas. Itu yang kemudian menjadi kendala keekonomiannya. Kami sedang berpikir keras bagaimana mengangkat keekonomian dia pada tingkat pengembalian investasi yang wajar.
Seperti apa cadangan migas kita?
Cadangan minyak kita saat ini sekitar 2,4 miliar barel. Adapun untuk gasnya yang proven reserve (cadangan terbukti) itu 43,6 triliun kaki kubik. Ini cadangan kita dan kami sekarang bergerak untuk mencari potensi-potensi tambahan. Pada 2021 reserve replacement ratio (rasio penambahan cadangan) 116 persen dan pada 2022 potensinya 219 persen.
Apakah ada kemungkinan kenaikan harga BBM secara drastis lagi?
Enggak drastis lagi. Orang sudah mulai menyesuaikan. Ya, memang kemarin harga minyak mentah sempat US$ 127 per barel, kini US$ 105 per barel, tapi barangkali di akhir tahun sudah US$ 90, lalu US$ 80, dan US$ 70 per barel.
Dwi Soetjipto
Tempat dan tanggal lahir: Surabaya, 10 November 1955
Pendidikan
Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya
Magister Manajemen Universitas Andalas
Doktor Bidang Ekonomi Universitas Indonesia
Karier
Direktur Penelitian dan Pengembangan Semen Padang
Komisaris Utama PT Igasar
Direktur Utama Semen Padang
Direktur Utama PT Semen Gresik Tbk
Direktur Utama PT Pertamina (Persero)
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, 2018-sekarang
Seperti apa peta jalan SKK Migas untuk transisi energi?
Kami ada low carbon initiative di migas. Saya kira harga minyak dan gas yang tinggi sekarang akan merangsang kecepatan perubahan ke energi baru dan terbarukan. Ini seperti halnya minyak dan gas di Amerika Serikat yang dari gas serpih (shale gas), yang nonkonvensional. Amerika kan dulu impor, sekarang ekspor, karena berkembangnya teknologi minyak dan gas serpih. Saat harga minyak tinggi, itu mendorong mereka aktif melaksanakan uji coba pengembangan teknologi dan produksi di situ. Demikian juga dengan energi baru dan terbarukan. Tantangannya kan masih pada mahalnya baterai. Harga listrik kalau sekarang, dengan PLN memakai batu bara, bisa beli 5 atau 6 sen. Dengan energi terbarukan mungkin terpaksa harus 15 sen. Tapi, dengan harga minyak minyak dunia seperti ini, harga listrik riil (bukan subsidi) tentunya lebih tinggi. Apalagi batubara juga tinggi. Karena itu, diharapkan pemerintah sudah membuat cetak biru yang targetnya pada 2025 menjadi 23 persen bauran energi terbarukan.
Untuk kegiatan hulu migas, kami punya enam inisiatif untuk net zero-emission (nol emisi karbon). Sampai 2030, karbon dioksida yang diproduksi mungkin sudah akan dimasukkan kembali. Jadi net zero di hulu migas. Sebab, kami sudah ada program penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS)/CCCUS. Jadi nanti sudah mulai ada implementasi CCS di Ubadari di Tangguh. Nanti ke depan proyek yang akan muncul akan selalu dilengkapi dengan CCS/CCUS. Memang, risikonya, investasinya jadi lebih mahal. Nanti keekonomiannya menjadi tantangan tersendiri. Di samping itu, penanaman pohon diharapkan lebih masif. Tahun ini, targetnya kami menanam 1,65 juta pohon di lahan seluas 1.732 hektare. Yang sekarang banyak orang tertarik untuk Indonesia adalah menggunakan lagi depleted reservoir guna memasukkan karbon dioksida dari industri atau pembangkit listrik. Sekarang sedang dikaji bagaimana ia ditangkap dan dicairkan sehingga volumenya kecil dan nanti dibawa ke depleted reservoir, yang bisa disimpan di sana untuk program net zero-emission. Saat ini kami tahu biayanya masih mahal, tapi mungkin dengan perkembangan teknologi bisa saja itu menjadi bisnis baru untuk Indonesia.
Ihwal pasar gas global, seperti apa peluangnya untuk Indonesia?
Ini menarik. Memang kita tidak seperti Timur Tengah yang reservoirnya besar. Produksinya bisa langsung besar. Biayanya menjadi lebih murah. Kalau saya melihatnya begini. Mungkin, dengan adanya perubahan suplai dan permintaan, yang tadinya Eropa betul-betul sangat bergantung pada Rusia, (kini) mungkin Eropa akan mencari sumber lain yang dekat dengan Eropa, yaitu Timur Tengah. Ketika Timur Tengah harus ditarik cadangannya untuk memenuhi kebutuhan Eropa, mungkin kebutuhan Asia Timur akan berkurang. Dari situlah Indonesia masuk. Saat ini gas alam cair (LNG) kita masih cukup laris. Uncommitted cargo (kargo belum terjual) LNG itu peminatnya masih banyak. Barusan diselesaikan penawaran dan harganya masih menarik, sekitar US$ 30-an per juta British thermal unit, padahal harga jual di dalam negeri US$ 6. Masih banyak pasar internasional yang menanyakan uncommited cargo. Saat ini BP, yang memiliki jaringan bisnis LNG internasional, juga masuk, berminat. Eni dari Italia juga sangat mengharapkan bisa mendapatkan jaminan pasokan, di samping Jepang yang sudah ada saat ini.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo